SURABAYA | duta.co – Pengadilan Negeri (PN) Surabaya melakukan eksekusi pengosongan rumah di Jalan Pumpungan V Surabaya. Rumah senilai Rp 1 Miliar ini dieksekusi setelah termohon tidak bisa menyelesaikan tanggungannya pada bank sehingga disita dan dilelang.

Eksekusi dilakukan atas dasar berdasarkan keputusan ketua PN Surabaya 18 april 2023, no 38/ eksekusi/ 2023.

Eksekusi berjalan lancar, karena penghuni rumah tidak melakukan perlawanan. “Bangunan dieksekusi setelah pemohon memenangkan lelang dari bank BRI setelah sebelumnya objek bangunan disita pihak bank,” kata Juru Sita PN Surabaya, Yadi Supriyono, di sela proses pengosongan rumah, Rabu (17/5/2023).

Termohon juga telah mengajukan gugatan perlawanan terhadap Bank BRI, Kantor Lelang dan pemenang lelang. Namun hal ini tidak mempengaruhi proses sita yang dilakukan PN Surabaya.

“Ini tidak berpengaruh pada eksekusi. Meski ada gugatan proses eksekusi bangunan ini tetap berjalan,” tambah Yadi.

Kuasa hukum pemohon, Davy Hindranata menegaskan jika kliennya mendapatkan rumah tersebut dari hasil pembelian melalui lelang pada Desember 2022.

” Ibu Paulin memperoleh objek itu dari lelang eksekusi hak tanggungan yang mana debitur sudah wanprestasi terhadap pembayaran kreditur sehingga dilelang,” terang Davy.

Sebelum proses eksekusi pada rumah seluas 180 meter persegi ini, pihak pemohon sempat menawarkan kompensasi untuk pindah sebesar Rp 60 juta. “Kompensasi yang kami tawarkan ditolak hingga proses eksekusi ini berjalan. Secara keseluruhan proses eksekusi berjalan lancar dan temohon sempat minta waktu untuk mengosongkan rumahnya dan menjual sebagian barangnya,” ungkapnya.

Sementara pihak termohon mengaku telah mengajukan gugatan atas eksekusi tersebut. “Saya juga tidak tahu kalau rumah ini sudah dilelang. Gugatan perdata sudah masuk,” kata Heru Setiawan.

Dirinya mengakui saat itu tidak bisa membayar kredit karena efek pandemi covid-19 yang membuat usahanya lumpuh. Sejumlah langkah yang diajukan ke pihak bank saat itu tidak disetujui.

“Tidak bisa membayar karena efek pandemi. Saat itu kami minta dimaintenence agar usaha kami bisa berjalan lagi tapi tidak disetujui. Pihak bank tidak mengedukasi kami sebagai nasabah. Harusnya
Bank memberikan pemahaman pada nasabah saat pandemi sehingga masih bisa berjalan usahanya,” ungkapnya.

Pengajuan top up pinjaman ke bank saat itu ditolah dengan alasan BI chekcing. “Kalau acuannya BI checking ya pasti burung wong usahanya tidak jalan. Tapi kan nilai agunan kami saat itu masih cukup untuk topup 500 juta. Padahal ini upaya agar usaha kami biaa jalan lagi untuk membayar angsuran,” papar Heru. Zal

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry