Diskusi di kopdar Padang Howo Pasuruan yang dihadiri para bakal calon Walikota dan Wakil Walikota pada pilwali 2020 di Valencia, Sabtu (4/7/2020) siang. (DUTA.CO/Raffael)

PASURUAN | duta.co – Untuk ke VI kalinya warga Kota Pasuruan masuk dalam group WhatsApp ‘Padang Howo’ menggelar kopi darat di Valencia, Kota Pasuruan, Sabtu (4/7/2020) pagi. Acara bertema, memilih pemimpin berkualitas secara demokratis, dihadiri bakal calon (balon) Walikota dan Wakil Walikota.

Selain itu, acara juga dihadiri Plt Wali Kota Pasuruan, Raharto Teno Prsetyo, anggota DPR RI, dari Komisi II, Aminurokhman, kalangan LSM tokoh masyarakat, dan organisasi masyarakat (ormas) kepeduaan. “Acara ini digelar tetap perhatikan protokol kesehatan,” ujar Fadil, panitia penyelenggara.

Diskusi Kopdar diselenggarakan kali ini merupakan kelanjutan dari kopdar sebelumnya. Banyaknya animo warga yang ikut hadir, sekaligus untuk melihat langsung para calon pemimpin Kota Pasuruan, seperti apa sosoknya dan kemampuannya untuk memberikan pelayanan maksimal pada masyarakat.

Ketua panitia penyelenggara, Amin Suprayitno menyampaikan, kopdar ini membahas permasalahan untuk kepentingan masyarakat Kota Pasuruan. “Sehingga dengan begitu, para calon bisa mengetahui secara langsung apa yang dimaui masyarakat sosok pemimpinnya,” ujar dia, di sela acara.

Dalam kopdar ini, juga dibahas soal definisi Pemilu terkait Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 2017. Yakni sarana perwujudan kedaulatan rakyat utk menghasilkan wakil rakyat dan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Menyangkut kepastian hukum, tersalurnya suara rakyat secara luber dan jurdil. Selain itu, kedaulatan rakyat menjadi perdebatan teoritik ilmu politik dalam teori-teori demokrasi pasca perang dunia. Definisi secara kualitatif mengalami banyak perdebatan tata cara pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam demokrasi.

Kata dia, difinisi Joseph Schumpeter (80 an awal), memperkenalkan model demokrasi secara prosedural, melalui pemilu, meliputi ukuran-ukuran kuatitatif adanya perundangan pemilu, birokrasi pelaksana, kuantitas partisipasi, adanya kontestan, dan hasil dengan kepastian hukum. “Model ini yg diadopsi dalam UU pemilu RI, sejak reformasi,” urainya.

Juga muncul masalah-masalah empirik, seperti konflik horizontal, banyak gugatan, money politik dan lainnya. Adanya Pemerintahan daerah yang tidak stabil, korupsi di daerah meningkat, kemandegan pemerintahan karena tidak harmonis antara eksekutif-legislatif, pimpinan daerah (eksekutif/legislatif) yang tersandung masalah hukum,” ucap Prayit.

Sedangkan dari hasil penelitian LIPI, menyebutkan ada faktor-faktor spt; budaya politik, perilaku aktor dan kekuatan-kekuatan politik, struktur birokrasi pelaksana dan kesadaran masyarakat menjadi penentu kualitas pemilu. “LIPI merekomendasikan proyek penguatan kualitas pemilu dengan penguatan variabel kualitas,” katanya.

Seperti anti money politik, tidak ada diskriminasi dan SARA, kesetaraan dan peluang yang sama dalam kontestasi. Sejak itu kampanye pemilu berkualitas mulai digencarkan. Pertanyaannya, apakah berhasil ? Ada fakta empirik dimana pemilu di daerah menghasilkan pemimpin yang baik, inovatif, maju.

Kata dia, banyak juga fakta yang berbeda dengan kesimpulan, Pemilu tidak secara langsung bisa dianggap bisa menghasilkan pemimpin yang berkualitas. Ada variabel-variabel yang harus dipenuhi untuk menuju ke sana. “Lalu, bagaimana dengan Pasuruan ?Pilkada bagian dari desentralisasi bidang politik,” terang Prayit.

Hal ini, lanjut dia bertujuan untuk penguatan demokrasi lokal, sebagai syarat mutlak keberlangsungan demokrasi nasional. Desentralisasi politik memiliki semangat bahwa desentralisasi membawa faedah bagi masyarakat di daerah.

Menurutnya, pilkada merupakan bentuk partisipasi politik masyarakat tingkat daerah dalam public policy process. Kepemimpinan dan pemerintahan daerah bisa lebih akuntable dan bertanggung jawab karena ada kontrol secara langsung dari masyarakat.

Sementara lanjut dia, masalah-masalah empirik yang muncul, antara lain akurasi data. Dari UU Nomor.22 tahun 99, UU Nomor.32 Tahun 2004, dan UU 22 tahun 2007 ada prosedur pemutakhiran data yang dilakukan dari bawah. Akuntabilitas penghitungan dan rekapitulasi, di UU Nomor 32 tahun 2004 ada perbaikan melalui pembentukan dan kinerja panwaslu.

Fokusnya, kata dia, bicara kualitas terletak pada kesadaran politik rakyat di daerah untuk bisa menentukan masa depan daerahnya sendiri melalui pemilihan kepala daerah yang mampu memimpin daerah sesuai kepentingan dan kehendak rakyat. Kesadaran itu rasional secara politik, pikiran, tindakan dan pilihannya.

Kualitas dilihat dari angka partisipasi tinggi, angka money politic rendah dan adanya kesetaraan. (raf)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry