KH Luthfi Bashori

SURABAYA | duta.co – Ternyata, kibaran ‘ISLAM NUSANTARA’ oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menjadi pertanyaan serius kaum kampus di Australia. Adalah Cut Linda, mahasiswi di Griffith University Queensland Australia asal Aceh, ini membedahnya dalam disertasi S3.

“Ini menandakan, istilah ‘ISLAM NUSANTARA’ sangat kontradiksi dengan Islam itu sendiri. Islam menjadi sempit. Dan, ini fatal. Istilah Islam Nusantara itu mendikotomi umat Islam seantero dunia. Logikanya, kalau ada Islam Nusantara, tentu ada Islam Afrika, Islam Pakistan, Islam Eropa, Islam Arab dan lain sebagainya. Ini berbahaya,” tegas Gus Luthfi kepada duta.co, Selasa (5/10/2021) usai melakukan wawancara dengan Cut Linda.

Apa saja pertanyaan Cut Linda terkait Islam Nusantara? Berikut catatan duta.co yang bisa Anda baca secara bersambung:

CUT LINDA: Assalamu’alaikum Kiai Luthfi Bashori. Saya Cut Linda, asal Aceh. Sedang menulis Disertasi S3 di Griffith University Queensland Australia.  Saya ingin mengundang Kiai untuk interview tentang Islam Nusantara. Saya sangat  berterima kasih jika kiai bersedia, mengingat minimnya narasumber khususnya dari tokoh NU yang menolak Islam Nusantara. 

CUT LINDA:  Jelaskan bagaimana Kiai memahami konsep ISLAM NUSANTARA yang menjadi bahan promosi NU? Bisakah  Anda memberi tahu saya lebih banyak tentang argumen Kiiai?

GUS LUTHFI :  Sebelumnya saya mohon maaf, sebagai aktifis NU Garis Lurus saya melihat,  bahwa dari segi penamaan ‘Islam Nusantara’ saja sudah salah dalam pandangan syariat. Istilah Islam Nusantara itu penyempitan terhadap Islam itu sendiri. Yang mana Rasulullah SAW sebagai Nabi-nya agama Islam itu, diutus Allah untuk menyampaikan ajaran Islam bagi seluruh alam semesta.

Jadi pemilihan istilah Islam Nusantara itu adalah kesalahan fatal, bahkan termasuk upaya dikotomi terhadap umat Islam yang tersebar seantero dunia. Logikanya, jika ada Islam Nusantara, tentu ada Islam Afrika, Islam Pakistan, Islam Eropa, Islam Arab dan lain sebagainya.

CUT LINDA: Jadi?

GUS LUTHFI : Jelas, menurut saya, penggunaan istilah Islam Nusantara itu harus ditentang, karena timbul dari pemikiran sempit belaka, dan karena penggagasnya tidak memahami konteks Islam sebagai agama universal yang bersifat rahmatan lil alamin.

Ada kemungkinan besar, tercetusnya nama Islam Nusantara secara spesifik itu, bermula dari angan-angan salah satu figur yang berada di kalangan struktural NU, lantas direspon beberapa orang, hingga akhirya jadi jargon resmi NU dan dipromosikan NU secara massif.

Nah, jika sejak semula para aktifis struktural NU itu jeli dalam melihat penggunaan nama Islam Nusantara, tentu tidak akan terjadi promosi besar-besaran sebagaimana yang terjadi saat ini.

Di sisi lain, para aktifis NU yang menjadi penggiat gerakan Liberalisme, yang semula bernaung dalam bendera JIL (Jaringan Islam Liberal), sudah hampir kehilangan identitas diri, karena maraknya kelompok-kelompok Islam, baik dari kalangan NU kultural, maupun dari kalangan non NU, yang berhasil membeberkan kesesatan JIL di tengah-tengah umat Islam.

Di saat umat Islam tersadarkan diri, bahkan sudah banyak yang berani secara terang-terangan pula, melawan gerakan JIL, artinya JIL mulai ditinggalkan oleh umat Islam, maka para penggiat JIL menemukan rumah baru untuk bernaung, yaitu rumah Islam Nusantara.

Banyak bukti keterlibatan kalangan JIL dalam memasarkan dan memarakkan istilah Islam Nusantara sebagai rumah baru mereka, dan hal ini dapat dibuktikan lewat jejak digital di dunia maya.

Dengan demikian, para pejuang pemurnian ajaran Aswaja dari rongrongan paham sesat Liberal, terutama di kalangan warga NU yang sadar aqidah dan sadar hukum syariat, maka secara otomatis akan mementang kemunculan gerakan Islam Nusantara, baik berupa counter ilmiah yang disampaikan secara tegas dan lugas, seperti yg dilakukan oleh para aktifis NU Garis Lurus, maupun counter secara tersirat yang dilakukan oleh para penganut Aswaja yang murni, entah itu dalam pengajian di pesantren, atau kajian ilmiah bersama publik semisal majelis ta’lim, mimbar khathbah, karya tulis ilmiah, dan lain sebagainya.

CUT LINDA: Bagaimana Kiai melihat ISLAM NUSANTARA kalau disebut sebagai manifestasi  dari Ahlussunnah wal jamaah?

GUS LUTHFI : Itu klaim sepihak. Menurut Hadratusyaikh Kiai Hasyim Asy’ari dalam kitabnya Risalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, yang namanya Ahlu Sunnah wal Jamaah itu adalah: “Golongan yang selamat.”  Mereka adalah pengikut Imam Abu al- Hasan al-Asy’ari dan Abu Mansur Almaturidi dalam beraqidah. Adapun untuk amaliyah fiqhiyah, Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah pengikut dari salah satu Imam 4 madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali).

Dalam bidang tashawwuf atau akhlaq mereka mengikuti konsep Imam Junaid Albaghdadi, Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali, Al-Quthb Abu Al-Hasan Al-Syadzili, dan Imam Alhabib Abdullah Alhaddad. Nama-nama yang tersebut, bukan tokoh-tokoh Nusantara, lantas bagaimana kalangan penggagas Islam Nusantara mengklaim diri sebagai manifestasi Ahlus Sunnah wal Jamaah.

Nah, akan dikemanakan para pengikut imam-imam tersebut di atas yang tidak bermukim di wilayah Nusantara?

Bahkan istilah Ahlus Sunnah wal Jamaah sendiri, datangnya dari kalangan para shahabat, antara lain Sayyidina Abdullah bin Umar, Sayyidina Abu Sa’id al-Khudri dan Sayyidina Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhum, serta kesepakatan mereka, sebagai nama bagi kaum Muslimin yang mengikuti ajaran Islam yang murni dan asli seperti yang diajarkan oleh Nabi Muhammad dan para shahabatnya.

Sedangkan di zaman Hadratusyaikh KH. Hasyim Asy’ari masih gesang (hidup) saja, (bukan di jaman para shahabat Nabi SAW), tidak pernah ada yang namanya istilah Islam Nusantara. Jadi, terlalu sempit bahkan bertolak belakang, jika menganggap Islam Nusantara sebagai manifestasi Ahlus Sunnah Waljamaah.

Karena pada kenyataannya istilah Islam Nusantara sendiri mengerdilkan keluasan Ahlus Sunnah wal Jamaah sebagai buah ajaran Islam yang sangat luas untuk seluruh alam, tapi hanya dibatasi kata Nusantara yang terbersit sebuah kefanatikan daerah atau wilayah penggagasnya.

CUT LINDA: Jadi?

GUS LUTHFI : Kalau ini (Islam Nusantara) dibenarkan, maka orang muslim India akan membuat istilah Islam Hindia, Orang Cina akan buat istilah Islam Tiongkok, muslim Amerika akan buat Istilah Islam Barat dan seterusnya.

Islam Nusantara menurut saya, justru merupakan istilah penuh kerancuan dengan bungkus fanatik, yang dalam hadits termasuk dari bentuk Fanatik Kesukuan atau Hamiyyah Jahiliyyah, yaitu ajaran kefanatikan yang dulu pelopornya orang kafir Quraisy dan sudah diharamkan atau dilarang oleh Nabi Muhammad SAW, karena itu jangan ada lagi yang berusaha mengembangkannya.

CUT LINDA : Jadi jauh dari manifestasi Ahlussunnah wal Jamaah?

GUS LUTHFI : Ya! Praktisnya, Islam Nusantara sangat jauh dari manifestasi Ahlussunnah wal Jamaah. Kenyataan di lapangan, Islam Nusantara diusung oleh orang-orang yang menerima Pluralisme agama, Liberalisme, dan Sekularisme.

Bahkan lebih dari itu, para pengusung istilah Islam Nusantara sendiri terkenal menolak ajaran Ahlussunnah wal Jamaah.  Contoh ajaran Ahlussunnah wal Jamaah menolak Syiah, sedangkan Islam Nusantara yang dipelopori PBNU era Said Aqil Siraj, mencoba untuk merangkul Syiah.

Jejak digital masih banyak berserakan di youtube dan google.

Ajaran Ahlussunnah wal Jamaah mengatakan hanya agama Islam yang benar dan diakui oleh Allah, sedangkan tokoh-tokoh Islam Nusantara meyakini jika semua agama benar dan semua penganutnya akan masuk sorga.

Lalu, ajaran Ahlussunnah wal Jamaah mengajak manusia untuk memerangi LGBT, sedangkan penggiat Islam Nusantara justru membela dan menfasilitasi kepentingan kaum LGBT. Dengan bukti-bukti ini, bagaimana bisa Islam Nusantara disebut sebagai manifestasi Ahlussunnah wal Jamaah..? (bersambung)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry