Sekretaris Jenderal Partai Kedaulatan Rakyat Sigit Prawoso di kantor KPU RI, Kamis (11/8/2022).(KOMPAS.com / VITORIO MANTALEAN)

SURABAYA | duta.co – Partai Kedaulatan Rakyat (PKR) terus menempuh jalur hukum. Ini menyusul kebijakan KPU (Komisi Pemilihan umum) dan Bawaslu Republik Indonesia yang, tidak meloloskannya sebagai peserta Pemilu 2024. Kebijakan ini, dinilai sangat merugikan PKR.

Partai yang berkomitmen untuk meneruskan perjuangan PKNU (Partai Kebangkitan Nasional Ulama) itu, tidak melihat ada political genocide atau genosida (pembunuhan besar-besaran) politik yang dilakukan KPU. “Sampai sekarang kita tidak melihat ada political genocide KPU. Karena itu, kita tempuh jalur hukum, apalagi tidak ada halangan untuk itu,” jelas Sigit Prawoso, Sekjend PKR kepada duta.co, Rabu (18/10/22).

Menurut Sigit, perlawanan terhadap kebijakan KPU itu, harus kita lakukan sesuai dengan jalurnya, hukum. Bahwa ada yang melakukan deklarasi Gerakan Lawan Political Genocide terhadap KPU, sah-sah saja. “Tapi, kami (PKR) tetap konsisten berjuang menunjukkan fakta dan data di depan majelis hakim, bahwa, kebijakan itu (KPU) tidak benar,” terangnya.

Sementara, kabar adanya deklarasi 6 Parpol yang tergabung di dalam Gerakan Lawan Political Genocide di Hotel Acacia, Jalan Kramat Raya, Senen, Jakarta Pusat, Senin (17/10), menurut Sigit, PKR tidak hadir. “Karena PKR tetap menempuh jalur hukum untuk lolos sesuai dengan mekanisme yang diatur oleh undang-undang. Kami sekarang konsentrasi di PTUN, tidak terpengaruh pengumuman KPU,” tambahnya.

Masih menurut Sigit, bahwa, jagat perpolitikan di negeri ini, memang semakin gaduh. Karena itu, pihaknya tidak ingin menambah kegaduhan. “Bagi kami kegaduhan tidak akan menyelesaikan masalah, hanya saling curiga. Kita harus berpikir jernih, gunakan jalur hukum secara maksimal. Kami yakin, bahwa, masih banyak hakim yang berpegang pada hati nurani, kejujuran,” terangnya.

Seperti berita yang beredar, ada 6 parpol yang membuat perlawanan terhadap KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Ketum Parpol Pemersatu Bangsa, Prof Eggi Sudjana, kepada pikiranmerdeka.com, juga menegaskan, bahwa, ia sengaja menyebut ada “genocide” atau pembantaian terhadap suatu bangsa dengan cara pembunuhan terhadap parpol sehingga gagal ikut pemilu.

“Karena kami ini adalah Parpol yang didalamnya terdiri dari warga negara yang merupakan bagian dari suatu bangsa, dalam hal ini bangsa Indonesia. Adapun Parpol yang kami dirikan merupakan saluran politik sebagai hak warga bangsa negara yang dilindungi oleh konstitusi. Lalu kemudian Parpol yang kami dirikan dengan mengikuti aturan KPU, dinyatakan tidak lolos secara sepihak, atau dibantai oleh KPU,” jelasnya Eggi.

Menurut Eggi, akibat itu parpol kami menjadi korban political genocide, dan lewat deklarasi ini bersepakat melakukan perlawanan lantaran dinyatakan tidak memenuhi syarat sebagai calon peserta Pemilu Serentak 2024 oleh KPU pada masa pendaftaran bulan Agustus lalu.

Salah satu kesalahan yang dibuat KPU, menurutnya adalah tidak diterbitkannya Berita Acara (BA) untuk parpol-parpol yang dokumen persyaratannya untuk menjadi peserta pemilu tidak dapat dipenuhi di sistem informasi partai politik (Sipol). (mky,net)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry