Orangtua korban (almarhum), Miftahul Ulum.

LAMONGAN | duta.co – Kasus meninggalnya santri asal Lamongan Gallan Tatyarka Raisaldy di Ponpes Amanatul Ummah Pacet Mojokerto mendapat atensi khusus dari Komisi Nasional Perlindungan Anak.

Orangtua korban, Miftahul Ulum mengungkapkan, pihaknya mengapresiasi dukungan serta perhatian khusus dari Komnas Perlindungan Anak terhadap kasus kematian anaknya.

“Terima kasih atas dukungan yang sudah diberikan. Semoga dengan adanya campur tangan dari Komnas Perlindungan Anak ini, kami sekeluarga bisa mendapatkan keadilan,” tutur Miftahul Ulum, Minggu (30/01).

Ia berharap, kasus penganiayaan disertai kekerasan fisik hingga menyebabkan kematian yang dialami oleh putra kesayangannya di Ponpes tersebut, tidak sampai terulang dikemudian hari oleh santri-santri lainnya.

Terpisah, Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait saat dihubungi melalui selulernya mengatakan, siapapun yang mengetahui tragedi kematian Gallan, termasuk pengelola Ponpes harus bertanggungjawab secara pidana.

Menurut dia, tragedi kematian santri ini akan sepenuhnya mendapat atensi serta perhatian khusus dari lembaga independen perlindungan anak Indonesia, yakni Komnas Perlindungan Anak.

Ia mengungkapkan, kasus kekerasan fisik hingga mengakibatkan korban meninggal dunia ini bisa terang benderang, dan secepatnya segera terungkap tabir kematian santri tersebut.

“Komnas Perlindungan Anak mendesak Polres Mojokerto untuk bekerja keras agar mengungkap latarbelakang kematian Gallan,” ungkapnya.

Untuk siapapun, sambung Arist, yang mengetahui peristiwa kekerasan fisik yang dialami oleh Gallan wajib untuk memberikan informasi. Termasuk pemilik, pengelola dan juga pengurus Ponpes Amanatul Ummah.

“Sebagai peringatan bahwa setiap orang yang mengetahui terjadinya pelanggaran hak baik kekerasan namun mendiamkan, dalam ketentuan UU RI No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak dapat dikategorikan ikut pembiaran, dapat diancam minimal 6 bulan maksimsl  5 tahun penjara,” tegas Arist.

Dengan demikian, menurut Arist, tragedi kematian Gallan harus secepatnya bisa diungkap. Mengingat tragedi kematian santri tersebut peristiwanya terjadi berada di dalam asrama Ponpes.

“Pengelola, pengurus dan pemilik Ponpes tersebut harus bertanggungjawab sepenuhnya atas kematian santri itu secara pidana. Harus ikut diseret ke ranah hukum juga,” beber Arist.

Mengingat, kata dia, terduga pelaku masih di bawah umur masih usia anak, maka pendekatan penyelesaian hukumnya dengan pendekatan yang berbasis anak. Sehingga dengan kasus ini menimbulkan efek jera.

“Komnas Perlindungan Anak akan menugaskan Tim Litigasi dan Pemulihan Sosial Anak untuk memantau dan mengawal sepenuhnya kasus ini dan berharap kasus ini terang benderang,” pungkas Arist. (ard)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry