Achmad Murtafi Haris

“Mereka menganggap bahwa wujud kongkret dari dikabulkannya ibadah adalah bahwa Tuhan memberikannya rizki yang banyak. Jika tetap miskin maka ibadahnya tidak mustajab.”

Oleh Achmad Murtafi Haris*

DALAM perjalanan ke negeri Paman Sam, sesampainya di bandara John F Kennedy, dalam antrian keimigrasian, nampak gerombolan orang dengan hem putih, jas hitam dan celana hitam dan topi koboi hitam.

Semula penulis mengira mereka dari komunitas Yahudi yang sering berbusama sama plus jambang panjang.

Ternyata bukan, dia adalah komunitas Amish penganut Kristen Menonite yang anti modernisme.

Mereka hidup dalam kesederhanaan dan menolak bergabung dengan aliran mainstream Kristen yang dinilainya telah  tercemar baik Katolik maupun Protestan.

Mereka mewajibkan pakaian seragam seperti yang selama ini dipakai dan melarang mencukur jenggot. Sebagaimana Jesus telah mempraktekkan, mereka  mencuci kaki  anggota dalam acara kebaktian.

Mereka  menolak mengikuti program negara seperti asuransi dan wajib militer. Yang lebih dikenal dari komunitas ini adalah sikapnya yang anti modernisme.

Mereka menolak masuknya listrik, sarana  telekomunikasi dan tetap mengendarai kuda dan delman dan menolak mobil sebagai gantinya. Rata-rata per keluarga nemiliki 6  – 8 anak lantaran tidak ada kamus KB dalam kehidupan mereka.

Membandingkan  apa yang dilakukan oleh Amish dengan apa yang ada dalam kelompok Islam, nampak ia seperti aliran tasawuf dari sisi kesederhanaan hidup.

Sedangkan dari sisi penampilan busana ia mirip Darul Arqam Malaysia yang mewajibkan busana seragam tertentu yang beda dengan umumnya orang.

Dari sisi jenggot tidak dicukur ia mirip Wahabi. Dari sisi penolakan modernisme hingga menolak fasilitas teknologi, di sini nampak tidak ada bandingannya dalam kelompok Islam kecuali secara individu. Seperti menolak televisi, dahulu banyak santri tradisional yang menolaknya.

Bahkan di kalangan penganut Wahabi Saudi penolakan terhadap televisi sangat keras hingga Raja Faisal menjadi korbannya.

Tapi untuk saat ini, tidak masalah. Barangkali yang masih menolak adalah kalangan tua penganut tasawuf sedangkan kalangan muda telah menjadikannya sebagai media dakwah.

Untuk penolakan penggunaan mobil atau sarana transportasi modern bisa dipastikan tidak ada satu pun kelompok Islam yang menganutnya.

Dari sisi penolakan program Keluarga Berencana atau pembatasan jumlah anak, kelompok Islam mayoritas seperti NU dan Muhammadiyyah mendukung.

Gus Dur pernah berkata bahwa beranak banyak kalau tidak berkualitas akan menjadi masalah.

Sementara yang menolak adalah Abu al-A’la Mawdudi, ulama besar Pakistan dan salah satu dari pembaharu Islam global yang berpandangan naturalisme Islam.

Sebuah pandangan yang dalam isu KB mirip dengan Amish yang memandang KB bertentangan dengan fitrah manusia.

Dari sisi Amish tidak menyekolahkan anaknya ke sekolah umum atau pemerintah dan memilih membuat sendiri dengan program singkat dan selanjutnya mereka bercocok tanam dan beternak, ada dalam pendidikan santri yang menyamainya meski pada akhirnya diadakan program penyetaraan antara ijazah mereka yang swasta dengan  ijazah pemerintah.

Sementara umumnya kaum santri telah mengadopsi pendidikan formal modern sesuai tuntutan  zaman seperti dalam madrasah ibtidaiyah, tsanawiyah dan aliyah.

Dari sisi komitmen anti kekerasan (pacifism) sehingga menolak perang dan terlibat dalam program bela negara dengan angkat senjata, dalam aliran Islam tidak ada yang menyamainya.

Bahkan ketika pendahulu Amish, kelompok Anabaptis pada abad ke-16 diserang, mereka tidak melawan hingga banyak yang berguguran.

Dari sisi penolakan  pengakuan keimanan dari kecil atau penolakan syahadat anak kecil, nampak tidak ada yang menyamainya.

Bahkan dalam Islam setiap bayi lahir ia berada dalam kondisi fitrah yang artinya tauhid atau muslim.

Sedangkan Amish, berbeda dengan mayoritas Kristen yang membaptis anak sejak kecil, hanya melakukannya semenjak dewasa dan semenjak itu terikat dengan disiplin  komunitas.

Dari sisi komitmen berkomunutas ia mirip aliran tarekat dalam Islam. Baptis semacam baiat yang kemudian sang pengikut harus ikut aturan komunitas yang ketat. Meski kaum tarekat tidak melarang orang  menjadi kaya, berbeda dengan Amish yang anti duniawi dan materi sama sekali.

Komitmen Amish mempertahankan keimanan dari kemilau duniawi menarik untuk dipelajari.

Di saat semua entitas manusia terbuka terhadap perubahan dan hidup di dalam atau berdampingan dengan gemerlap dunia, mereka kaum Amish keukeuh menolaknya. Itu semakin berat bagi mereka jika dibandingkan umat Islam, lantaran mereka  hidup di negara adidaya tempat sarana teknologi tumbuh dan menggeliat, hingga setinggi awan di angkasa, namun Amish tetap tidak bergeming.

Amish sulit menemukan padanannya dalam kelompok Islam yang hampir keseluruhan pro modernisme. Padanannya barangkali dengan  komunitas  Sunda Wiwitan yang mempertahankan pola hidup menyatu dengan alam dan menolak modernisme.

Dasar ajaran Islam memang mendukung kemajuan peradaban manusia seperti tertuang dalam buku Nurcholis Madjid, Islam dan Peradaban Manusia.  Di kalangan penganut Islam modernis, apalagi, ukuran-ukuran materiel menjadi lebih kongkrit.

Lebih ekstrim, paralelisme nilai agama dan materi muncul dalam Teologi Sukses dalam aliran Kristen. Mereka menganggap bahwa wujud kongkret dari dikabulkannya ibadah adalah bahwa Tuhan memberikannya rizki yang banyak. Jika tetap miskin maka ibadahnya tidak mustajab.

Hubungan agama dan materi mengalami tarik ulur dan pasang surut sepanjang sejarah. Kelompok Islam yang menolak materi dan menjauhi dunia memiliki sandaran dalil dan yang pro materi juga demikian.

Banyak pesan yang mengatakan bahwa dunia adalah tipu daya, fatamorgana, kagum dengan kemewahan menghilangkan 2/3 iman adalah dalil yang tidak terbantahkan. Sementara yang pro materi berdalil bahwa dalam  mengejar akherat jangan sampai  lupa nasib di dunia. Juga dalil tidak adanya larangan menikmati perhiasan yang diberikan oleh Allah kepada hambanya.

Di sinilah yang menarik dari komunitas Amish yang sangat konsisten menolak modernisme dan kemajuan duniawi.

Beragama yang benar menurut Amish adalah yang benar-benar tidak tergoda dengan kemajuan materi. Listrik dan produk teknologi hanya membuat manusia sibuk sendiri dan lupa kepada tuhannya.  (*)

*Achmad Murtafi Haris adalah dosen UIN Sunan Ampel Surabaya

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry