PENCAK SILAT: Kesenian Pencak Silat yang merupakan budaya turun menurun yang berada di Desa Kalipucang, Kecamatan Tutur, Kabupaten Pasuruan. (duta.co/abdul aziz)

PASURUAN | duta.co – Komunitas Averroes kembali menggelar kegiatan wisata Desa di lereng Gunung Bromo. Kali ini, masyarakat luas diajak untuk menikmati keindahan wisata bertajuk Festival Budaya, yang ada Desa Kalipucang, Kecamatan Tutur, Kabupaten Pasuruan, Festival Budaya dan Wisata ini masuk program Komunitas Averroes, untuk memberdayakan desa yang selama ini potensinya belum tergali secara maksimal.

Averroes bersama warga Desa Kalipucang mengajak warga Kabupaten dan Pasuruan serta masyarakat Jawa Timur, untuk menikmati beberapa gelaran diantaranya Festival Budaya Kalipucang, Seminar Wisata Desa, Kelas Inovasi Wisata, Pameran produk unggulan desa, Jelajah wisata Desa dan masih banyak lagi keseruan lainnya.

Kegiatan ini digelar mulai tanggal 23-25 Maret 2018. Pengunjung bisa langsung menikmati sajian desa, mulai Jumat Malam, sampai akhirnya diajak jalan-jalan menikmati wisata Desa. Selain kegiatan itu, dalam acara agrofest ini juga akan penampilan budaya, mulai dari pencak silat, ojung, tari remo, dan rampok kentongan.

Tidak hanya itu, dalam kegiatan ini juga akan ada acara incip kopi tumang kalipucang dan wisata ke cafe susu Kalipucang. Bahkan, dalam acara ini akan tersaji beberapa diskusi dengan beberapa tema yang sudah ditentukan sejak awal. Sehingga desa yang berada di lereng Gunung Bromo ini, ternyata terkandung potensi yang menakjubkan dan digali untuk kemajuan desa.

Ketua Averroes Sutomo menuturkan, tujuan utama kegiatan ini adalah untuk mengembangkan desa wisata Kalipucang. Goalnya, memperkenalkan dan mempromosikan Kalipucang sebagai desa wisata yang patut diperhitungkan.

“Desa Wisata Kalipucang ini layak dikunjungi, dan dijadikan sebagai jujukan wisata keluarga di akhir pekan. Banyak potensi wisata yang ada di desa ini,” paparnya, Minggu (25/3/2018).

Selain itu, pihaknya juga ingin memaksimalkan potensi desa wisata Kalipucang. Kata dia, apa yang dilakukannya ini sesuai dengan apa yang diamanahkan oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menjadi peluang bagi masyarakat untuk turut ambil bagian dalam pengembangan wisata.

“Wisata berbasis masyarakat desa harus menjadi nafas pembangunan sektor pariwisata guna menjamin kebermanfaatan bagi masyarakat,” urai Sutomo

Potensi Wisata Kalipucang

Sekitar 28 kilometer arah Selatan dari pusat pemerintahan Kabupaten Pasuruan, ada sebuah desa yang menyimpan banyak sejarah. Namanya, Desa Kalipucang. Desa jni masuk dalam wilayah teritorial Kecamatan Tutur.

Siapa sangka, Desa Kalipucang ini memiliki beragam potensi yang nisa dikembangkan. Di sektor pertanian, sejak dulu Kalipucang masyhur sebagai penghasil kopi dan cengkeh. Sedangkan di sektor peternakan, susu sapi perah menjadi salah satu sumber utama penghasilan masyarakat desa.

Kopi, cengkeh dan susu sapi, menurut warga setempat memiliki sejarah yang panjang. “Kopi, cengkeh dan susu Kalipucang memiliki sejarah yang panjang sekali. Bahkan, ketiganya merupakan saksi bisu masa penjajahan.” tandas warga setempat, Yamin.

Yamin, mengungkapkan, sejarah susu perah di Kalipucang dimulai pada 1911 atau bersamaan dengan masuknya Belanda ke wilayah Nongkojajar masuk Kecamatan Tutur. Saat itu, para penjajah kebingungan mencukupi kebutuhan susu yang sangat tinggi, namun minim keadaannya.

Atas dasar itu, kata Yamin, para pimpinan Belanda yang bertugas di Nongkojajar mendatangkan sapi perah dari negaranya.“Belanda merupakan salah satu dari lima negara dengan tingkat konsumsi tertinggi di dunia.Jadi, berdasarkan cerita mbah saya dulu gitu,” bebernya

Sekadar diketahui, seperti yang dilansir Nationalgeographic.co.id pada Januari 2014, menyebutkan bahwa Belanda merupakan negara dengan tingkat konsumsi terbesar ketiga di dunia(320,15 kg/kapita per tahun).

Selanjutnya, kata Yamin, Belanda membawa sapi perah ke wilayah Nongkojajar dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan susu bagi orang-orang Belanda. “Jadi, dahulu itu ada banyak sekali sapi yang dibawa ke sini. Sapi-sapi tersebut diarak dan dipamerkan di benteng. Para warga pribumi banyak yang berkumpul untuk melihat sapi-sapi tersebut,” tukas Yamin yang lebih akrab dipanggil Simbah.

Atas keberadaan sapi-sapi tersebut, masyarakat setempat akhirnya juga mendapatkan durian runtuh. “Masyarakat asli dipaksa oleh orang-orang Belanda untuk beternak sapi perah dan mengikuti kemauan kolonial Pemerintahan Belanda. Padahal kan itu hal baru bagi masyarakat di sekitar sini. Malangnya lagi, Kalipucang adalah sentranya,” tandas pria yang hampir memasuki usia kepala delapan itu.

Hasil perahan susu tersebut diantar dengan jalan kaki atau diangkut kuda menuju benteng. Susu-susu tersebut kemudian oleh pihak Belanda digunakan untuk memenuhi kebutuhan susu para anggotanya yang ada di kawasan Pasuruan. Menurut Simbah, para warga biasanya setor minimal seminggu sekali.

Tidak hanya susu, Belanda juga membawa dua jenis tanaman baru ke Nongkojajar. Apa itu ? kopi dan cengkeh, jenis tanaman yang didatangkan jauh-jauh dari Belanda. Selain dipaksa untuk beternak sapi, warga setempat diberikan tugas lain untuk membudidayakan dua tanaman tersebut.

Sama halnya dengan susu, hasil panen kopi dan cengkeh tersebut juga disetor minimal seminggu sekali ke Nongkojajar. Beberapa waktu berlalu, pihak Belanda merasa bahwa kopi dan cengkeh yang ditanam di Kalipucang memiliki kekhasan aroma dan rasa yang berbeda dengan komoditas yang sama di tempat lainnya. Hal tersebut kemudian membuat Belanda menaikkan jumlah setoran kopi dan cengkeh warga.

Kepala Desa Kalipucang, Hariono menjelaskan, sistem tanam paksa yang kala itu dilakukan oleh Belanda membawa angin segar untuk Kalipucang. Bagaimana tidak, melimpahnya susu, kopi dan cengkeh di Kalipucang hari ini diyakini atau tidak adalah efek dari peninggalan zaman Belanda. “Tidak ada yang benar dari penjajahan. Namun begitu, besarnya hasil susu, kopi dan cengkeh di Kalipucang adalah andil Belanda juga,” ungkap Hariyono.

Dalam perkembangannya, pelan tapi pasti perkebunan dan pertanian di desa Kalipucang mulai terkikis. Peternakan sapi perah menjadi pilihan utama masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Hal tersebut tentunya berimbas pada penggantian komoditas pertanian dan perkebunan dengan tanaman rumput sebagai bahan pangan utama ternak sapi.

Kondisi tersebut dipastikan akan terus terjadi bahkan meningkat jika melihat kebijakan pemerintah. Terhitung 2015-2019, Kalipucang dijadikan sebagai “Desa Susu” oleh pemerintah.”Saat ini, kami memang masih mengembangkan desa wisata Kalipucang. Kami membranding Kalipucang sebagai kampung susu di Kabupaten Pasuruan,” imbuh dia.

Ia menerangkan, selain susu, Kalipucang juga menyimpan banyak pesona. Banyak wisata alam yang menakjubkan. Maka dari itu, pemerintah desa membuat kelompok sadar wisata (pokdarwis). Kata dia, pokdarwis ini yang akan mengelola konsep desa wisata Kalipucang.

“Kemarin, kami siapkan anggaran untuk mengkonsep desa wisata. Selain kampung susu, kami menawarkan paket wisata alam di sini. Jadi, wisatawan tidak hanya menikmati susu, olahan, dan peternakannya, wisatawan juga menikmati wisata alam lainnya. Kami jadikan sebagai paket wisata di sini,” tuturnya.

Pelan tapi pasti. Banyak wisatawan yanh mulai berdatangan ke Kalipucang. Mulai dari wisatawan retail atau juga wisatawan kelompok besar. Kampung Susu memfokuskan pada edukasi sapi perah dari hulu hilir. Berbagai edukasi mulai dari perawatan sapi, pemerahan susu, pengolahan susu hingga menikmati susu segar dijadikan sebagai destinasi untuk disajikan kepada wisatawan.

Selain Kampung Susu, desa ini juga menawarkan beberapa wisata alam yang tak kalah menarik. Sederet destinasi seperti air terjun Sumber Nyonya, 7 Sumber Telogo, kebun krisan, kebun kopi dan bukit Tumang siap memanjakan pengunjung.

Bukit Tumang, di Desa Kalipucang, Kecamatan Tutur digadang-gadang bisa menyaingi bukit paralayang di Batu. Keindahan alamnya diprediksi bisa menyaingi keindahan alam Paralayang. Sama – sama berada di ketinggian, Bukit Tumang ini memiliki sejumlah keunggulan.

Dalam hal ini, bukit Tumang masih terlihat lebih alami. Belum ada sentuhan sama sekali. Udara di sini juga masih jernih. Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) dan Pemerintah Desa setempat bertekad untuk mengembangkan wisata ini.

Bukit ini berada di 2 kilometer dari pusat pemerintahan desa Kalipucang. Wisatawan bisa menempuhnya dengan kendaraan roda dua. Bagi wisatawan yang membawa roda empat, bisa memanfaatkan ojek setempat untuk bisa sampai ke bukit ini.

Setelah sampai di lokasi, wisatawan harus berjalan kaki untuk bisa sampai ke puncak bukit. Di sana, selain menikmati pemandangan Pasuruan dari atas ketinggian, ada juga taman bunga dan beberapa tempat istirahat.

Wisatawan yang lelah bisa sejenak melepas penat dengan beristirahat di lokasi ini. Selanjutnya, wisatawan bisa berswafoto di bukit ini. Bahkan, pemdes setempat pun sedang menyiapkan wisata flying fox.

Selain bukit, wisatawan unggulan di Kalipucang juga ada wisata sumber telogo pitu. Konon, wisata sumber air ini sangat bersejarah. Wisata ini sangat alami. Bahkan, jalannya masih jalanan setapak.Terbuat dari tanah dan saat hujan, jalanan ini sangat sulit dilalui.

Terlepas dari wisata alam, di Kalipucang juga ada kebun krisan. Kebun ini bisa dinikmati siapapun yang mengunjungi Kalipucang. Puluhan tanaman krisan berjajar rapi dan siap dinikmati.

Berkunjung di Kalipucang, wisatawan juga bisa menikmati wisata edukasi kampung susu, dan kopi. Bahkan, ada beberapa kesenian tradisional yang masih dipertahankan hingga kini, yakni ojung dan beberapa kesenian lainnya.

Pendamping wisata desa Kalipucang, Dimas mengatakan, untuk saat ini, pihaknya belum menentukan tarif paket wisata desa Kalipucang. Ia menyebutkan, pihaknya masih menyusun rencana harga paket wisata ke Kalipucang.

“Yang jelas, kami akan buat paket wisata murah tapi lengkap. Kami akan konsep wisata Kalipucang sebagai wisata desa yang layak dikunjungi dan bisa dijadikan sebagai alternatif wisata keluarga,” terangnya kepada wartawan.

Ia menjelaskan, butuh 14 bulan untuk menyiapkan Kalipucang sebagai desa wisata. Potensi alam, budaya dan olahan alam dikemas sedemikian rupa sehingga bisa layak untuk dijual ke para pemburu wisata.”Ini sudah kami launching, desa wisata kalipucang. Tugas kami setelah ini adalah, membuat wisata desa ini semakin dikenal masyarakat luas,” tutup dia. (dul)

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry