MOU ARBITRASE: Ketua BANI Perwakilan Surabaya, Hartini Mochtar Kasran, SH, FCBArb, FIIArb saat melakukan MoU dengan UPH yang diwakili Dr Agustin Widjiastuti, SH, MHum dan Dekan FH Unair Imam Prihandono, SH, MH, LLM, PhD. Duta/Rum

SURABAYA | duta.co – Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) Perwakilan Surabaya semakin giat memperkenalkan arbitrase, tidak hanya kepada para pelaku bisnis tapi juga kalangan Perguruan Tinggi (PT).

Seperti Sabtu (20/11/2021), bertempat di Hotel Elmi Surabaya, BANI melakukan Memorandum of Understanding (MoU) untuk mengembangkan ilmu arbitrase dengan dua PT di Surabaya, yakni Universitas Airlangga (UNAIR) dan Universitas Pelita Harapan (UPH).

Ketua BANI Perwakilan Surabaya, Hartini Mochtar Kasran, SH, FCBArb, FIIArb menyebutkan, penandatanganan MoU untuk merealisasikan dan mengembangkan pengetahuan mengenai arbitrase secara timbal balik antara kalangan akademis dan kalangan praktisi arbitrase di Surabaya khususnya dan Jawa Timur umumnya.

Lanjut Hartini, dengan menjalin kerjasama secara intens dengan PT, diharapkan minat untuk menyelesaikan sengketa melalui arbitrase semakin meningkat. Walau tidak menampik sejak diundangkannya UU No. 30/1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU Arbitrase) penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau non litigasi BANI mengalami peningkatan.

Perkembangan ini sejalan dengan arah perkembangan perekonomian dan hukum, di mana penyelesaian sengketa non litigasi telah menjadi pilihan pelaku bisnis untuk menyelesaikan sengketa bisnis mereka.

Karena ungkap Hartini, penyelesaian sengketa melalui arbitrase memiliki karakteristik cepat, efisien dan tuntas, arbitrase menganut prinsip win-win solution karena tidak ada lembaga banding dan kasasi.  “Keunggulan lain arbitrase adalah putusannya yang serta-merta (final) dan mengikat (binding), selain sifatnya yang rahasia (confidential), di mana proses persidangan dan putusan arbitrase tidak dipublikasikan,” tegasnya.

Bahkan di masa pandemi, juga dilakukan sidang virtual. Dan hingga saat ini belum ada laporan mengenai kebocoran identitas saat persidangan. Walau kemungkinan kebocoran itu ada. Bahkan peluangnya besar. “Namun kita berusaha meminimalisasi kebocoran. Kita memiliki cara-cara sendiri bagaimana agar persidangan itu tidak bocor terutama kebocoran identitas. Ini merupakan pekerjaan rumah bersama,” elaknya.

Apa yang diungkapkan Hartini ini disambut baik oleh Kaprodi Ilmu Hukum UPH Surabaya, Dr Agustin Widjiastuti, SH, MHum. Harapannya, pelaku usaha di Jatim dan nasional pada umumnya untuk menggunakan BANI sebagai institusi menyelesaikan sengketa bisnisnya. “Kami meminta pebisnis untuk memanfaatkan BANI lebih dari lembaga arbitrase luar negeri,” kata Agustin, yang mewakili Dekan FH UPH Surabaya, Ronald, ST, MM.

Apalagi dari sisi waktu, persidangan di BANI pun relatif singkat sebab perundangan mengamanatkan masa sidang di badan arbitrase maksimal 180 hari. Selain itu, putusan di BANI bersifat final dan mengikat (final and binding). “Biasanya, kalau sudah ada putusan dari BANI, maka menjadi final. Ketika mengajukan ke lembaga lain, misalnya pengadilan, akan ditolak,” tegasnya.

Dan yang pasti dengan adanya Mou kali ini mahasiswa bisa melakukan magang di BANI. Ini sekaligus untuk mengimplementasikan program merdeka belajar kampus merdeka (MBKM), dimana mahasiswa akan magang selama satu semester.

“Mahasiswa juga berpeluang untuk bekerja di tempat tersebut. Dosen UPH juga ada yang menjadi anggota BANI. Jadi kami harapkan ada regenerasi dari lulusan UPH,” tuturnya.

Seperti diketahui, Mou kali ini sekaligus bertepatan dengan peringatan HUT ke 40 BANI Perwakilan Surabaya dan Peringatan ke 44 BANI Arbitration Center. Sekaligus pada  kesempatan kali ini dilakukan webinar dengan topik ‘Penerapan Prinsip Kerahasian dalam Sidang Secara Virtual pada Lembaga Arbitrase’ yang diikuti  oleh PT dan Pengadilan bukan hanya Jatim tapi juga Indonesia. rum 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry