Shuniyya Ruhama,  Pengajar Ponpes Tahfidzul Quran Al Istiqomah Weleri - Kendal (dok/duta.co)

Oleh : Shuniyya Ruhama,  Pengajar Ponpes Tahfidzul Quran Al Istiqomah Weleri – Kendal

Pesantren merupakan institusi pendidikan asli Indonesia dan sudah bertahan berabad-abad. Entah kapan dimulainya, yang jelas tetap eksis hingga kini. Terbukti bertahan sekian lama berarti memang institusi ini membawa manfaat dan memberi kontribusi baik bagi peradaban bangsa ini.

Dalam perkembangannya, Pesantren yang dikenal sebagai kawah candradimuka yang tidak hanya sekedar transfer of knowledge saja melainkan juga tempat penempaan karakter mulia ini dihiasi dengan berbagai fakta tidak menyenangkan.

Mulai dari pelecehan seksual, penyalahgunaan narkoba, terduga terorisme, hingga yang terakhir ialah terbunuhnya santri oleh seniornya.

Jika kita mengetahui bahwa jumlah pesantren di Indonesia ada lebih dari 26ribu dengan jumlah total santri aktif puluhan juta, dibandingkan dengan kasus yang ada maka tidak dapat disebutkan bahwa pesantren sebagai “sarang” tindakan tersebut.

Ini merupakan tindakan gegabah yang terlalu mengovergeneralisir suatu fakta, dan jumping conclution yang tidak pada tempatnya.

Namun, jika kita berbicara kemanusiaan, maka martabat satu manusia sama berharganya dengan satu miliyar manusia. Apalagi jika telah berbicara urusan penghilangan paksa nyawa seseorang tanpa haq. Ini masalah serius. Bukan pada kuantitasnya, tetapi pada kemuliaan martabat manusia itu sendiri.

Di manapun tempatnya, kasus ini wajib untuk diuaut tuntas seadil-adilnya. Semua orang yang terlibat dari mulai pelaku, penyembunyi fakta, hingga pemberi informasi bohong harus diusut tuntas. Dan kasus seperti ini jangan sampai terjadi lagi.

Untuk mengantisipasinya, setiap orangtua yang memasukkan anak ke pesantren hendaknya bisa peka atas perubahan sikap dan perilaku anaknya. Jika perubahannya ke arah tidak baik, maka harus didekati dan diminta menceritakan kejadian yang sejujurnya.

Orangtua juga harus bisa membedakan ketika anak sedang bermanja ria dan sedang mencurahkan masalahnya. Jadi, jangan serta merta dianggap cengeng, cemen, dan lemah. Kondisikan anak bisa nyaman bercerita.

Kalau memang tidak ada hal yang dikhawatirkan maka bisa jadi anak sedang bermanja saja dan itu wajar. Beri support supaya tetap betah di pondok. Bisa jadi hanya hukuman biasa atau tindakan pendisiplinan yang sudah ada sejak dulu kala. Orangtua juga tidak perlu oversensitif dan teriak HAM dalam hal ini.

Namun, jika anak mendapatkan tindakan kekerasan tidak pada tempatnya maka harus segera tanggap. Jangan sampai berlarut-larut. Apalagi sampai mengarah pada hal yang fatal.

Pihak pemilik atau pengasuh Pondok juga wajib tanggap situasi. Tidak hanya mengandalkan berbaik sangka kepada para santri senior dan pengurus yang dipasrahi. Apalagi jika pondok tersebut memiliki santri berjumlah besar. Harus punya menejemen yang lebih canggih tentunya.

Jangan sampai kepercayaan yang diberikan malah disalahgunakan untuk menindas dan membully para santri yang lebih junior.

Adalah bertolak belakang dengan tujuan mulia ini jika Pondok Pesantren yang identik dengan akhlak mulia dan budi pekerti luhur malah menjadi ajang “balas dendam” dari generasi ke generasi. Santri senior bersikap galak kepada junior karena dulu mereka juga diperlakukan tidak baik oleh santri yang lebih senior.

Dan kepada pemerintah, harus memahami keberadaan Pondok Pesantren telah jelas memberikan sumbangsih yang luar biasa dalam pengembangan sumber daya manusia Indonesia. Jadi mengancam penutupan pondok pesantren ataupun mencabut ijinnya bukan solusi terbaik.

Pesantren itu memiliki figur sentral dan jika sudah lama akan berlangsung turun temurun. Jadi kesalahan pemegang kepemimpinan atau kepengurusan yang ada saat ini tidak bisa serta merta dianggap kesalahan seluruh pendirinya terdahulu juga. Pesantren asli Nusantara berbeda dengan Boarding School apalagi sekolah umum. Ini wajib dipahami.

Justru pemerintah dalam hal ini dari Departemen Agama maupun Departemen Pendidikan Nasional hendaknya bijaksana memahami selukbeluk pesantren sehingga bisa memberikan solusi terbaiknya. Mengambil ikan tanpa memperkeruh airnya.  (*)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry