HADIRI KEU: Presiden Joko Widodo menghadiri Kongres Ekonomi Umat (KEU) 2017 April 2017 lalu. (ist)

Oleh: Dr Tika Widiastuti SE MSi

Dosen di Departemen Ekonomi Syariah Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, pengurus Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Jawa Timur.

 

TAHUN 2017 adalah tahun ke-119 peringatan Hari Kebangkitan Nasional. Peristiwa bersejarah yang diperingati setiap tanggal 20 Mei ini selalu menjadi momentum untuk menegaskan kembali komitmen bangsa Indonesia agar senantiasa bangkit menghadapi tantangan zaman yang terus bergerak dinamis. Setiap zaman selalu memiliki tantangan baru yang harus dilalui oleh setiap individu, sehingga sebuah bangsa akan melahirkan para pejuang dan pahlawan. Sebagaimana 119 tahun lalu, tonggak kebangkitan nasional melalui pendirian organisasi Boedi Oetomo menjadi inspirasi pergerakan nasional kemerdekaan Indonesia hingga kemerdekaan menjadi kenyataan. Kemudian di masa kini, apa makna kebangkitan nasional kita?

Pertanyaan tersebut, salah satunya dapat terjawab apabila dikaitkan dengan momentum yang belum lama ini terjadi. Yakni pada tanggal 22 April lalu, Presiden Joko Widodo meresmikan Kongres Ekonomi Umat (KEU) yang digagas oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). MUI bersama komponen umat lainnya menggagas KEU dalam rangka mendorong penguatan ekonomi nasional yang disertai dengan penguatan peran umat Islam di dalamnya. Hal tersebut, tercermin dalam pernyataan Ketua Komisi Pemberdayaan Ekonomi Umat MUI M. Azrul Tanjung yang menegaskan bahwa 2017 adalah Tahun Kebangkitan Ekonomi Umat.

Kongres Ekonomi Umat (KEU) menghasilkan tujuh butir deklarasi. Deklarasi tersebut merupakan respon umat Islam atas kondisi perekonomian Indonesia yang apabila diwujudkan, insyaallah dapat memperbaiki ekonomi umat. Deklarasi pertama, yaitu “menegaskan sistem perekonomian nasional yang adil, merata, dan mandiri dalam mengatasi kesenjangan ekonomi”. Bangsa Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam UUD 1945  merupakan negara yang menganut sistem ekonomi berdasarkan asas kekeluargaan.

Secara normatif, sistem ekonomi tersebut seyogyanya dapat menciptakan pembangunan ekonomi yang disertai dengan keadilan dan pemerataan. Namun pada kenyataannya meskipun perekonomian Indonesia terus mengalami kenaikan, fenomena kemiskinan, kurang gizi, akses pendidikan yang buruk, dan pelayanan dasar yang sulit, masih sering dijumpai.

Hal tersebut dibuktikan oleh kenaikan perekonomian Indonesia pada triwulan I tahun 2017 sebesar 5,01%, sedangkan pada triwulan I tahun 2016 hanya sebesar 4,92%. Namun sayangnya, kenaikan pendapatan negara ini hanya dinikmati oleh beberapa pihak saja. Kondisi tersebut dibuktikan dengan GINI Index Indonesia yang mencapai 0,39% dengan 20% populasi terkaya di Indonesia menikmati 46,89% dari PDB Indonesia pada tahun 2016. Hal ini membutuhkan penegasan dari segenap komponen bangsa Indonesia untuk dapat beritikad mewujudkannya.

Deklarasi kedua berbunyi “mempercepat redistribusi dan optimalisasi sumber daya alam secara arif dan keberlanjutan”.  Pembangunan ekonomi Indonesia sejak dahulu menempatkan ekstraksi sumber daya alam sebagai sumber pendapatan nasional terbesar kedua setelah pendapatan pajak. Hal tersebut menjanjikan adanya pemasukan negara dalam waktu singkat, karena penjualan bahan baku mentah dari alam mudah dilakukan dalam lalu lintas perdagangan global.

Akan tetapi, aktivitas tersebut memberikan efek samping yang tidak sepele. Penguasaan sumber daya alam strategis (mineral dan migas) oleh perusahaan asing, mengakibatkan kerusakan lingkungan dan keterpurukan masyarakat lokal. Tata kelola sumber daya alam nasional harus diperbaiki ke arah pengelolaan yang ramah lingkungan, ramah masyarakat lokal, dan ramah generasi mendatang, sesuai dengan Sustainable Development Goals (SDG’s) yang saat ini tengah digaungkan oleh seluruh negara di dunia.

Deklarasi ketiga berbunyi “memperkuat sumber daya manusia yang kompeten dan berdaya saing tinggi berbasis keunggulan IPTEK, inovasi, dan kewirausahaan”. Daya saing Indonesia di tingkat internasional masih perlu ditingkatkan. Pada tahun 2016, menurut rilis dari World Economic Forum, tingkat daya saing Indonesia hanya berada pada peringkat 41, turun dari tahun sebelumnya yang berada di peringkat 37. Selain itu, peringkat Indonesia masih berada di bawah negara-negara ASEAN seperti Thailand (34), Malaysia (25), dan Singapura (2). Pemerintah seharusnya tidak hanya  mengambil sumber daya alam, namun  juga merencanakan sistem perekonomian berbasis sumber daya manusia unggul dan kreatif. Karena kemajuan IPTEK yang unggul dan perkembangan kewirausahaan yang kondusif akan dapat menjadi sarana untuk penguatan daya saing Indonesia.

Deklarasi keempat dan kelima berbunyi “menggerakkan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah menjadi pelaku usaha utama perekonomian nasional” dan “mewujudkan mitra sejajar Usaha Besar dengan Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam sistem produksi dan pasar terintegrasi”. Deklarasi keempat dan kelima adalah butir deklarasi yang saling berkaitan dan merupakan bentuk implementasi langsung dari deklarasi pertama.

Sebagaimana telah dipaparkan bahwa ekonomi Indonesia adalah ekonomi berasas kekeluargaan dengan koperasi sebagai sokoguru dari perekonomian Indonesia. Selain itu, mayoritas pelaku ekonomi di Indonesia adalah para pengusaha mikro, kecil dan menengah (mencapai 99%) serta telah terbukti menjadi kekuatan Indonesia dalam menghadapi dua krisis ekonomi dalam kurun 20 tahun terakhir (krisis moneter 1997 dan krisis subprime mortgage 2008).

Oleh karena itulah Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (KUKM) mendapatkan perhatian dan didorong agar mampu bersinergi dengan korporasi sehingga pembangunan ekonomi tidak semata-mata persaingan yang sering menimbulkan kemudharatan, melainkan sarana bagi sesama komponen bangsa untuk membangun negara.

Deklarasi keenam berbunyi “pengarusutamaan ekonomi syariah dalam perekonomian nasional, tetap dalam bingkai Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI”. Ekonomi syariah yang praktiknya ditandai dengan kehadiran perbankan syariah, lembaga-lembaga keuangan syariah, bisnis dan industri halal, serta pariwisata syariah selama kurun waktu 25 tahun terakhir menunjukkan perkembangan yang cukup menggembirakan. Perbankan dan lembaga keuangan syariah terus tumbuh, usaha berbasis nilai-nilai syariah seperti busana muslim, makanan halal serta pariwisata syariah terus menjamur di bumi pertiwi.

Seperti halnya OJK yang memaparkan bahwa perkembangan industri keuangan syariah secara umum hingga Februari 2017 terus mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yakni sebesar 897,13 triliyun rupiah. Selain itu, lembaga pengelola zakat dan wakaf terus bermunculan dan menginisiasi program-program kreatif untuk memberdayakan masyarakat.

Menjadikan ekonomi syariah sebagai arus utama ekonomi nasional berarti mendorong optimalisasi potensi ekonomi nasional disertai pemerataan ekonomi dan sosial. Hal ini tidaklah berarti bahwa pertumbuhan ekonomi hanya dinikmati oleh umat Islam. Umat Islam meyakini bahwa agama Islam memiliki sifat rahmatan lil ‘alamin, membawa kasih sayang kepada seluruh alam. Maka, pengelolaan ekonomi sesuai syariat Islam justru diyakini akan membawa manfaat bagi segenap komponen bangsa karena nilai-nilai seperti keadilan, keterbukaan, sinergi dan pemerataan ekonomi akan mengarahkan perekonomian nasional ke arah yang lebih baik.

Deklarasi ketujuh berbunyi “membentuk Komite Nasional Ekonomi Umat untuk mengawal Arus Baru Perekonomian Indonesia”. Butir deklarasi ini perlu menjadi fokus utama umat Islam saat ini. Deklarasi di atas tidak akan bermakna tanpa adanya pergerakan secara nyata oleh umat Islam sendiri selaku inisiatornya. Dan pergerakan memerlukan komando untuk melaksanakannya. Oleh karena itulah, Komite Nasional Ekonomi Umat yang dibentuk pasca KEU harus didukung oleh segenap komponen umat dan bangsa serta dikawal dalam pelaksanaannya.

Kebangkitan nasional yang ditandai dengan pergerakan nasional tidak lepas oleh kontribusi para pejuang dan Bapak Bangsa dalam mensinergikan segenap komponen bangsa untuk mewujudkan Indonesia yang merdeka. Pada masa kini, momentum kebangkitan nasional sangatlah tepat untuk merefleksikan gelora Kebangkitan Ekonomi Umat yang tengah hangat diperbincangkan. Umat Islam yang merupakan penduduk mayoritas Indonesia harus berperan aktif dalam mewujudkan kebangkitan ekonomi nasional. Hal tersebut tidak lain dan tidak bukan ialah dengan mengumpulkan segenap komponen umat dan mengakumulasikan sumber daya yang ada untuk mendorong kemajuan ekonomi bangsa. Dan yang terpenting adalah dengan menjadikan Ekonomi Syariah sebagai arus baru ekonomi bangsa yang bekeadilan dan membawa kesejahteraan. *

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry