SURABAYA | duta.co – Rakyat menganggap pemerintah sudah abai terhadap wong cilik. Lebih mementingkan proyek oligarki. Lahirnya UU memboyong Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur, membuktikan, bahwa kesenjangan semakin jomplang. Bahkan ada pertanyaan dari ekonom Dr Rizal Ramli, jangan-jangan pemindahan IKN  itu hanya untuk membuat Beijing Baru. “Maka, kita harus gagalkan secara konstitusional. Demi nasib wong cilik, saya akan gugat UU IKN ke pengadilan,” demikian H Tjetjep Mohamnmad Yasien kepada duta.co, Kamis (20/1/22) pagi.

Gus Yasien, demikian panggilan akrabnya, meminjam istilah para pengkritik kebijakan ini, bahwa, pemerintah sudah ugal-ugalan. Dalam kondisi keuangan negara yang rapuh, kondisi ekonomi wong cilik mega-megap, ternyata, DPR RI begitu tega mengesahkan proyek ratusan triliun. “Saya melihat ini sudah kebacut, kelewatan. Saya yakin keadilan pasti datang,” terang alumni PP Tebuireng ini.

Kritik yang sama disampaikan anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah. Ia menyoroti masih banyaknya guru honorer yang bernasib merana. Dan ini sudah berjalan bertahun-tahun. Sangat kontradiksi dengan kengototan pemerintah yang ngebut memindahkan Ibu Kota Negara, dengan anggaran hampir Rp 500 triliun.

“Miris sekali, ribuan guru honorer masih terkatung-katung nasibnya. Tahun berganti tahun, namun kesejahteraan dan kepastian status ketenagakerjaan mereka masih terabaikan. Sementara Pemerintah malah sibuk mengedepankan nafsu memindahkan ibu kota sesegera mungkin. Sangat memprihatinkan,”  demikian anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah.

Persoalan guru honorer, katanya, bak sebuah drama berseri yang tak kunjung usai. Bertahun-tahun persoalan guru honorer baik di sekolah negeri maupun swasta, terus mendulang isu pedih dan kritik.

Secara kesejahteraan nasib mereka amat memprihatinkan. Karena hanya mendapat kisaran gaji puluhan hingga ratusan ribu rupiah per bulan. Karena itu para guru honor ini sangat mendambakan untuk diangkat menjadi PNS demi kejelasan status dan peningkatan kesejahteraan.

Namun, lanjutnya, pemerintah kemudian menghentikan pengangkatan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) untuk formasi guru mulai 2021. Sebagai gantinya pemerintah meminta para guru honorer untuk mengikuti seleksi calon guru berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). “Ini memprihatinkan,” jelasnya.

Malah Sibuk Pindah IKN

Apalagi, tegasnya, dalam perjalanannya, proses seleksi ini ternyata memunculkan kegaduhan. Mulai dari janji pembukaan seleksi satu juta guru pada 2021 yang pemerintah revisi menjadi bertahap. Persyaratan mengukur rata semua kriteria di masa awal pembukaan seleksi, proses pelaksanaan yang memunculkan kesulitan bagi para peserta seleksi. Pun kriteria penilaian yang dianggap tidak adil, hingga ancaman ketidakadilan bagi sekolah swasta dan guru honorer tak lolos seleksi usai pengumuman kelulusan seleksi PPPK.

“Pemerintah nampak tidak matang dalam mempersiapkan proses seleksi PPPK ini. Selain beberapa bagian proses seleksi yang dianggap menyulitkan dan tidak adil, adanya kebijakan yang berubah, revisi, bahkan buruknya komunikasi dengan Pemda yang membuat banyak Pemda tidak mengajukan formasi guru juga menjadi satu paket masalah yang harus sesegera mungkin dievaluasi Pemerintah sebelum memutuskan seleksi tahap berikut di 2022 ini,” jelas Ledia

Memasuki tahun 2022, lanjutnya, persoalan guru honorer nampaknya masih tak kunjung usai. Usai penyelenggaran seleksi PPPK pada 2001 ternyata bermunculan pula masalah-masalah baru. “Dari berbagai keluhan, curhatan, aduan berbagai lembaga pemerhati pendidikan ke Fraksi PKS, juga dari berbagai kunjungan kerja yang kami lakukan, dalam pasca pengumuman hasil seleksi pun memunculkan masalah,” katanya.

Misalnya, jelas politisi PKS ini,  sekolah-sekolah swasta kini terancam kehilangan sangat banyak guru karena para guru honorer yang lolos seleksi ini ditarik di sekolah-sekolah negeri. Menjadi tidak adil bagi sekolah swasta yang sudah mengentaskan guru-guru berkualitas ini karena mereka harus mencari guru pengganti dan itu tidak mudah.

“Dan satu lagi, bagi para guru honorer di sekolah negeri yang tidak lolos seleksi PPPK, terancam pula kehilangan pekerjaan manakala posisi mereka tergantikan oleh guru PPPK cabutan dari sekolah swasta,” ungkap aleg dapil Kota Bandung dan Kota Cimahi ini pula.

Karena itu Sekretaris Fraksi PKS ini lantas meminta Pemerintah untuk segera merevisi proses rekrutmen PPPK guru sejak hulu sampai hilir. Ini dengan tidak lupa memasukkan kajian dan rencana mitigasi risiko dalam perekrutan guru PPPK ini.

“Segala kemungkinan harus kita pertimbangkan dan telisik risikonya,  bukan hanya dari sudut pandang pemerintah saja namun juga pihak Pemda dan lembaga pendidikan swasta. Karena persoalan pemenuhan kebutuhan guru, peningkatan kualitas kesejahteraan guru dan kejelasan status ketenagakerjaan guru menjadi tanggung jawab bersama dan tidak boleh saling meninggalkan satu sama lain. Ini butuh keseriusan ketimbang sibuk pindah ibu kota negara,” tutupnya. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry