Dr dr Eighty Mardian Kurniawati (kanan) menilai poster yang masuk dalam lomba edukasi pencegahan pernikahan dini. DUTA/ist

SUMENEP | duta.co – Pernikahan dini masih menjadi salah satu  masalah kesehatan reproduksi. Ini menjadi salah satu prioritas selain  di luar nikah, aborsi ilegal, ancaman infeksi menular seksual (IMS), kekerasan seksual, masalah psikologis seperti postpartum blues dan lain sebagainya.

Karena itu, dosen Fakultas Kedokteran (FK) dr Eighty Mardian Kurniawati dan dosen Psikologi,  Nur Ainy Fardana, Universitas Airlangga (Unair)  melakukan edukasi tentang kesehatan reproduksi dan psikologi remaja, di Sumenep, beberapa waktu lalu.

Edukasi ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pernikahan diri agar menghindari terjadinya kasus stunting pada anak di kemudian hari.

“Kasus kesehatan reproduksi lainnya dapat menjadi sebuah konsekuensi dari adanya pernikahan dini,” ujar dr Eighty selaku ketua tim pengmas.

Berdasarkan data, jumlah remaja di Jawa Timur 2020 menduduki peringkat kedua se-Indonesia, yaitu dengan jumlah 5.976.856 jiwa. Namun kenyataannya kasus permasalahan remaja di Jawa Timur juga banyak, seperti masih maraknya pernikahan usia dini terutama di kota kecil atau daerah kabupaten yang cenderung pedesaan.

Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Kependudukan Jawa Timur (DP3AK Jatim) mencatat adanya peningkatan perkawinan anak di bawah umur selama 2019 – 2020.

Berdasarkan data dari Seksi Kantor Urusan Agama dan Keluarga Sakinah Kanwil Kemenag Jatim, ada 12.460 anak di bawah umur di Jatim yang menikah di sepanjang 2020. Data tersebut menunjukkan bahwa jumlah anak laki-laki yang menikah di bawah umur sebanyak 3.078 orang dan jumlah perempuan jauh lebih banyak yaitu sebesar 9.302 orang.

Dikatakan dr Eighty, Sumenep dipilih karena merupakan salah satu kabupaten dengan jumlah perkawinan di bawah umur yang cukup tinggi.

Data dispensasi untuk perkawinan anak di bawah umur dari pemerintah kabupaten Sumenep pada tahun 2020 mencapai 2.029 kasus, bahkan di empat bulan pertama di tahun 2021 dispensasi kawin juga telah tercatat sebesar 533 kasus.

Dari kegiatan ini, kata dr Eighty, siswa jmemperoleh buku terkait pernikahan dini, tinjauan aspek kesehatan reproduksi dan psikologi yang sudah ber-ISBN (International Standard Book Number).  Buku ini adalah karya dua pemateri bersama mahasiswa yang terlibat.

Mahasiswa yang terlibat yaitu mahasiswa S1 kedokteran atas nama Cahyani Tiara Safitri, Agde Muzaky Kurniawan. Mahasiswa S2 Kesehatan Masyarakat yaitu Nur Anisah Rahmawati dan Vina Firmanty Mustofa.

Selain materi edukasi terkait risiko pernikahan dini, kegiatan pengabdian masyarakat juga diisi dengan workshop Basic Communication Skill yang disampaikan oleh Rosda Rosdiyanadan pembuatan poster digital oleh Rohiim Aiful.

Siswa diberikan penugasan dan mengikuti lomba poster. Dikatakan dr Eighty,  pihaknya berharap siswa  dapat memiliki kemampuan untuk membagikan ilmu pengetahuan yang diperolehnya serta dapat menyusun media promosi kesehatan sesuai dengan kemajuan teknologi.

“Poster merupakan salah satu media yang digunakan dalam pendidikan kesehatan. Poster dapat menjadi media kesehatan yang paling efektif, paling ekonomis dan paling rasional. Dalam kegiatan pengabdian masyarakat ini, semoga siswa dapat menyebarkan pengetahuannya tentang risiko pernikahan dini,” ungkap dr Eighty.

Dari lomba poster, di SMAS Plus Miftahul Ulum Sumenep ada 12  karya para siswa telah dinilai dan ditentukan juara. Juara 1 atas nama Wardatus Syarofatul Jamiliyah, juara 2 atas nama Nandita Apriliana dan Juara 3 atas nama Fera Elis. ril/end

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry