PELAKU UMKM : Khoiriyah didepan stand Mbak Iing, yang berjualan di departement Store Dira di Kencong, Jember. (dok/duta.co)

SURABAYA | duta.co – Yang namanya rentenir, pemberi pinjaman dengan bunga tinggi dan bank illegal yakni perseorangan ataupun perusahaan yang mengumpulkan dana masyarakat tidak dilengkapi ijin resmi dari pemerintah lazim bergentayangan di pasar-pasar tradisional.

Saking banyaknya mereka hadir dan jemput bola di lapisan terbawah masyarakat yakni di pasar-pasar tradisional,  mendatangi rumah-rumah warga, tidak sedikit masyarakat mengangapnya dewa penolong. Bagaimana tidak, mereka hadir kala dibutuhkan dan sangat mudah mendapatkannya dan tidak ribet.

Padahal di balik semua itu, masyarakat harus menanggung biaya tinggi karena bunga yang ditetapkan jauh ditas ketentuan rata-rata bunga harian yang ditetapkan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Meski cicilannya harian, beban bunga yang ditetapkan rentenir bisa mencapai 30 persen dalam sebulan. Jumlah yang sangat besar, dan memberatkan masyarakat untuk mengembalikannya.

Bagi pelaku Usaha Menengah Kecil Mikro (UMKM) seperti Khoririyah pemilik warung dan usaha makanan “Mbak Iing” di Desa Kencong, Kecamatan Kencong Kabupaten Umbulsari ini sangat besar dan berat tanggungannya. Namun demkian tidak sedikit pedagang pasar, masyarakat bawah yang justru mengambilnya karena terpaksa dan membutuhkan.

“Sebenarnya mereka tahu bebannya besar dan berat. Tapi kenapa mereka tetap mengambilkanya karena tidak ada pilihan lain. Untuk pinjam di Bank Perkeditan Rakyat (BPR) dan Bank yang ada, prosesnya rumit, juga tidak ada jaminan yang bisa diandalkan untuk proses pengajuan. Sementara yang mereka butuhkan tidak terlalu besar paling banter dibawah Rp 5 juta,” katanya dalam satu perbincangan sembari melayani pembeli.

Yang terjadi selama ini jelas Iir, panggilan akrabnya kenapa masyarakat masih mau menggunakan jasa rentenir dan bank illegal yang jelas-jelas memberatkan dalam pengembalian salah satunya karena minimnya pengetahuan. Dalam benak mereka untuk masuk ke BPR ataupun Bank malas karena pasti ruwet, antri dan menunggu waktu lama.

“Sementara di rentenir kala mereka butuhkan uang, saat itu juga bisa didapatkan. Prosesnya cepat dan itulah yang dilakukan rentenir dan bank illegal menjaring nasabah. Saya sendiri sering didatangi rentenir untuk pinjam uang dan bank illegal untuk pengumpulan uang, namun untungnya tidak pernah tergoda karena memikirkan bebannya yang berat.”

“Maunya meringankan bisa malah menjadi boomerang. Apalagi kalau pas jatuh tempo tidak bisa mengembalikan, bisa berlipat-lipat jumlahnya. Bahkan pokoknya bisa kalah dengan beban bunga yang harus ditanggung,” ujar Iir.

Diakui Iir, sejumlah BPR dan Bank pemerintah saat ini sudah banyak yang jemput bola mendatangi para pedagang dank e rumah warga untuk mengambil tabungan dan cicilan pinjaman yang wajib mereka bayarkan. Sehingga tidak perlu lagi datang ke kantor BPR ataupun Bank yang ada untuk setor.

“Tapi bagaimanapun juga para rentenir dan bank illegal lebih lihai merayu dan mendekati magsanya para pedagang pasar tradisional dan masyarakat bawah. Dengan iming-iming cicilan harian, lebih mudah dan ringan membuat mereka banyak tergiur. Padahal kalau dikalkulasi tetap akan jauh lebih besar dibanding pinjam di BPR dan Bank resmi yang dilindungi LPS.”

Persoalan menjadi berbeda ketika bisnis para pedagang pasar tradisional dan masyarakat bawah tersendat sehingga tidak bisa mencicil harian. Akibatnya, beban bunga menjadi terus bertambah tiap harinya dan akan terus membesar tanpa ada toleransi apalagi restrukturisasi. Kenyataan inilah yang kerap terjadi selama ini.

“Banyak pedagang pasar dan masyarakat kecil tidak bisa keluar dari masalah pinjaman dan tidak bisa bangkit. Tidak ada salahnya secara regular dari LPS turun langsung memberikan edukasi kepada masayarakat sehingga lebih paham ketika melakukan pinjaman dan menyimpan pada lembaga yang benar dan mendapatkan lindungan dari LPS. Kalau ada masalah, bank tutup dananya tetap bisa kembali,” tegas Iir dengan penghasilan tiga gerai yang dimiliki kisaran Rp 15 juta dalam sebulan.

Tidak jauh yang dihadapi Khoiriyah, mantan pekerja migrant dari Singapura yakni Komariyah, warga Desa Sukoreno, Kecamatan Umbulsari Kabupaten Jember ini tidak kalah serunya. Tantangan terbesar Komariyah yakni menghadapi tawaran investasi termasuk bank illegal yang menawarkan imbal hasil lebih tinggi dari ketentuan bunga LPS.

“Buruh migrant identik dengan punya dana besar yang dikirimkan tiap bulannya kepada keluarga di Indonesia. Banyak yang menawarkan investasi dengan iming-iming gain mulai 25 persen sampai 50 persen per bulannya. Juga ada rentenir yang datang menawarkan untuk membeli sawah dan lain lain dengan cicilan per bulan,” jelas Komariyah yang menjadi pekerja migrant di Singapura lebih dari 25 tahun.

Namun bagi Komariyah, meski besarnya iming-iming yang ditawarkan tidak bergeming dan tertarik. Pasalnya juragannya di Singapura sudah membekali tentang perencanaan keuangan termasuk memilh bank yang resmi dan dijamin. Sehingga simpanan dananya aman dan tidak khawatir terjadi penyalahgunaan.

“Tidak sama sekali tertarik. Proses pengiriman dari Singapura ke Indonesia juga menggunakan bank resmi. Dan hasilnya bisa untuk sekolahkan tiga anakya sampai Perguruan Tinggi, renovasi rumah dan membeli sawah. Kini ada tambahan dengan usaha ternak bebek untuk kelangsungan hidup dan menambah pendapatan selaian hasil sawah,” kata Komariyah.

Diakui Komariyah, tidak semua pekerja migrant yang bisa mengelola keuangannya dengan baik salah satunya karena tergiur iming-iming investas illegal dan banak illegal yang tidak bisa dipertanggungjawabkan.

“Apalagi kalau yang menerima dan mengelola di Indonesia tidak paham, bisa saja hasil bertahun-tahun kerja di luar negeri tidak berwujud, malah punya utang. Perlunya edukasi yang berkelanjutan dari pemerintah, dalam hal ini LPS. Caranya bisa lewat media massa, radio ataupun lebih efektif kalau edukasi turun langsung di pasar tradisional ataupun desa. Bila itu dilakukan secara otomatis mengurangi gerak rentenir dan bank illegal,” kata Komariyah.

Harun Al Rasyid, BS, MIEB, Ph.D, Kaprodi Islamic Banking FEB Unisma mengatakan secara umum, perkembangan teknologi digital yang diikuti dengan kemunculan fintech telah memberi alternatif keuangan bagi masyarakat. Terutama yang terkait dengan prosedur pengajuan pembiayaan yang lebih mudah atau menawarkan investasi dengan return yang lebih tinggi.

“Yang pasti, LPS harus meningkatkan sosialisasi melalui kanal-kanal digital terkait Lembaga keuangan yang berijin, standar bunga untuk simpanan/investasi dan juga pembiayaan, Kalau terkait Lembaga keuangan Syariah bisa dijelaskan juga batas kewajaran porsi bagi hasil yg ditawarkan,” jelasnya.

Untuk maksimalisasi edukasi dan sosialisasi, Harun menambahkan LPS juga perlu bersinergi dengan OJK untuk adaptasi terkait kemudahan-kemudahan yang ditawarkan oleh fintech. Agar masyarakat tidak mudah tertarik dengan Lembaga keuangan illegal yang menawarkan kemudahan dalam proses pinjaman atau bunga tinggi dalam investasi.

“Kuncinya banyak yang tertarik di fintech karena faktor kemudahan. Sehingga ada orang yang bisa pinjam lebih dari satu fintech. Ke depannya bisa ada semacam BI checking, dengan menggunakan teknologi big data yg bisa digunakan oleh Lembaga keuangan non bank yg pelayanannya berbasis teknologi seperti fintech.”

Tujuannya jelas Harun membatasi terjadinya penumpukan pinjaman. Jadi ketika orang tersebut msih punya tunggakan di salah satu fintech, maka tidak bisa apply di fintech lain. Banyak kasus satu orang bisa pinjam di banyak fintech sehingga bukannya membantu malah menambah beban piutang dengan bunga yang besar.

“Kalau di bank ada BI checking, makanya BI seharusnya juga bisa buat database yang bisa jadi rujukan fintech sekaligus melindungi masyarakat dari jeratan pinjol,” jelas Harun.

Kalau itu dilakukan masih kata Harun, peran LPS dalam menjaga stabilitas sistem perbankan guna mendorong percepatan pemulihan ekonomi di masa pandemi bisa on the track dan perekonomian bisa lebih cepat pulih.

Fungsi LPS menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif dalam memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai dengan kewenangannya. Tugas LPS adalah menjamin simpanan nasabah maksimal yang dijamin Rp 2 miliar apabila bank mengalami masalah dan dilikuidasi LPS

Simpanan nasabah bank konvensional yang dijamin LPS berbentuk: tabungan, deposito, giro, sertifikat deposito, dan bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. Selain itu, LPS juga menjamin simpanan nasabah bank syariah yang berbentuk: giro wadiah, tabungan wadiah, tabungan mudharabah dan deposito mudharabah. Imm

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry