Ahmad Fahmi Ardiansyah saat memberikan arahan dalam sebuah acara. (FT/IST)

SURABAYA | duta.co –  Hasil Jajak Pendapat (JP) Litbang Kompas pada 24 September-7 Oktober 2022, ternyata, menempatkan Ketua Umum DPP PKB,  Muhaimin Iskandar (Cak Imin) di urutan buncit, hanya 0,3 persen. Ini berbeda jauh dengan posisi mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang, menang telak di wilayah DKI Jakarta. Bagaimana reaksi para santri?

“Hasil jajak pendapat ini menunjukkan, bahwa, santri sudah melangkah lebih jauh. Politisi santri harus paham ini. Tidak bisa politik hanya jualan primordialisme, menakut-nakuti dengan isu wahabi. Ini justru menjadi bahan tertawaan santri,” demikian Ahmad Fahmi Ardiansyah, Ketua Forum Santri Anti Korupsi (FORSAK), alumni PP Tebuireng Jombang dan PP Gontor Ponorogo ini, kepada duta.co, Kamis (3/11/22).

Lebih Rasional

Soal Capres, tegas Fahmi, rakyat tidak peduli dengan isu radikal dan garis keras. Buktinya, Pak Anies Baswedan yang terus mereka bully dengan isu dukungan kelompok radikal, garis keras, justru mendapat dukungan yang luar biasa dari warga DKI. “Apakah warga DKI itu garis keras, radikal? Tidak. Yang jelas, warga DKI lebih rasional dalam memilih pemimpin,” tegasnya.

Litbang Kompas sendiri, Rabu (26/10/2022) merilis hasil jajak pendapat, dan menunjukkan, suara Anies Baswedan  di DKI Jakarta unggul telak. Datanya, pemilih Anies banyak berasal dari gugus Maluku-Papua, khususnya Maluku Utara.

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) itu juga kuat di Aceh, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Tenggara. Sementara, di Sumatera Barat, suara Anies mulai mengimbangi Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.

Ganjar masih menjuarai survei dengan elektabilitas 23,2 persen. Angka itu naik dari survei periode Juni 2022. Saat itu, elektabilitas Ganjar sebesar 22 persen. Sementara, Prabowo mengantongi elektabilitas 17,6 persen, merosot tajam dibanding survei sebelumnya sebesar 25,3 persen. Anies Baswedan dengan elektabilitas 16,5 persen. Angka itu naik dari 12,6 persen pada survei sebelumnya.

Tingkat keterpilihan tokoh-tokoh lainnya yakni Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno (2,5 persen), lalu Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa (2,3 persen). Selanjutnya, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY (2,2 persen), dan Menteri Sosial Tri Rismaharini (1,2 persen). Ada pula nama Ketua DPR RI Puan Maharani (1 persen), lalu mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok (0,7 persen). Di urutan selanjutnya ada Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto (0,5 persen), terakhir (buncit) Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar (0,3 persen).

Isu Murahan

Menurut Fahmi, sebaran suara santri itu, nyaris merata di seluruh partai. Artinya, santri tidak bisa mereka dekte dengan isu-isu murahan. “Sekarang santri sudah bicara lebih jauh, misalnya, ada isu Indonesia hendak di-Suriah-kan, ini akan terjawab sendiri, bahwa itu tidak betul. Maka muncul perlawanannya, Indonesia mau di-China-kan. Isu-isu seperti ini sudah merebak di kalangan santri,” tegasnya.

Lalu, soal partai, PKS yang selama ini mereka stigma sebagai sarang wahabi, faktanya justru banyak terisi tokoh-tokoh NU. Siapa yang tidak mengenal Habib Salim (Ketua Majelis Syuro PKS. Habib Salim Segaf Al-Jufri red.). Siapa yang tidak tahu background Presiden PKS, H Ahmad Syaikhu. Beliau ini santri (Buntet) tulen. PKS sekarang banyak berasal dari politisi santri, warga nahdliyin,” terangnya.

Jadi? Politik itu kinerja. “Orang akan melihat sejauh mana mereka berkomitmen, berjuang memperbaiki nasib rakyat. Politik tidak bisa mengandalkan isu primordialisme. Saya yakin, Pilpres dan Pileg 2024, nahdliyin tidak akan mau terkurung, ditakut-takuti isu murahan, seperti sarang wahabi, garis keras, radikal. Kita sudah melangkah lebih jauh,” pungkasnya. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry