Sejumlah warga Kampung Tusuk Sate Gang Krupuk RT/RW 3/7 Kelurahan Perbon, Kecamatan Tuban, Kabupaten Tuban sedang memproses pembuatan tusuk sate.

TUBAN | duta.co – Hari Raya Idul Adha 1443 H/2022 menjadi berkah tersendiri bagi para pengerajin tusuk sate di Kelurahan Perbon, Kecamaran Perbon, Kabupaten Tuban. Bahkan jelang Idul Adha, pesanan di ‘kampung tusuk sate’ meningkat hingga 50 persen.

Salah seorang pengerajin tusuk sate Sri Rejeki (39)  saat ditemui duta.co, Kamis (7/7/2022) di sela-sela membuat tusuk sate menuturkan, di hari biasa dirinya mampu membuat 50 ikat tusuk sate.

“Kalau hari biasa tiap harinya bisa membuat kurang lebih 50 ikat tusuk sate, maklum mas membuatnya manual tidak pakai mesin, jadi prosesnya lebih lama dan butuh ketelatenan,”  terangnya.

Lebih lanjut, wanita yang tinggal di Gang Krupuk RT/RW 3/7 Kelurahan Perbon ini menambahkan, untuk menghasilkan seikat tusuk sate, dirinya bersama 30 keluarga membutuhkan bambu yang dipotong kecil menggunakan gergaji. Setelah itu dipotong lagi menjadi beberapa bagian menggunakan parang, bambu yang telah dipotong kecil-kecil itu diruncingkan dan dihaluskan sebelum nantinya diambil oleh pemesan atau agen.

“Setelah jadi tidak langsung dijual atau diambil oleh pemesan, masih diproses lagi, potongan bambu yang telah jadi tusuk sate harus dijemur sehari untuk menghindari jamur,” jelasnya.

Ia juga menyampaikan, dirinya bersama ibunya Sumarni (60) merupakan warga yang masih membuat tusuk sate di Idul Adha ini telah menerima pesanan 100 ikat dari toko terdekat.

“Satu ikat tusuk sate kita jual Rp1.000. Biasanya para agen yang datang ke rumah, sehingga kami fokus memproduksinya,” ucapnya

Perempuan ramah itu telah mulai belajar membuat tusuk sate saat usianya belasan tahun dari ibunya. Keahlian tersebut merupakan warisan keluarga dan mampu menjadi penghasilan harian keluarganya.

“Sejak kecil lihat ibu buat tusuk sate. Jadi, awalnya bantu-bantu dan sekarang sudah mahir,” katanya.

Sedangkan Sumarni di usia senjanya juga nampak eksis menghaluskan bakal tusuk sate. Meskipun tenaganya tak secepat anaknya, namun ia sangat telaten dan tusuk sate buatannya sangat halus.

“Dulu mulai belajar tusuk sate juga dari orang tua. Saat itu umur 25 tahun,” sambungnya sambil terkekeh.

Untuk memproduksi tusuk sate, dalam sepekan keluarga Sumarni membutuhkan 20 batang bambu yang dibelinya dari Kecamatan Semanding dan Merakurak. Untuk pemasarannya di Kecamatan Palang, Tuban Kota, Jenu, dan Merakurak.

“Untuk bahannya bambu kami beli perbambu harganya Rp25.000, tapi kalau pas bambu sulit didapat harganya kadang mencapai Rp35.000,” pungkasnya. (sad)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry