Mbah Wahab dan Majalah NU 'Berita Nahdlatoel Oelama'. (FT/IST)

JOMBANG | duta.co — WAKIL Sekjen PBNU H Abdul Mun’im DZ mengungkapkan, bahwa, siasat politik Mbah Wahab (KH Abdul Wahab Chasbullah red), menghadapi lawan, melebihan kelihaian Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid). Hal ini disampaikan dalam sarasehan PWI Jombang bertajuk “Meneladani Mbah Wahab, Membangkitkan Spirit Perjuangan Lewat Tulisan”, Rabu (17/3/21) di Pendopo Kabupaten Jombang.

“Gus Dur memang (dikenal) lihai menghadapi melawan politik. Gus Dur begitu cerdas membuat jebakan-jebakan politik, sehingga tidak terantisipasi lawan. Dalam posisi sulit, Gus Dur masih bisa bermanuver. Tetapi, ini masih kalah lihai dengan Mbah Wahab. Istilahnya, kalau Gus Dur dalam percaturan politik bagaikan ‘Belut Kecempung Oli’, tetapi Mbah Wahab ini justru ‘Sili Kecemplung Oli’. Semakin sulit dijinakkan lawan,” jelas H Abdul Mun’im DZ.

Menurut Cak Mun’im, panggilan akrabnya, Mbah Wahab itu sangat memahami medan perjuangan. Ada tiga jejak yang bisa ditelusuri dari perjuangan Mbah Wahab. Pertama, Mbah Wahab menggunakan peran penting media massa. Kedua, Mbah Wahab memanfaatkan keberadaan Partai Politik, dan ketiga, Mbah Wahab menguasai strategi militer.

Mbah Wahab sebagai jurnalis, sudah terekam apik dalam buku Cak Anam (H Choirul Anam) bertajuk ‘KH Abdul Wahab Chasbullah – Hidup dan Perjuangannya’. Dijelaskan, bahwa, tahun 1930, baru lima bulan setelah NU diakui Gubernur Jenderal Hindia Belanda sebagai organisasi, sudah digagas majalah NU bernama ‘Swara Nahdlatoel Oelama’.

Tampak dari kiri: Sekretaris Umum Muslimat NU, drg Hj Ulfah Mashfufah MKes mewakili Kiai Wahab Chasbullah Foundation, Cak Anam, Cak Mun’im dan moderator Yusuf Wibisono. (ft/duta.co)

“Ini konseptornya Mbah Wahab. Luar biasa. Saat itu Majalah internal NU bernama ‘Swara Nadlatul Oelama’ masih menggunakan bahasa Jawa dengan tulisan Arab pegon. Tetapi, karena orang di luar NU juga semakin banyak yang ikut membaca, maka, diubah menjadi Berita Nahdlatoel Oelama, Oestoesan Nahdlatoel Oelama, dengan menggunakan bahasa Indonesia dan tulisan latin,” jelas Cak Anam dalam sarasehan tersebut.

Artinya, lanjut Cak Anam, Mbah Wahab dan para pendiri NU saat itu, sudah sadar betul pentingnya peran media massa. Bahkan, dalam fakta sejarahnya, tertulis jelas di Majalah Berita Nahdlatoel Oelama, sebagai Mede Redacteur adalah KH Hasyim Asy’ari, KH Abdul Wahab Chasbullah dan KH Bishri Syansuri.

“Hebatnya lagi, untuk menjamin agar majalah itu bisa terbit secara teratur dan lancar, Mbah Wahab mengajak sejumlah kawan urunan beli mesin cetak sendiri. Dari sisi managemen, ini luar biasa. Jadi, begitu total pengabdian Mbah Wahab untuk membesarkan dan mengembangkan NU. Semua tidak mengira, bahwa Mbah Wahab begitu paham tentang pentingnya media massa,” jelas Cak Anam.

Kecerdasan Mbah Wahab membaca peluang media massa ini, jelas Cak Anam, harus diteladani oleh insan pers, termasuk warga NU sendiri. “Karena itu, upaya PWI Jombang membangkitkan spirit menulis, meneladani perjuangan Mbah Wahab, ini sangat penting. Tularkan budaya menulis dan membaca, karena ini jalan cepat untuk mencerdaskan bangsa,” pungkasnya. (bersambung)

LAPORAN: MUHTAZUDDIN

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry