FT/suaramuhammadiyah.id

SURABAYA | duta.co – Ketua Harian Pergerakan Penganut Khitthah Nahdliyyah (PPKN), H Tjetjep Mohammad Yasien SH, MH mengaku geram menyaksikan aksi penjebolan papan nama (plang) Muhammadiyah di Desa Tampo, Kecamatan Cluring, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.

“Ini tidak boleh kita biarkan. PPKN akan turun ke lokasi. Apa pun masalahnya, penjebolan paksa papan nama organisasi, adalah pelanggaran. Polisi tidak boleh diam. Jangan mau diadu domba, jangan sakiti Muhammadiyah,” demikian Gus Yasien panggilan akrab H Tjetjep Mohammad Yasien SH, MH kepada duta.co, Senin (28/2/22).

Ya! Proses penjebolan papan nama Muhammadiyah itu, viral di media. Akun twitter @TofaTofa_id mengunggah video pencopotan plang Muhammadiyah di sebuah masjid di Desa Tampo pada Jumat (25/2/2022) sore WIB.

“Muhammadiyah Banyuwangi, insya Allah akan menempuh jalur hukum atas perilaku ini. Mohon doanya. Kejadian 25 Februari 2022. @bukan_ustad @drhandri,” demikian Mustofa Nahrawardaya, https:digdaya.republika.co.id, Ahad (27/2/2022).

Prosesi pencopotan plang tersebut juga terunggah channel Youtube Discovery Banyuwangi, yang menayangkan video selama 25 menit. Di sini tampak camat, kepala desa, kepala kantor urusan agama (KUA), dan Bintara Pembina Desa (Babinsa) ikut mengawal pencopotan plang nama organisasi masyarakat (ormas) Islam terbesar kedua di Indonesia.

Menurut Gus Yasien, hadirnya Forpimka di lokasi itu, justru semakin membuatnya heran. Ini menandakan, betapa mereka tidak paham, bagaimana perasaan sedih dan marah umat, khususnya warga Muhammadiyah. “Apalagi, informasi yang kami terima, ada masalah atau proses hukum yang, mestinya sama-sama kita junjung tinggi. Bukan main preman seperti itu,” jelasnya.

Suara Muhammadiyah lewat https://suaramuhammadiyah.id/, bisa kita simak. Media ini membuat judul:  Penurunan Paksa Papan Nama Muhammadiyah Tampo Banyuwangi. Kemudian ada sub judul: Demi Alasan Kondusifitas, Forpimka Cluring Turunkan Paksa Papan Nama Muhammadiyah Tampo. “Terus terang, sebagai warga NU kami juga tidak bisa diam melihat perlakuan ini,” terang pengacara senior tersebut.

Belum Jadi Solusi

Masih di media Muhammdiyah, Takmir Masjid Al Hidayah bersama Pimpinan Ranting Muhammadiyah Tampo dan Pimpinan Cabang Muhammadiyah Cluring, menjelaskan, bahwa sebelum ada inkrah (inkracht van gewijsde) atau keputusan tetap dari pengadilan terkait legalitas dan pengelolaan masjid, maka, sebaiknya TIDAK DITURUNKAN LEBIH DAHULU. Selain itu pimpinan ranting menjamin bahwa selama ini ada atau tidak papan nama, masjid ini oleh masyarakat sekitar sudah diyakini merupakan masjid pusat dakwah Muhammadiyah.

“Saya rasa apa yang menjadi kesimpulan dari Forpimka tersebut belum bisa menjadi solusi penengah bagi permasalahan masjid ini, dan juga kami masih perlu berkoordinasi dengan pimpinan kami yang di atas lagi seperti pimpinan daerah. Tapi sepertinya oleh camat tindakan ini berjalan terus, padahal camat tidak berwenang untuk melepas papan nama jika belum ada kepastian hukum,” ujar Sudarto Efendi, Pimpinan Ranting Muhammadiyah Tampo.

Lama negosiasi antara Forpimka dan pimpinan ranting, beberapa orang memaksa menurunkan papan nama langsung bergerak segera melepas, dan hal ini sempat kepala dusun cegah. Namun bukannya berhenti, mereka justru mengeluarkan alat pemotong yang sudah mereka siapkan. Melihat hal ini Forpimka terkesan diam saja dan melakukan pembiaran terjadinya penurunan paksa papan nama oleh beberapa warga dengan cara emosi dan beringas.

Sementara, Pimpinan Daerah Muhammadiyah Banyuwangi melalui Majelis Hukum dan HAM menyayangkan kejadian ini, pemerintah desa dan kecamatan terkesan tidak berada di tengah-tengah masyarakatnya. Sebab dalam mediasi-mediasi sebelumya tanpa menampung dasar-dasar yang tersampaikan oleh takmir masjid dan pimpinan ranting Muhammadiyah, bahkan lebih menunjukkan arogansi kepala desa dan camat.

“Kami yang hadir sebagai pendamping takmir dan pimpinan ranting saat mediasi di kecamatan justru mereka anggap orang luar Cluring yang ikut campur urusan ini. Padahal saya ada tertulis dalam undangan dan berhak untuk menyampaikan pendapat dan dasar-dasar baik dari sisi legalitas formal dokumen yang kita miliki maupun sejarah pengelolaan masjid serta lahan yang ada,” tegas Wahyudi Iksan, MH, Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Daerah Muhammadiyah Banyuwangi.

Menurut Gus Yasien, ini jelas tindakan ngawur. Apalagi ada aparat. “Patut kita duga ada setingan memecah belah umat. Polisi harus bergerak menindak para pelaku yang mengintimidasi pengurus Muhammadiyah Cluring Banyuwangi dan juga menangkap semua mereka yang terlibat dalam perusakan papan nama Muhammadiyah Cluring Banyuwangi,” tegasnya.

Ada juga yang menggunakan alasan kontroversi wakif. Kabarnya, menurut DMI (Dewan Masjid Indonesia) Kabupaten Banyuwangi, wakif masjid tersebut berasal dari orang Muhamadiyah, tapi setelah Kepala KUA Cluring teliti, wakifnya cacat hukum dan jamaah di sekitar masjid mayoritas bukan Muhamadiyah. Jamaah Muhammadiyah hanya 25 persen.

“Ini juga alasan bodoh. Wakif cacat hukum? Apakah dengan begitu bisa seenaknya menjebol papan nama? Apa tidak ada jalan lain untuk saling menghormati sesama muslim? Apa karena merasa mayoritas, kemudian boleh bertindak seenaknya? Ini berbahaya, kami akan turun lapangan,” pungkasnya. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry