Andi Mulya, SH, MH

SURABAYA | duta.co – Andi Mulya, SH, MH CPCLE dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) ASTRANAWA, Surabaya, mengaku heran membaca berita (putusan) Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat memerintahkan KPU (Komisi Pemilihan Umum) untuk menunda Pemilu 2024.

“Ini putusan bermasalah, bikin goro-goro. Bahaya. Bagaimana bisa hakim PN memerintahkan KPU? Lalu, untuk apa putusan MK (Mahkamah Konstitusi) yang, baru saja menolak perpanjangan masa jabatan presiden? Bukankah menunda pemilu itu, sama dengan memperpanjang masa jabatan presiden,” demikian Andi Mulya kepada duta.co, Kamis (2/3/23).

Menurut Andi, pengadilan itu memiliki domain tersendiri.  Ia menilai hakim pengadilan negeri tak punya kompetensi untuk menunda pemilu. Pengadilan negeri tak mempunyai yurisdiksi (kewenangan bedasarkan hukum) dan kompetensi untuk memutuskan penundaan pemilu. Sehingga putusan majelis hakim terkait penundaan pemilu, menjadi tanpa dasar.

“Aneh saja. Ada apa ini? Kita patut bertanya. Penegak hukum jangan main api dengan masalah pemilu. Hakim PN itu tidak punya kompetensi untuk menunda pemilu. Apalagi, baru saja MK memutus, tidak ada perpanjangan masa jabatan prersiden,” jelas Andi serius.

Menurut pengacara muda Surabaya ini, penundaan pemilu itu baru bisa dilakukan apabila situasi benar-benar genting. Kondisinya tidak memungkinkan, misalnya, ada perang atau bencana alam.

“Lha, sekarang ini tidak ada masalah, baik-baik saja. Kan aneh. Kalau negara dalam kondisi perang, mungkin. Itu pun harus dengan dasar yang kuat. Bukan putusan PN yang tidak memiliki yurisdiksi,” terangnya.

Bagaimana dengan gugatan Partai Prima? Menurut Andi, ada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Kalau pun Partai Prima dirugikan, maka, dia bisa diberikan hak untuk mengikuti tahapan pemilu berikutnya. “Tidak perlu ada penundaan segala,” pungkasnya.

Seperti diberitakan, putusan PN Jakpus itu tertuang dalam putusan perdata yang diajukan Partai Prima dengan tergugat Komisi Pemilihan Umum. “Menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan tujuh hari,” seperti dikutip dari salinan putusan, Kamis, 2 Maret 2023.

Putusan tersebut dibacakan oleh Majelis Hakim pada Kamis, 2 Februari 2023. Adapun Ketua Majelis Hakim yang menyidangkan gugatan tersebut adalah T. Oyong, dengan hakim anggota H. Bakri dan Dominggus Silaban.

Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum. Ada pun perbuatan melawan hukum yang dimaksud adalah KPU menyatakan Partai Prima tidak memenuhi syarat dalam tahapan verifikasi administrasi partai politik calon peserta pemilu.

Selain penundaan, pengadilan juga menghukum KPU membayar ganti rugi materiil sebanyak Rp 500 juta. Pengadilan juga menyatakan bahwa penggugat, yakni Partai Prima adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi.

Warning Rocky Gerung

Sebelumnya, pengamat politik, Rocky Gerung mengingatkan adanya revolusi oleh masyarakat apabila pemilihan umum (Pemilu) 2024 ditunda. “Ya revolusi lah (kalau Pemilu ditunda),” kata Rocky di sela-sela mengikuti aksi demonstrasi menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja (Ciptaker) di depan Gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (28/2/2023).

Menurut Rocky, Pemilu merupakan hak dasar warga negara untuk dipilih dan memilih yang digelar secara periodik. Itu harus dilakukan. “Karena setiap penundaan, artinya ada rencana kejahatan,” ujarnya. (mky,net,det)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry