Pelantikan anggota APSAI Tulungagung yang dilakukan secara virtual, Rabu (16/12/2020). DUTA/ist

APSAI Harus Bisa Mewujudkan Kota Layak Anak

SURABAYA | duta.co – Anak-anak Indonesia, wajib dan harus memiliki akte kelahiran. Hal itu salah satu syarat mutlak untuk menjadikan satu daerah, kota atau kabupaten sebagai Kota Layak Anak (KLA). Hal tersebut diungkapkan Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian PPPA Leny N Rosalin sela Advokasi dan Pelantikan Pengurus APSAI Tulungagung, Rabu (16/12/2020).

Dikatakan Lenny, jangan sampai anak Indonesia tidak memiliki akte kelahiran karena itu adalah hak anak. Dan dengan tidak memiliki akte kelahiran akan menimbulkan permasalahan-permasalahan yang bisa merugikan anak itu sendiri.

“Dari data yang ada, 95 persen anak-anak korban perdangan manusia dan sejenisnya itu tidak memiliki akte kelahiran. Mereka diculik dan diperdagangkan, negara tidak bisa mencari solusinya karena dia tidak memiliki akte kelahiran. “Kalau mau jadi Kota Layak Anak maka 100 persen anak-anak yang ada di situ harus punya akte kalahiran,” ungkap Lenny.

Untuk bisa mewujudkan Kota Layak Anak, kata Lenny dibutuhkan peran serta banyak pihak. Selain pemerintah setempat, ada pihak-pihak lain yang harus mendukung hal itu. Salah satunya adalah peran serta bidang usaha atau perusahaan. “Saat ini kan sudah ada Asosiasi Perusahaan Sahabat Anak Indonesia  atau APSAI. Kehadiran APSAI harus bisa melengkapi langkah pemerintah untuk menata semua kesejahteraan bagi anak-anak,” jelasnya.

Salah satu pemerintah daerah yang ingin menjadi Kota Layak Anak adalah Tulingagung. Dan APSAI Tulungagung pun sudah terbentuk. “Melihat komitmen Kabupaten Tulungagung dalam memberikan banyak fasilitas bagi anak begitu mengembirakan. Posisi Tulungagung saat ini di KLA berada dalam tiga kabupaten di Jatim yang dapat kategori Nindya dan bisa naik lagi ke Utama,” kata Lenny.

Ia melanjutkan, dengan dilantiknya APSAI di Tulungagung bisa menjadi kontribusi nyata bagi anak-anak. Semua upaya serupa juga dilakukan di kab/kota di Indonesia untuk terus menjaga hak anak serta kesejahteraan mereka. “Kami optimis kabupaten/kota layak anak bisa dicapai semua pada 2030,” jelasnya.

Bupati Tulungagung Maryoto Birowo mengatakan, berbagai masukan dan upaya dilakukan untuk penyempurnaan di masa-masa mendatang. Saat ini jumlah anak di Tulungagung berusia di bawah 18 tahun mencapai 26 persen dari total penduduk. Dengan proporsi anak yang besar, maka program urgensi anak sangat potensial untuk terus dilakukan.

“Isu starategis misalnya stunting, angka kematian bayi yang cenderung fluktuatif, kekerasan anak dan serta kami memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk anak dalam berkembang,” katanya.

Ia menambahkan, pemenuhan hak pendidikan dan pembelajaran serta pelayanan kesehatan terus ditingkatkan. Struktur perekonomin di Tulungagung sendiri banyak didominasi industri pegolahan pertanian serta eceran. “Serta industri kecil yang kuat,  APSAI didominasi industri kecil dan terus berkomitmen mengembangkannya,” jelasnya.

Ketua APSAI Pusat Luhur Budijarso Lulu menjelaskan, penerapan 3P yang terdiri dari policy, product dan program sangat relevan dan bisa menjaga tumbuh kembang anak dengan baik. Policy misalnya, kebijakan yang diambil sifatnya mengikat ke dalam.  “Tapi bisa memberikan dampak yang besar. Anggota APSAI komitmen memastikan tidak ada pekerja anak. Termasuk juga produk yang dihasilkan juga harus ramah anak.  Misalnya perusahaan anggota APSAI akan mengurangi kadar gula pada sebuah produk, biar aman bagi anak,” jelasnya.

Direktur LPA Tulungagung Winny Isnaini mengungkapkan adanya APSAI di Kabupaten Tulungagung memperkuat salah satu pilar dalam membangun KLA. Sehingga ada pemerintah yang berkomitmen, lembaga masyarakat yang aktif serta media yang mengawal dan forum anak hingga ke desa-desa. “Semua itu akan dilengkapi kuatnya pilar dari dunia usaha dengan 3P,” sambungnya.

Ia menambahkan, policy menjadi kebijakan perusahaan yang pro pada anak. Baik anaknya karyawan maupun situasi perusahaan yang ramah anak. Sementara untuk produk yang dihasilkan juga ramah anak dan tidak membahayakan bila dikonsumsi anak.  “Kalau untuk program, keberadaan CSR juga dibuat mendukung program pembangunan anak termasuk mendukung KLA,” tegasnya. end