Keterangan foto Istimewa

“Bentrok Banser vs PKI di wilayah Karesiden Kediri di awal-awal tahun 1965, bukan hanya di Kanigoro. Banyak tempat yang tidak mungkin ditulis di sini.”

Oleh: Choirul Anam*

SELANJUTNYA, surat terbuka presidium KAMI kepada Presiden Jokowi, menyatakan bahwa pemberontakan PKI Muso 1948 dan kudeta gagal PKI G 30 S 1965, adalah bukti jelas bahwa PKI dan kaum komunis tidak bersetuju, dan ingin terus merongrong negara Pancasila, baik dengan cara menggantikan Pancasila maupun dengan memperjuangkan penafsiran dan pemerasan terhadap Pancasila. Sehingga, Pancasila kehilangan esensinya.

KAMI sangat prihatin terhadap gejala dan gelagat kebangkitan neo komunisme atau PKI gaya baru. Fenomena bangkitnya kader dan anak keturunan PKI ini bukan lagi mitos atau fiksi. Melainkan sudah menjad bukti. Kader dan anak keturunan PKI ternyata sudah menyelusup ke dalam lingkaran legislatif maupun eksekutif. Sebagian mereka sudah berani memutarbalikkan sejarah, dengan menyatakan bahwa PKI adalah korban. Sedangkan kalangan non-PKI, terutama umat Islam, adalah pelaku pelanggaran HAM berat terhadap PKI.

Apa yang disinggung KAMI sebagai pemutarbalikan sejarah, dengan menyatakan bahwa PKI ada korban tragedi 1965, adalah benar adanya. Bahkan sempat disebut bahwa pelaku pelanggaran HAM berat adalah umat Islam—terutama ormas NU dan Muhammadiyah. Terbukti sebagian eks-PKI saat ini berstatus sebagai korban adalah dengan diterbitkannya SKKPH (Surat Keterangan sebagai Korban Pelanggaran HAM Berat) tahun 1965, oleh Pemerintahan Jokowi melalui KOMNAS HAM. Bahkan, mereka telah pula mendapatkan kompensasi dari pemerintah.

Mereka menutup mata terhadap fakta sejarah kekejaman dan kebiadaban PKI/Komunis. Fakta telah membuktikan PKI lah yang lebih dulu membantai para ulama, santri, pemuda dan pelajar Islam. Bahwa sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959, lalu disusul “Demokrasi Terpimpin” dengan Bung Karno sebagai Pemimpin Besar Revolusi, PKI merasa berada di atas angin. Sejak awal tahun 1965, PKI dengan bebasnya membuat intrik-intrik politik dan aksi-aksi massa menekan rakyat, terutama umat Islam, yang menolak bergabung. PKI merasa terlindungi oleh Pemimpin Besar Revolusi.

Salah satu contoh saja, pada tanggal 13 Januari 1965 sekitar pukul  03.40 wib., Pemuda Rakyat (PR) dan BTI (Barisan Tani Indonesia) menyerbu Pondok Pesantren Kanigoro, Kras, Kediri, dengan kekuatan massa 1000 orang kader palu arit bersenjatakan golok, pedang, kelewang, clurit, tongkat pemukul dan karung. Mereka berteriak keras ”Ganyang santri”. “Ganyang Serban”. “Ganyang kapitalis.” “Ganyang Masyumi”. Alasan penyerbuan, karena Pondok Kanigoro saat itu sedang mengadakan Mental Training Pemuda dan Pelajar Islam Indonesia (PII).

Massa beringas PR dan BTI langsung masuk masjid tanpa lepas sepatu/sandal dan mengambil paksa buku-buku pelajaran dan kitab-kitab agama, termasuk kitab suci al-Qur’an, lalu dimasukkan ke dalam karung, diinjak-injak sambil memaki-maki dengan kata-kata kotor. Pimpinan pondok Haji Said Koenan, dan pengasuh Pesantren KH. Djauhari, ditangkap dan dianiaya secara keji. Peserta training wanita mengalami pelecehan seksual luar biasa. Lalu pengurus PII digiring arak-arakan bak pesakitan menuju Polsek setempat. PII dilaporkan PR dan BTI sebagai organisasi sayap Masyumi yang sudah dilarang. Dengan mengadakan Mental Training politik, berarti PII melakukan tindakan makar.

Peristiwa penyerbuan PR dan BTI terhadap Pesantren Kanigoro, dalam tempo singkat menyulut kemarahan Banser Kediri. Gus Maksum—putra KH. Djauhari—segera melakukan konsolidasi kilat. Siang itu, 13 Januari 1965, 8 (delapan) truk berisi Banser dari Kediri datang ke Kanigoro. Markas dan rumah-rumah anggota PR dan BTI digerebek habis. Suryadi dan Harmono, pimpinan PR dan BTI yang memimpin penyerbuan pondok, ditangkap dan diserahkan ke Polsek.

Para pimpinan PII waktu itu sangat ketakutan. Mereka tidak berani pulang ke rumah dan memilih tinggal di pondok Kaingoro sambil menunggu persidangan Suryadi dan Harmono. “Pada saat persidangan Suryadi, anak-anak PII yang dijadikan saksi juga tidak berani datang. Akhirnya, saya dan tujuh orang Banser yang mengantar mereka ke persidangan di Kantor Pengadilan Mojoroto, di Barat Sungai Brantas,”ujar Gus Maksum yang berpostur sedang tapi kekar dan tegap dengan rambut panjang sampai menutup bahu.

“Dan ‘suporter’ PKI waktu itu memang banyak sekali. Sekitar 10.000 orang memenuhi daerah sekitar pengadilan. Rupanya mereka didatangkan dari berbagai daerah, karena di antara mereka banyak yang membawa tikar dan makanan,”ujar Gus Maksum yang memang dikenal sebagai pendekar Kediri (Agus Sunyoto dkk: Banser Berjihad Menumpas PKI, LKP PW GP Ansor Jawa Timur, 1996).

Bentrok Banser vs PKI di wilayah karesiden Kediri di awal-awal tahun 1965, bukan hanya di Kanigoro. Banyak tempat yang tidak mungkin ditulis di sini. Di Prambon, Ngumpak, misalnya, juga terjadi bentrok gara-gara Ludruk Lekra mementaskan lakon yang menyakiti hati umat Islam. Lakon ludruk “Gusti Allah dadi manten”—Gusti Allah menjadi pengantin. Ketika Ludruk Lekra sedang bermain, langsung dbubarkan Banser. Bahkan para pemainnya dihajar sampai babak belur.

Pentas seni Lekra seperti itu, sama persis  dengan yang terjadi saat ini. Ada penceramah dari NU mengatakan: Nabi Muhammad waktu kecil rembes, umbelen, gak terawat. Ada juga intelektual muslim yang mengatakan: Nabi Muhammad mengedap epilepsi, ayan-ayanan, karena setiap terima wahyu menggigil. Ada pula yang berok-berok suara ngidung lebih merdu ketimbang suara azan, dan pakai konde lebih cantik ketimbang jilbab. Ada lagi yang sok ilmiah menegaskan: al-Qur’an dan al-Hadits adalah sumber persoalan dan malapetaka. Masih banyak lagi celotehan KGB yang menyakitkan umat Islam. Dan kaum muslimin masih bisa menahan kemarahan.

Nah, jadi, apa yang tertulis dalam surat terbuka KAMI kepada Presiden Jokowi, adalah persoalan rial dan nyata yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara beberapa tahun terakhir ini. Dan KAMI sendiri sudah menegaskan diri sebagai GERAKAN MORAL. Bukan gerakan politik bro! Paradigma gerakan moral itu ukurannya baik-buruk dan salah-benar. Bukan kepentingan untuk merebut atau mencari kekuasaan.

Jadi, apa yang tertulis dalam surat terbuka KAMI bahwa neo-komunis sudah bangkit lagi, dan para kader serta anak keturunan PKI telah pula menyelusup ke jajaran eksekutif maupun legislatif, bahkan juga ormas-ormas Islam, adalah benar dan bisa dibuktikan. Dan apa yang dipidatokan mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo, adalah early warning—peringatan dini kepada bangsa Indonesia—terutama umat Islam yang berpikir normal—agar waspada terhadap bangkitnya kembali neo-komunis. Agar supaya sejarah kelam tidak terulang untuk ketiga kalinya. Dan itu benar serta dapat dibuktikan kebenarannya bro!

Karena itu, sebagai Arek Suroboyo yang juga lama memimpin GP Ansor dan membangunkan Banser Jawa Timur dari lelap tidurnya, saya (penulis) merasa terkejut ketika membaca banyak berita di media sosial, bahwa mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo saat berpidato pengukuhan KAMI Jatim, di Zabal Nur, Jambangan, Senin pagi (28/9/2020) kemarin, diturunkan oleh polisi dari Polrestabes Surabaya. Ada apa Pak Polisi? Apakah Pak Jenderal mantan Panglima TNI itu menimbulkan keresahan masyarakat? Jelaskan secara terbuka dong Pak Kapolres yang mulia?

Saya sangat hormat kepada polisi Letkol (purn) Sukitman penemu sumur Lubang Buaya—tempat pembantaian para Jenderal TN AD. Meski ditodong senjata dan disekap pasukan Cakrabirawa pimpinan Lettu Dul Arif, polisi Sukitman tetap membela yang benar. Membela NKRI dan Pancasila. Bukan membela yang bayar. Sampai kemudian menjadi penunjuk jalan ditemukan pahlawan revolusi di Lubang Buaya. Saya juga teringat Gubernur Suryo yang juga polisi merenggang nyawa, dibantai tentara merah FDR/PKI Muso di bilangan hutan jati Ngawi. Dan masih banyak polisi jadi korban kekejaman PKI.

Ada yang memberitakan sejumlah polisi yang menurunkan Jenderal Gatot Nurmantyo dari podium, karena mendapat penolakan keras dari warga kota Surabaya yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Tetap Aman (KITA). Dan mereka juga datang berbondong bersama polisi, bahkan sempat mengeluarkan makian tidak pantas dan kotor kepada Jenderal Gatot. Dan ingat! Saya, dan sejumah pengurus KAMI yang ada di Zabal Nur yang Anda serbu itu, adalah juga warga kota Surabaya. Dan tahu persis bagaimana perlakuan pemerintah kota buaya terhadap warganya.

Terhadap peristwa memalukan arek suroboyo itu, saya angkat topi kepada Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo yang tetap bijak, dingin dan sabar, menghadapi situasi tidak normal. Dan saya juga hormat kepada ketua saya, Prof Rahmat Wahab, yang menemani Jenderal Gatot sebagai presidium KAMI. Anda berdua, dan juga dengan Prof Din Syamsudin, teruslah memberikan pencerahan kepada rakyat bangsa Indonesia, yang kini bukan hanya”berperang” melawan pandemi covid-19 yang terus mengganas. Tapi rakyat sekarang ini, juga dirundung kesedihan memenuhi kebutuhan hidup.

Banyak memang, komentor minor kepada KAMI terutama kepada Jenderal TNI (Purn) Gatot Nurmantyo, baik dari politsi PDI-P maupun PKB dan bahkan dari staf ahli utama KSP (Kantor Staf Kepresidenan). Tapi setelah saya baca pernyataan mereka, rupanya, hanya mencari panggung guna kepentingan keselamatan karier politik mereka.

Ada juga Ketua PBNU AShabul Qoror yang menyebar meme bergambar Gus Dur disertai captions “PKI kok ditakuti. Itu hanya akal-akalan Suharto”. Sebagai orang NU yang mengikuti Gus Dur sejak 1978 sampai wafat beliau, saya menyayangkan ketekunan Ketua PBNU yang menyebar meme semacam itu. Saya tahu persis setiap pernyataan Gus Dur mana yang kategori joke—guyonan dan mana yang test depth of the water dan mana pula yang serius sebagai sikap kenegarawanannya.

Ketika Gus Dur mengatakan setuju mencabut Tap MPRS No.25/1966 tentang pembubaran PKI dan larangan keras ajaran komunisme di tanah air, itu hanya untuk memancing (ikan) gembong PKI agar keluar. Dan ketika saya bertemu mantan Wakil Presiden RI, Bapak Try Sutrisno, sehabis bertemu Gus Dur, saya dengar langsung komentarnya: Gus Dur bukan setuju mencabut Tap MPRS No.25, tapi hanya memancing mereka (PKI) agar keluar sarang.

Masih dalam konteks surat terbuka KAMI yang dilayangkan kepada Presiden Jokowi. Bagi yang tidak percaya PKI bangkit lagi,  hampir sitap hari menyebarkan tulisan Begawan Media, Dahlan Iskan, ke grup-grup WhatsApp. Terakhir saya baca tulisannya tentanggal, Senin 28 September 2020, persis saat terjadi penurunan Jenderal Gatot Nurmantyo ketika berpidato pengukuhan KAMI di Surabaya.

Isi tulisannya, antara lain, umat Islam masih bisa menyalah-salahkan komunis setiap tahun di bulan September. “Untung, komunisme di Indonesia memperlihatkan tabiat yang buruk di masa lalu. Yang bisa kita hujat kapan kita memerlukannya. Sayangnya, komunis yang berkuasa di Tiongkok agak berbeda: Ia jenis komunis yang bisa mengentas kemiskinan massal dan membawa kemakmuran massal. Pun dalam waktu yang relatif singkat,” tulis Dahlan.

Mungkin, buat Dahlan Iskan, Tiongkok yang telah memberikan pinjaman besar kepada Indonesia, memasukkan jutaan TKA Cina ke Indonesia, yang taipannya menguasai jutaan hektar tanah sambil berternak penguasa, dan memasukkan senjata illegal yang pernah dipergoki petugas saat Jenderal Gatot Nurmantyo menjadi Panglima TNI itu, adalah komunis Tiongkok jenis lain yang ingin membantu memakmurkan rakyat Indonesia.

Sampai-sampai banyak kawan saya yang rajin membaca tulisan Dahlan Iskan berkomentar, begini: “Kalau ingin tahu jeroan Tiongkok, tidak perlu pergi ke Cina. Cukup ikuti tulisan Dahlan Iskan tiap hari. Rupanya, Dahlan Iskan, sudah cocok jadi sales atau humas Jarum dan Tiongkok atau RRC,” kata teman saya sedikit menyindir.

Sedangkan teman saya yang lain, menegaskan bahwa Dahlan Iskan pasti pro-PKI. Kenapa? Karena, “Dahlan Iskan lah yang membawa Sumarsono—panglima perang Republik Soviet Madiun September 1948, ikut merayakan HUT Kota Surabaya saat awal Risma terpilih jadi Walikota,” tegasnya. Loh… Sumarsono pemimpin pemberotakan Madiun? Dan ia meyakini sampai saat ini Dahlan berhubungan baik dengan Sumarsono yang tinggal di Australia (Bersambung).

*Choirul Anam, adalah Pendiri dan Penasehat PPKN (Pergerakan Penganut Khitthah Nahdliyah). Pembina GERAK (Gerakan Rakyat Anti Komunis) Jawa Timur.

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry