Drs Arukat Djaswadi, Tokoh Anti PKI yang tak pernah lelah mengadang bangkitnya KGB. (FT/duta.co)

“Sejak reformasi, kader dan Tanapol eks-PKI serta anak keturunannya, telah melakukan berbagai pertemuan konsolidasi “temu kangen”. Mereka empat kali melakukan kongres membentuk kepengurusan CC PKI tanpa bentuk.”

Oleh: Choirul Anam*

TESTIMONI Timsar selama 22 tahun hidup bersama para tokoh eks PKI di balik jeruji besi—sebagaimana terurai dalam Jasmerah (10)—cukup menjadi bukti, bahwa PKI telah bangkit kembali dalam bentuk KGB.

“PKI sebagai organisasi (partai) memang sudah mati dan telah pula dibubarkan,” kata Timsar. Akan tetapi, komunis sebagai ideologi akan tetap hidup dalam jiwa penganut setianya.

Penegasan Timsar itu, merupakan pengalaman dan pengetahuan pribadi ketika berbincang dengan para tokoh Tanapol eks-PKI. Bahkan dalam setiap perbincangan, Timsar senantiasa mengemukakan pandangannya, bahwa “komunisme terbukti telah gagal mensejahterakan umat manusia. Uni Soviet bubar, begitu pula Eropa Timur. Simbol fenomenal Tembok Berlin pun runtuh.” Apa lagi yang tersisa, dan masih mau diperjuangkankah komunisme?

Para tokoh Tanapol eks-PKI itu dengan tenang dan enteng menjawab: “Biasa, mundur selangkah untuk maju seribu langkah.” Bahkan ada tokoh yang meyakinkan Timsar, bahwa langkah-langkah infiltrasi sudah dilakukan sejak 1980. Dan hasilnya bisa dlilihat sekarang ini. Banyak kader dan anak keturunan PKI penganut setia komunisme, berhasil masuk ke jajaran legislatif, eksekutif maupun ormas pemuda dan tua serta jaringan lainnya.

Timsar mengimbau masyarakat bangsa Indonesia yang cinta NKRI dan Pancasila, terutama umat Islam, jangan terlena oleh suara-suara yang meremehkan mereka. “Apalagi terhadap pernyataan PKI sudah mati, tidak mungkin bangkit lagi. Jangan terlena, tetap waspada,” tegasnya.

Mengakhiri testimoninya, terpidana mati yang dibebaskan Presiden Habibie sejak Januari 1999 ini, menambahkan, “kader komunis sangat militan, mereka bekerja sistematis dan terencana, menghalalkan segala dan suka berbohong.”

Ia juga menyinggung perlunya kewaspadaan terhadap banyaknya TKA Cina masuk Indonesia, dan RUU HIP yang masih dalam prolegnas. Karena, semua itu terindikasi kuat pengaruh kepentingan komunis.

Terhadap secercah kisah nyata Timsar yang  puluhan tahun hidup bersama Tanapol PKI, dan menyimpulkan KGB telah bangkit kembali, Drs. Arukat Djaswadi memberikan apresiasi  sebagai sosok jujur dan pemberani. Ketua Umum GERAK (Gerakan Rakyat Anti Komunis) Jawa Timur, yang sudah 18 tahun mengendus dan mengikuti dari dekat berbagai pertemuan kader dan tokoh eks-PKI, membenarkan percikan kisah nyata yang ditulis Timsar sepanjang enam halaman itu.

“Apa yang diceritakan Timsar, sama persis dengan yang saya pelajari, saya ikuti dan saksikan selama ini. Bahkan PKI telah lama bangkit kembali dalam bentuk KGB,” tandas Arukat yang juga sejak lama memimpin CICS (Center for Indonesian Communist Study). Sebuah lembaga khusus yang dihuni banyak doktor sejarawan, untuk mengendus gerak-gerik kader dan tokoh eks-PKI.

Arukat Djaswadi (akrab disapa Mbah Arukat) lahir di Surabaya, 4 Juli 1948. Pada tahun 1965, Arukat adalah Ketua PII Surabaya Tengah. Ia menjadi pengurus inti KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia) Jawa Tmur yang, kala itu, dipimpin Anwar Idris. Sejak itu, Arukat tak bisa melupakan kebiadaban dan kekejaman PKI.

“Saya masih terus teringat betapa biadab dan kejamnya PKI membantai orang tak berdosa. Menduduki tanah milik oarang lain. Membabat hutan dan menguasai tanah perkebunan dengan membantai mandor. Kita harus waspada, jangan sampai terulang lagi sejarah kelam bangsa kita,” katanya dengan nada tinggi.

Sebagaimana Timsar, Arukat juga menjelaskan gerakan KGB, minimal dua target yang ingin dicapai saat pertama kali mereka mulai bangkit kembali. Pertama, mendesak pencabutan TAP No.XXV/MPRS/1966 tentang pembubaran PKI dan larangan ajaran komunis. Kedua, membalik fakta sejarah peristiwa G 30 S/PK 1965, bahwa PKI bukan pelaku kudeta, melainkan justru menjadi korban pelanggaran HAM berat Rezim Orde Baru. PKI tidak bersalah, dan yang dipersalahkan adalah TNI AD dan umat Islam.

Target yang pertama, dilakukan secara konstitusioal melalui DPR-MPR oleh politisi PDI-P. Mula-mula disuarakan oleh Bambang Beathor Suryadi, dilanjutkan Permadi, SH (sebelum lompat ke Gerindra) dan Tjahyo Kumolo saat menjadi Sekretaris Fraksi PDI-P di DPR, Lalu disuarakan lagi dengan keras oleh politisi PDI-P sekarang ini, di bawah komando Sekjen Hasto Kristiyanto.

Tetapi usaha mereka gagal total, karena Putusan SU MPR 2003 No. II/MPR/2003 menetapkan dan mempertahankan: tetap berlakunya TAP No.XXV/MPRS/1966. Di samping itu, juga ada UU RI No.27 Tahun 1999 tentang Perubahan KUHP terkait dengan UU Hukum Pidana kejahatan terhadap keamanan negara, Pasal 107 a sd f. Jadi, dengan pagar TAP MPR dan UU No.27 itu, politsi PDI-P sudah tak mungkin bisa berbuat apa-apa lagi.

Tapi jangan lupa, upaya KGB tak kenal mati. Terbukti, PDI-P mengusung RUU HIP tanpa memasukkan TAP No.XXV/MPRS/1966. “Meski PKS mengusulkan TAP No.XXV dimasukkan, PDI-P tetap menolak,”kata Arukat. Untungnya, rakyat tersadar lalu menolak dengan keras. Tapi harus tetap waspada, karena RUU HIP merupakan bagian dari target perjuangan KGB.

Lalu target yang kedua, membalik fakta sejarah. Jika Timsar mendapati “Komisi Pelurusan Sejarah” dalam Temu Raya Tanapol di Hotel Cempaka, Jakarta, pada 2007, menurut Arukat, upaya membalik fakta sejarah itu sudah dimulai sejak pasca reformasi 1998 hingga 2015.

Sejak era reformasi, kader dan Tanapol eks-PKI serta anak keturunannya, telah melakukan berbagai pertemuan konsolidasi “temu kangen”, dan bahkan telah empat kali melakukan kongres membentuk kepengurusan CC PKI tanpa bentuk. Mereka juga membentuk berbagai wadah (yayasan), antara lain, PAKORBA (Paguyuban Korban Orde Baru), LPKP’65 (Lembaga Penelitian Korban Peristwa 1965), LPR KROB (Lembaga Perjuangan Rehabilitasi Korban Rezim Orde Baru).

Dengan berbagai wadah itu, kata Arukat, mereka mengadakan simposium dan seminar berkedok ilmiah bertujuan membalik fakta sejarah: PKI sebagai korban, bukan pelaku kudeta 1965. Loh…pelakunya siapa bro? “Siapa lagi. Yang mereka persalahkan adalah TNI dan umat Islam”, ujar Arukat.

Tuduhan itu kemudian mereka bawa ke Pengadilan Rakyat Internasional (International People Tribunal) di Den Haq, Belanda. Hasilnya? Pengadilan Rakyat menyatakan: Pemerintah Indonesia bersalah atas tragedi G 30 S/PKI 1965. Mereka lalu mendesak pemerintah untuk merehabilitasi dan memberi kompensasi kepada anggota PKI dan anak keturunannnya. Selain itu, mereka juga mendesak pemerintah Indonesia “meminta maaf” kepada keluarga korban PKI. Coba! “Kurang bukti apa lagi, KGB sudah nyata bangkit,” tandas Arukat.

Upaya membalik fakta sejarah, juga mereka lakukan melalui jalur pendidikan dengan menghapus mata pelajaran sejarah pemberontakan PKI di Madiun, dan peristiwa kudeta berdarah G 30 S/PKI. “Pelajar sekarang ini tidak ada yang tahu peristiwa kekejaman PKI. Bahkan tidak kenal sama sekali apa itu PKI. Film G 30 S/PKI juga dilarang untuk ditonton,” kata Arukat yang dibenarkan Prof. Aminudin Kasdi, MS, Guru Besar Sejarah UNESA, Surabaya, dan penulis buku “PKI Dalang dan Pelaku Kudeta G 30 S 1965”.

Dr Abdul Latif yang juga fungsionaris GERAK menambahkan, bahwa status eks-PKI sebagai korban sudah dilegalkan pemerintah melalui SKKPH (Surat Keterangan Korban Pelanggaran HAM Berat) 1965, yang dikeluarkan Komnas HAM. “Dan mereka juga telah mendapatkan kompensasi dari anggaran LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban),” kata Latif.

Arukat dkk sudah berkali-kali menemui KOMNAS HAM untuk mencabut SKKPH, tapi belum berhasil. Bahkan ketika wadah LPKP KROB eks-PKI bekerjasama dengan LBHI berencana menggelar Seminar Nasional tentang “Kebenaran Sejarah Peristiwa Madiun 1948 dan G 30 S/PKI 1965, pada tanggal 16-17 September 2017, di Jakarta, Arukat bersama 31 ormas “Front Pancasila” berhasil menggagalkannya. “Seminar itu hanya kedok untuk legitimasi keilmuan, biar kelihatan kajian ilmiah. Padahal fakta sejarah membuktikan PKI adalah dalang dan pelaku kudeta,”tandas Arukat (bersambung).

*Choirul Anam, adalah Pendiri dan Penasehat PPKN (Pergerakan Penganut Khitthah Nahdliyah). Pembina GERAK (Gerakan Rakyat Anti Komunis) Jawa Timur.

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry