“Imam At-thobary dan Imam Ibnu Katsir menulis bahwa penganiayaan terhadap khalifah Utsman Bin Affan bahkan tetap terjadi setelah sang khalifah menjadi jenazah. Orang mati saja masih disiksa.”

 Oleh : Firman Syah Ali*

HARI INI, Minggu tanggal 28 Maret 2021 pukul 10.28 WITA terjadi tragedi bom bunuh diri yang menimbulkan korban jiwa di depan gereja Katedral Makassar Sulawesi Selatan. Sampai dengan tulisan ini dikirim ke redaksi media, belum ada keterangan resmi dari pemerintah tentang siapa pelaku bom bunuh diri tersebut dan berasal dari organisasi apa.

Namun berdasarkan rentetan peristiwa sebelumnya di berbagai belahan bumi Indonesia, masyarakat sudah bisa memprediksi siapa pelakunya dan berasal dari kelompok mana. Pola yang dilakukan mirip dengan pola aksi terorisme kelompok penganut teologi maut wahabi jihadi dan Aswaja roso wahabi yang selama ini tiada hentinya menebar teror di negeri Indonesia nan gemah ripah loh jinawi, toto tentrem kerto raharjo.

Sebetulnya pola kekerasan yang sama tidak hanya terjadi di Indonesia pada abad ini, namun berasal dari peristiwa ribuan abad lalu nun jauh di tanah arab sana. Peristiwa teror pertama dalam sejarah Islam menimpa Khalifah Utsman Bin Affan, dalam berbagai sumber sejarah beliau didemo oleh sekelompok muslim, diancam kemudian dibunuh.

Imam At-thobary dan Imam Ibnu Katsir menulis bahwa penganiayaan terhadap khalifah Utsman Bin Affan bahkan tetap terjadi setelah sang khalifah menjadi jenazah. Jenazah beliau yang sudah terlantar berhari-hari tidak bisa dimakamkan di tempat yang layak masih saja dihantam pakai batu oleh demonstran sampai patah tulang. Jadi teror tidak hanya menimpa orang hidup tapi juga menimpa mayat.

Setelah Khalifah Utsman Bin Affan wafat, Ali Bin Abu Thalib melanjutkan kepemimpiman Islam Arab periode keempat. Pada tahun 657 sekelompok pendukung Ali bin Abu Thalib meyempal, mereka mengembangkan paham ekstrim berupa teologi kebenaran tunggal, bahwa hanya merekalah yang benar, sedangkan Khalifah Ali Bin Abu Thalib dan Muawiyah bin Abu Shofyan sama-sama salah, bahkan siapapun yang tidak sekelompok dengan mereka divonis salah. Kelompok ekstrimis ini disebut khawarij.

Pada tahun 658 Khalifah Ali mengutus sepupunya, Ibnu Abbas untuk berdialog dengan kelompok radikal tersebut dan ribuan orang diantara mereka menyatakan bertaubat. Sisa Khawarij yang tidak bertobat melakukan serangkaian teror dan pembunuhan keji terhadap sesama muslim diantaranya menimpa Abdullah Bin Khabbab, yang dibantai beserta keluarganya.

Peristiwa peperangan terbuka yang terjadi antara Khalifah Ali Bin Abu Thalib melawan Muawiyyah Bin Abu Sufyan merupakan peristiwa adu kekuatan militer yang fair, terukur dan  teratur, tapi kelompok khawarij tidak memilih jalan perang terbuka, mereka memilih jalan teror, hampir semua orang diancam dan dibunuh, hingga akhirnya pada tahun 661 kelompok radikal tersebut membunuh Khalifah Ali Bin Abu Thalib. Sebetulnya bukan hanya Khalifah Ali yang mereka rencanakan eksekusinya, namun juga Muawiyah Bin Abu Sofyan (Gubernur Syam) dan Amr Bin Ash (Gubernur Mesir). Namun yang berhasil dibunuh hanya Khalifah Ali Bin Abu Thalib.

Setelah Hasan Bin Ali menyerahkan tongkat khilafah ke tangan Muawiyah bin Abu Sofyan, maka Muawiyah bin Abu Sofyan yang kini bergelar Khalifah segera beraksi menumpas teroris radikalis Khawarij. Aksi penumpasan khawarij terus dilakukan oleh Muawiyah hingga akhir masa hidupnya.

Ketika Yazid bin Muawiyah naik tahta menggantikan ayahnya, penumpasan terhadap radikalis khawarij terus dilakukan. Jadi selain memerangi Husain Bin Ali, Yazid juga menumpas kelompok Khawarij. Begitulah para pemimpin dinasti Umayyah berikutnya tiada henti berurusan dengan khawarij namun selalu berhasil menumpasnya.

Pada masa Dinasti Abbasiyah, Khawarij telah hilang dari peredaran, setidaknya mereka tidak lagi melalukan aksi terorisme. Pada masa Abbasiyah muncul kelompok teroris baru dari sempalan kelompok Syi’ah, antara lain kelompok Isma’iliyah Qaramithah dan kelompok Isma’iliyah Nizariyah Hassasin.

Kelompok Qaramithah sering membunuh dan membantai tokoh-tokoh masyarakat secara senyap, mereka juga pernah membantai 20.000 orang jamaah haji dan mencuri Hajar Aswad selama 23 tahun. Teror mereka bukanlah masalah perseteruan Syiah Vs Sunni, sebab sesama Syi’ahpun mereka teror, yaitu Dinasti Fathimiyah di Mesir dan Dinasti Buwaih di Bagdad. Tahun 972, Dinasti Fathimiyah yang beraliran Syiah Ismailyah menumpas teroris Qaramitah yang sama-sama Syi’ah isma’iliyahnya.

Kelompok teroris berikutnya adalah sempalan Syi’ah Ismailiyah Nizariyah yang terkenal sebagai kelompok pembunuh rahasia  Hassasin dari benteng alamut. Kelompok ini tiada henti melalukan aksi teror dan pembunuhan, baik terhadap pemimpin sunni, syi’ah maupun pemimpin tentara salib.

Diantara pemimpin yang berhasil mereka bunuh adalah Perdana Menteri Seljuk Nizamul Muluk dan Sultan Seljuk Malik Syah. Sultan Mesir Salahuddin Al-Ayyubi juga tidak luput dari upaya pembunuhan kelompok assasin ini, namun selalu gagal.

Pada perkembangan berikutnya Hassasin diduga  menjadi tentara bayaran yang membunuh siapapun tanpa ada sangkut pautnya dengan sekte dan agama. Persaingan politik antar sesama Jenderal perang salib juga diselesaikan melalui jasa Hassasin. Hassasin diduga pernah dibayar oleh pimpinan perang salib Richard the Lion Heart untuk membunuh kompetitor politiknya sesama pimpinan perang salib yaitu Conrad the montferrat.

Kelompok Teroris Hassasin ini akhirnya musnah disapu bersih oleh tentara Mongol pimpinan Hulagu Khan pada tahun 1256. Sebetulnya Khalifah terakhir Abbasiyah di Baghdad sempat ditawari  penyerahan diri secara damai kepada Imperium Mongol untuk kemudian bersama-sama memusnahkan kelompok teroris Hassasin di benteng Alamut, namun khalifah terakhir Abbasiyah menolaknya. Maka gelombang agresi mongol ke kota Baghdad tak terhindarkan lagi, Baghdad disapu bersih, Khalifah sekeluarga dibantai, selanjutnya kelompok teroris Hassasin diatasi sendiri oleh Tentara Mongol tersebut.

Legenda pembunuh rahasian hassasin yang sangat menakutkan tersebut akhirnya menjadi asal kata assasination dalam bahasa inggris dan asesinato dalam bahasa spanyol yang keduanya berarti pembunuhan.

PENYEBAB TERORISME

Dari beberapa contoh terorisme sekelompok oknum muslim di atas, dapat dilihat bahwa penyebab utama terorisme adalah ekstemisme/radikalisme/fundamentalisme. Sedangkan penyebab utama ekstrimisme/radikalisme/fundamentalisme adalah takfirisme, yaitu aliran yang suka mengkafir-kafirkan kelompok muslim lainnya. Takfirisme bersumber dari pemahaman teologi kebenaran tunggal, bahwa hanya merekalah yang benar, sedangkan kelompok lain adalah kafir, laknat, sesat, salah dan harus dimusnahkan. Teologi kebenaran tunggal dapat juga disebut teologi maut.

Faktor kekecewaan politik juga tidak lepas dari munculnya aksi terorisme tersebut, namun bukan faktor dominan. Sekecewa apapun orang dalam politik, sepanjang tidak punya basis teologi kebenaran tunggal, maka kekecewaan politiknya tidak akan dilampiaskan ke dalam aksi-aksi terorisme.

ISLAM NUSANTARA SEBAGAI SOLUSI

Islamisasi nusantara dulu tidak dilakukan melalui operasi militer negara khilafah, namun dilalukan oleh kelompok diaspora sufi alawiyyin dari berbagai penjuru asia, seperti champa dan India. Jadi langgam keislaman nusantara tidak sama dengan langgam keislaman kawasan lain yang rata-rata masuk islam karena serbuan militer negara khilafah.

Pola penyebaran islam ke nusantara melalui jalur perdagangan, sosial dan budaya tersebut akhirnya membentuk karakteristik islam tersendiri di muka bumi, atau bisa juga disebut dengan kekhasan. Islam khas Nusantara adalah islam yang moderat dan toleran, tidak mengembangkan teologi maut, tidak suka mengkafir-kafirkan kelompok lain bahkan tidak menyebut non muslim sebagai kafir. Praktek keagamaan Islam khas nusantara adalah praktek keagamaan yang sangat sejuk dan ramah, menciptakan peradaban nusantara yang penuh harmoni dari masa ke masa.

Saat ini kelompok wahabi jihadi dan kelompok penganut ideologi transnasional bersatu padu ingin merobohkan NKRI karena mereka memandang NKRI ini sistem kafir, toghut dan sebagainya. Sekelompok sempalan penganut Aswaja yang seharusnya menganut asas tawassuth, tawasun, i’tidal dan tasamuhpun terjebak di dalam arus politik kelompok takfiri-radikalis tersebut sehingga mendapat julukan Asrobi, singkatan dari Aswaja roso wahabi.

Oleh karena itu konsepsi Islam Nusantara harus diperkuat dan dipertegas dan kesalahan pemahaman masyarakat awam terhadap islam nusantara harus diluruskan secara aktif dan interaktif. Dan ini semua hendaknya bukan hanya dilakukan oleh NU, namun dilakukan juga oleh Ormas lain yang masih peduli dan cinta terhadap NKRI, negara jalan tengah pilihan para ulama terdahulu. Bahkan pemerintah juga harus menginternalisasikan Islam Nusantara secara optimal dalam rangka menanggulangi semua Ancaman, Tantangan, Hambatan dan Gangguan terhadap NKRI.

Marilah negara kesepakatan ini kita cintai dan rawat bersama menjadi baldatun thoyyibatun warobbun ghofur, gemah ripah loh jinawi, toto tentrem kerto raharjo.

*) Penulis adalah Bendum PW IKA PMII Jatim/PWLP Ma’arif NU Jatim.

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry