Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia (RI) Dr H M Hidayat Nur Wahid, MA.

JAKARTA | duta.co — Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) Dr H M Hidayat Nur Wahid, MA mengkritisi Presiden Joko Widodo agar benar-benar mewujudkan komitmennya pada Konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ini sebagaimana pernah diucapkan sebagai sumpah Presiden terpilih, seperti diatur dalam Pasal 9 UUDNRI 1945.

Karena itu, dia harus secara tegas menyampaikan pernyataan menolak wacana penundaan pemilihan presiden (Pilpres) dan perpanjangan masa jabatan presiden, justru untuk menyelematkan demokrasi, karena usulan-usulan itu menabrak konstitusi yang berlaku.

Selain itu, usulan penundaan Pilpres tidak sesuai peraturan perundangan dalam  keputusan bersama yang telah disepakati secara aklamasi pada 31 Januari 2022  oleh KPU bersama Pemerintah (yang diwakili olh Mendagri dan Menkumham) juga DPR (di dalamnya ada perwakilan dari seluruh Partai di DPR) juga DPD dan Bawaslu. Isinya, bahwa Pemilu dan Pilpres akan diselenggarakan pada 14 Februari 2024.

“Akan lebih sesuai dengan UUD NRI 1945, undang-undang yang berlaku serta sumpah jabatan, apabila Presiden Jokowi menegaskan dirinya mematuhi konstitusi dengan melaksanakan peraturan perundangan dalam bentuk kesepakatan antara KPU, Pemerintah dan DPR pada 31 Januari 2022 lalu, bahwa Pemilu dilaksanakan pada 14 Februari 2024, sehingga tidak ada opsi penundaan Pemilu.”

“Ini penting, agar Demokrasi ini dipercaya oleh Rakyat, semua spekulasi kontraproduktif dapat dihentikan, dan agar semua pihak mempersiapkan Pemilu 2024 dengan lebih baik, supaya tak terulangi lagi masalah-masalah pada Pemilu sebelumnya, sehingga hasil Pilpres juga lebih baik lagi,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Senin (7/3/22).

HNW sapaan akrabnya mengatakan, apalagi Presiden Jokowi tentu mendapat laporan bahwa usulan penundaan pemilu tersebut, selain menimbulkan kegaduhan dan kontroversi, juga mendapat penolakan besar dan meluas dari berbagai elemen bangsa, yang tidak memungkinkan usulan itu untuk ditindaklanjuti secara konstitusional ke MPR.

“Peta politiknya sangat jelas. Partai yang mengusulkan penundaan Pilpres tidak bertambah, dan bahkan beberapa pimpinan  Golkar malah menolak. Sementara pihak yang menolak seperti Pimpinan dari 6 Partai di DPR yaitu PDIP, PKS, Nasdem, PD, PPP dan Gerindra tetap solid menolak, bahkan para penolak bertambah pula seperti Ketua DPR, ketua DPD dan para pimpinan MPR.”

“Maka seandainya pimpinan 3 Partai pengusul itu solid memperjuangkan usulannya dan menyampaikan ke MPR untuk mengubah UUD, maka, manuver mereka belum memenuhi syarat minimal yang diberlakukan oleh Konstitusi, yaitu diusulkan oleh sekurang-kurangnya 1/3 anggota MPR(pasal 37 ayat 1 UUDNRI 1945). Karena jumlah anggota MPR dari 3 partai itu seandainya solid pun, baru berjumlah 187 anggota. Padahal diperlukan minimal 1/3 anggota MPR yaitu 237 anggota MPR,” jelasnya.

Bahkan, lanjut HNW, hasil survey dari tiga lembaga survey (Indikator Politik, LSI dan SMRC) yang para respondennya mayoritas puas dengan kinerja Jokowi, malah mayoritasnya (antara 61,9% sampai 70%) justru menolak pemilu atau pilpres diundur dengan alasan apapun.

Mereka menginginkan agar Pemilu tetap diselenggarakan tahun 2024, sebagaimana aturan UUD dan kesepakatan KPU dengan Pemerintah dan DPR. Ia menambahkan menurut hasil survey dari Indikator Politik, mayoritas warga Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah juga tidak setuju dengan usulan Pemilu 2024 ditunda. Ormas-Ormas Islam seperti Muhammadiyah dan MUI juga menolak.

“Bahkan di kalangan Pemuda, Mahasiswa dan Buruh juga terjadi penolakan terbuka sebagaimana oleh GMNI, HMI, Pemuda Muhammadiyah, KAMMI dan KSPI. Jadi lebih baik kalau Presiden Jokowi menegaskan demi demokrasi yang berkwalitas, agar semua pihak legowo melaksanakan konstitusi serta peraturan perundangan dengan tidak lagi usulkan penundaan Pemilu, melainkan fokus untuk persiapkan Pemilu dan  Pilpres 2024, agar sukses, dan tak ulangi masalah sebagaimana terjadi pada pemilu-pemilu sebelumnya,” tukasnya.

Wakil Ketua Majelis Syuro Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini mengkritisi sikap Presiden Jokowi yang dalam pernyataan terakhirnya malah menimbulkan kontroversi baru, karena dinilai tidak tegas menolak wacana usulan penundaan Pilpres.

Dalam statement terakhirnya meski berkomitmen untuk taat kepada konstitusi, Presiden Jokowi menyebut bahwa wacana tersebut sebagai bagian dari demokrasi. “Dahulu Presiden Jokowi menyebut bahwa yang usulkan  perpanjangan masa jabatan Presiden menampar mukanya, mencari muka atau menjerumuskannya, tetapi, kini malah menyebutnya sebagai demokrasi,” demikian HNW.

Padahal, tegasnya, semenjak diusulkan juga tidak menambah Partai atau anggota MPR yang mendukung usulan penundaan Pemilu, atau data ke MPR untuk daftarkan secara resmi usulan perubahan terhadap UUD agar Pemilu bisa ditunda.

“Justru dalam rangka penyelamatan demokrasi di negara hukum seperti Indonesia, dengan mempertimbangkan fakta-fakta perkembangan politik diatas, akan lebih baik kalau sikap yang disampaikan lebih tegas, agar semua pihak menaati Konstitusi dan perundangan yang berlaku. Karena demokrasi yang sehat dan berkwalitas tidak bisa dilaksanakan diatas sikap ambivalen dan ambigu, apalagi dengan menabrak aturan-aturan konstitusi serta peraturan perundangan  yang telah disepakati bersama,” ujarnya.

HNW menjelaskan demokrasi yang lebih sesuai dengan Pancasila adalah yang melaksanakan Konstitusi yang masih berlaku serta peraturan perundangan terkait seperti keputusan KPU bersama Pemerintah, DPR dan DPD bahwa Pemilu baik Pilpres maupun Pileg diselenggarakan pada 14 Februari 2024. Apalagi mayoritas warga juga tidak setuju Pemilu diundurkan dengan dalih apapun.

“Ketegasan seperti ini diperlukan, agar pernyataan Presiden yang ditunggu-tunggu itu bisa mengakhiri spekulasi dan kontroversi, serta tidak malah memunculkan interpretasi yang liar atau usulan baru yang menambah kontroversi seperti usulan mempercepat Pemilu dan memperpendek masa jabatan Presiden. Usulan-usulan yang juga tak sesuai dengan ketentuan UUD serta keputusan KPU, hal-hal yang tentu tidak diinginkan Presiden Jokowi,” pungkasnya. (zal)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry