Ketua Umum Kadin Jatim, Adik Dwi Putranto. DUTA/dok

Kadin Jatim : Wacana Revisi PP 109/2012 Tidak Mendesak

SURABAYA | duta.co – Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Provinsi Jawa Timur menilai industri hasil tembakau (IHT) memerlukan relaksasi kebijakan untuk mengimbangi tekanan yang muncul seiring pandemi Covid-19. Selama pandemi ini, pabrikan terpaksa mengurangi aktivitas produksi akibat turunnya daya beli masyarakat.

Ketua Kadin Provinsi Jawa Timur, Adik Dwi Putranto, menjelaskan secara keseluruhan para pemangku kepentingan di IHT mulai dari petani, pemasok, pabrikan, hingga peritel akan terpengaruh oleh dampak pandemi yang hingga kini belum usai. Padahal, IHT menaungi lebih dari enam juta tenaga kerja, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Menurut Adik, kondisi masyarakat Indonesia saat ini, termasuk di Jawa Timur yang merupakan salah satu sentra produk hasil tembakau, sedang mengalami tekanan yang besar akibat pandemi. “Pandemi telah membuat daya beli masyarakat turun yang berdampak terhadap pengurangan konsumsi rokok,” kata Adik dalam rilisnya, Jumat (19/3/2021).

Adik  menegaskan seharusnya pemerintah memberikan relaksasi berupa perpanjangan masa pembayaran cukai dan insentif lain yang relevan untuk membantu pelaku usaha. “Misalnya kebijakan pembayaran relaksasi bea cukai biasanya dua bulan bisa menjadi tiga bulan. Ini harus jalan terus,” ungkapnya.

Selain itu, kata Adik, pemerintah diminta tidak melakukan hal-hal tidak perlu yang akan menambah tekanan kepada industri. Salah satunya adalah wacana revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109/2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.

Dikatakannya, revisi itu tidaklah mendesak. “Negara tidak bisa diatur oleh satu kepentingan tertentu dan mengesampingkan urgensi kepentingan yang lebih besar,” tandas Adik.

Saat ini, kata Adik, yang terpenting bagi industri adalah bertahan dan pulih terlebih dahulu untuk memperbaiki perekonomian Indonesia.  Revisi PP 109/2012 justru dikhawatirkan akan semakin menekan IHT dan membuat target penerimaan negara 2021 tidak tercapai, bahkan dapat mengancam mata pencaharian para pemangku kepentingan mata rantai IHT yang panjang.

Tekanan pada industri akan mengancam seluruh mata rantai produksi yang terkait, mulai dari tenaga kerja dan bisnis di bidang perkebunan, pertanian tembakau dan cengkih, pabrikan, hingga peritel, serta lini usaha lain yang terkait.

Selama lima tahun terakhir, terdapat lebih dari 90.000 tenaga kerja pabrikan yang mengalami PHK. Jumlah produsen turun dari 4.000 di tahun 2007 menjadi sekitar 700 pelaku industri.

Sebagai mitra pemerintah, Kadin Jatim berharap dilibatkan dalam kajian kebijakan sehingga ditemukan jalan keluar terbaik.

“Saya yakin pemerintah memahami prioritasnya dan secara reguler akan meninjau pendekatan- pendekatan dan rencana kerja strategi yang menjadi prioritas serta mampu mendorong perekonomian agar lekas pulih dan bukan sebaliknya. Jadi, kami mohon agar semua pihak menghormati prosesnya, jangan mengaburkan fokus pemerintah dalam mengatasi masalah pandemi COVID-19,” ungkap Adik. ril/end

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry