NTARA FOTO/Aprillio Akbar Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar. (mediaindonesia.com)

SURABAYA | duta.co – ‘Tendangan’ Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri ke kasus dugaan korupsi ‘kardus durian’ yang menyeret nama Muhaimin Iskandar atau Cak Imin, ‘melambung tinggi’. Kabarnya, delapan bulan lalu, Imin sudah ‘menantang’ KPK untuk buka-bukaan. Dia bahkan yakin, dugaan korupsi dalam ‘kasus durian’, tak akan terungkit lagi.

“Saya masih ingat, saat Haul ke-43 almaghfurlah KH Bisri Syansuri dan Hari Lahir Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang, Selasa (1/2/2022) malam, para kiai sempat bertemu Muhaimin. Saat itu, dia (Imin) yakin bahwa dugaan korupsi di kardus durian tidak akan mencuat lagi. Menurutnya, itu hanya ‘framing politik’ dari orang-orang tertentu,” tegas salah seorang kiai kepada duta.co, Jumat (28/10/22).

Menurutnya, saat itu, Imin bercerita kalau ia sedang ‘bertempur’ melawan oknum PBNU. Dia juga yakin, tidak lama oknum (PBNU) itu menyerah. “Paling dia hanya mampu bertahan 3 bulan saja,” jelasnya mengenai keyakinan Imin waktu itu.

Kemudian, lanjut sumber yang emoh tertulis namanya itu, Imin juga bertekad untuk maju sebagai Capres, bukan Cawapres. Ia sempat menjelaskan kalau kader partai harus maju sendiri. Belajar dari majunya KH Ma’ruf Amin sebagai Wapres, ia rela mengalah, tetapi, buktinya tidak memiliki pengaruh signifikan kepada partai. Ia ingin kiai-kiai daerah bergerak, mendeklarasikannya sebagai Capres. “Tapi, sekarang ia malah pasang badan sebagai Cawapres Prabiowo,” jelasnya sambil tersenyum.

Bagi kiai, tambahnya, bukan domainnya masalah hukum, apalagi menyangkut dugaan korupsi. “Pandangan kiai itu simple (sederhana), kalau memang ada korupsi, tidak mungkin kiai akan melindungi. Karena korupsi inilah yang, membuat rakyat sengsara,” pungkasnya.

Jangan sampai Macet

Sementara, komunitas santri anti korupsi, Azhar Suryansah mendesak KPK untuk tidak tebang pilih. Jangan sampai kasus kardus durian ini, mecet lagi, macet lagi. “Kita harus kawal ketat semangat KPK ini. Jangan sampai ada tebang pilih, jangan hanya statemen,” tegas Azhar, alumni PP Gontor yang kini berprofesi sebagai pengacara itu kepada duta.co.

Menurut Azhar, kasus Kardus Durian ini sudah terlalu lama KPK biarkan. Fakta-fakta persidangan mestinya sudah bisa mereka (KPK) tindaklanjuti. Apalagi sudah muncul dari para saksi. Berdasarkan fakta persidangan, jaksa juga menyebut uang di dalam kardus durian itu untuk Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi saat itu, Muhaimin Iskandar.

Menurut Jaksa, sebagai berita kompas.com, uang Rp 1,5 miliar itu merupakan commitment fee agar empat kabupaten yakni Keerom, Mimika, Manokwari, dan Teluk Wondama mendapatkan alokasi PPID dari Kemenakertrans. Tujuannya, agar perusahaan Dharnawati menjadi rekanan proyek di empat kabupaten itu.

Lebih lanjut, Jaksa menuturkan setelah dana untuk empat kabupaten itu disetujui sebesar Rp 73 miliar, Nyoman meminta Dharnawati menyerahkan commitment fee sebesar Rp 7,3 miliar atau 10 persen dari nilai proyek. Uang tersebut sedianya diserahkan kepada orang dekat Cak Imin bernama Fauzi.  “Jumlahnya Rp 7,3 miliar, caranya terserah, yang penting uangnya didapat,” kata Nyoman saat itu.

Untuk membayar commitment fee, Dharnawati menemui Dadong guna melakukan pemindahbukuan rekening. Setelah uang Rp 1,5 miliar ia transfer, Dharnawati menyerahkan buku tabungan dan ATM ke Dadong.

“Dengan posisi saldo Rp 2 miliar yang merupakan commitment fee yang mana uang itu untuk diberikan kepada Muhaimin,” kata Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (12/3/2012).

Dalam perkara ini, Dadong mendapat 3 tahun penjara dan denda Rp 100 juta. Sementara, Dharnawati 2,5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta. “Mestinya tidak berhenti pada Dadong dan Dharnawati. Ada pejabat publik yang jauh lebih bertanggungjawab, menteri. Inilah esensi korupsi,” jelas Azhar.  (mky)