Menpora Imam Nahrawi (kanan) meninggalkan ruangan untuk menunggu giliran bersaksi dalam sidang kasus dugaan suap dana hibah KONI dengan terdakwa Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (29/4/2019). (ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN)

JAKARTA | duta.co – Berita Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi beserta asisten pribadinya, Miftahul Ulum sebagai tersangka, mendapat apresiasi ribuan netizen. Beritanya tidak begitu panjang. Tetapi, komentar netizen di media sosial, teramat panjang. Mayoritas angkat jempol.

“Salut KPK! Gaspol di menit terakhir. Mumpung KPK masih punya kekuatan,” demikian tulis salah seorang netizen. Hal yang sama disampaikan H Nur Hadi ST, Ketua Umum Pergerakan Penganut Khitthah Nahdliyah (PPKN).

“KPK luar biasa! Sebagai kader NU kita harus dukung kinerja KPK sekarang ini. Negeri ini akan hancur kalau korupsi merajalela. Bahwa ada kader nahdliyin menjadi tersangka, itu bukan berarti menyerang NU. Karena KPK bekerja dengan data dan bukti,” demikian Cak Nur, pengusaha otomotif di Sidoarjo kepada duta.co, Rabu (18/9/2019).

Seperti diberitakan KOMPAS.com , KPK menetapkan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi beserta asisten pribadinya, Miftahul Ulum, sebagai tersangka. Ini disampaikan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, bahwa, keduanya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penyaluran dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia melalui Kemenpora tahun anggaran 2018.

“Dalam penyidikan tersebut ditetapkan dua orang tersangka yaitu IMR, Menteri Pemuda dan Olahraga dan MIU, Asisten Pribadi Menteri Pemuda dan Olahraga,” kata Alex dalam konferensi pers di Gedung KPK, Rabu (18/9/2019). Alex menuturkan, Imam diduga telah menerima suap sebanyak Rp 14.700.000.000 melalui Miftahul selama rentang waktu 2014-2018.

Selain itu, dalam rentang waktu 2016-2018 Imam juga diduga meminta uang senilai Rp 11.800.000.000. “Sehingga total dugaan penerimaan Rp 26.500.000.000 tersebut diduga merupakan commitmen fee atas pengurusan proposal hibah yang diajukan KONI kepada Kemenpora Tahun Anggaran 2018,” ujar Alex.

Akibat perbuatannya, Imam dan Miftahul disangka melanggar pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Menit Terakhir

Dukungan kepada KPK terus membanjir. “Sapu bersih, mumpung sejata ada di tangan,” komentar netizen yang lain. Selain yang setuju, terdapat juga komentar yang kontra. Mereka mencoba membangun opini bahwa keputusan KPK ini politis. Lagi-lagi isu Taliban seperti ‘arahan’ Denny Siregar yang dikembangkan.

“Semoga KPK tidak benar2 terpapar radikalisme. Ini benar-benar politis terhadap kita,” demikian yang lain.

Sementara H Agus Solachul A’am Wahib, cucu pendiri NU Almaghfurlah KH Wahab Chasbullah, mendukung langkah cepat KPK. “Ini jangan dimaknai politis. KPK bergerak bukan dengan tangan kosong. Malu kita, kalau sampai menyebut KPK menyerang NU,” jelas Gus A’am panggilan akrabnya.

Masih menurut Gus A’am, kerja KPK itu dilandasi hukum, dipertanggungjawabkan di depan hukum. “Sekarang kita saksikan bersama, bahwa, ada gerakan politik yang justru dimotori DPR dan pemerintah ingin melemahkan KPK. Karenanya, di menit terakhir ini, KPK harus kerja keras. Mantap untuk KPK,” tegasnya. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry