Paling Kanan: Prof Dr H Rochmat Wahab, peserta Muktamar ke-34 NU yang mewakili PCI NU UK (United Kingdom) Inggris. (FT/IST)

LAMPUNG | duta.co – Isu perpecahan di tubuh NU mencuat ke permukaan. Ini menyusul rivalitas keras antara kubu KH Said Aqil Siradj, MA versus KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya). Pengamat politik Uchok Sky Khadafi memberikan warning serius, bahwa, potensi perpecahan itu sangat besar.

Alasan Uchok, sebagaimana berita wartaekonomi.co.id, karena potensi kemenangan Gus Yahya merebut Ketum PBNU besar sekali. Salah satu faktor kemenangan Gus Yahya adalah dukungan Wakil Ketua DPR RI, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin. Di samping itu, adiknya sendiri (Gus Yaqut Cholil Qoumas) menjadi Menteri Agama RI.

Kemenangan Gus Yahya ini, jelas Uchok, tidak akan bisa diterima kubu Prof DR KH Said Aqil Siradj, MA yang sudah sangat percaya diri. Mungkin saja dengan alasan adanya kecurangan dalam pemilihan, intervensi pemerintah melalui Kementerian Agama kepada cabang cabang NU agar tidak memilih kembali KH Said Aqil Siradj, maka, hasil Muktamar ke-34 tertolak.

“Dengan adanya penolakan terhadap Gus Yahya sebagai Ketum PBNU oleh kubu KH Said Aqil Siradj, maka muktamar NU akan melahirkan dua atau bahkan tiga PBNU. Pertama, PBNU versi Gus Yahya. Kedua, PBNU versi kubu KH Said Aqil Siradj, dan ketiga PBNU versi Indonesia Timur,” demikian analisa Uchok.

Prediksi Uchok ini, bisa jadi benar.  Tetapi, bagi NU, banyak jalan menghindari perpecahan. Demikian Prof Dr H Rochmat Wahab, peserta Muktamar ke-34 NU yang mewakili PCI NU UK (United Kingdom) Inggris.

“Yang bikin ribut itu ‘kan pemilihan Ketua Umum PBNU (Tanfidziyah). Sedangkan soal pemilihan AHWA dan Rois Aam, sampai sekarang sejuk-sejuk saja, adem ayem. Artinya, NU memiliki banyak jalan untuk menghindari perpecahan,” tegasnya kepada duta.co, Rabu (22/12/21) di lokasi muktamar.

Perlu Waktu Cukup

Caranya? Jelas Ketua Tanfidziyah PWNU DIY Periode 2011–2016 ini, muktamar yang amat kilat, karena pendek waktunya ini, memang membuat muktamirin harus membuat skala prioritas. Terutama bagaimana menghindari perpecahan, tetapi tetap hak dan kewajiban berjalan.

“Misalnya, Muktamar ke-34 NU ini hanya untuk memilih AHWA dan Rois Aam saja. Setelah itu tutup. Berikutnya AHWA ‘merekomendasi’ nama-nama siapa (Caketum) yang layak mengemban amanah Ketua Umum PBNU untuk selanjutnya menjadi hak tanfidziyah untuk memilihnya,” tegasnya.

Artinya? Butuh waktu yang cukup. Hari ini (Rabu (22/12) masih bahas soal Tatib. Jadwalnya sampai Maghrib. “Apa mungkin? Ini masalahnya. Sementara, pimpinan sidang Tatib tidak boleh menafikan usulan peserta muktamar. Jadi ada potensi molor,” tegasnya.

Menurut Prof Rochmat, setelah AHWA dan Rois Aam terpilih merekomendasikan siapa yang layak menjadi Ketua Umum Tanfidziyah PBNU periode mendatang, berikutnya pemilihan Ketum PBNU tetap menjadi hak tanfidziyah. Ini bisa dilakukan secara daring, dengan waktu yang berbeda. Dengan begitu persatuan dan keutuhan NU tetap terjaga,” tegas Prof Rochmat.

Prof Rochmat juga menyesal karena PCI NU terpaksa tidak bisa hadir dalam Muktamar kali ini. Maka, solusi di atas bisa menjadi jawaban. “Bagaimana bisa? Sesuai aturan karantina mereka harus menjalani karantina selama 14 hari. Artinya 14 hari sebelumnya Muktamar dibuka sudah harus berangkat, ini jelas berat,” katanya.

Usulan Prof Rochmat ini, juga seirama dengan analisa Uchok Sky Khadafi. Menurut Uchok, untuk menghindari PBNU terbelah, maka persoalan pemilihan ketua Umum jangan diserahkan kepada PCNU dan PWNU secara langsung atau voting.

“Lebih baik, dan lebih maslahah memilih metode pemilihan dengan cara AHWA atau PCNU dan PWNU memilih para kiai sepuh untuk menjadi anggota ahlul halli wal aqdi (AHWA),” jelasnya di wartaekonomi.co.id.

Cuma, Uchok masih memiliki opsi lain. Yang harus ingat, tambahnya, komposisi anggota AHWA tidak boleh memasukkan Kiai  Ma’ruf Amin sebagai apa pun dalam AHWA. Kalau Kiai Ma’ruf Amin ikut sebagai AHWA, ini sama saja, pemerintah tertuduh lagi ikut campur dalam urusan internal NU.

“Terakhir, para kiai sepuh akan rapat, dan milih ketua umum PBNU dengan kriteria calon sebagai berikut, tokoh nasional, punya jaringan luas baik secara nasional dan internasional, dan dihormati dan disegani oleh para kiai dan tokoh tokoh NU. Kalau melihat kriteria seperti itu, saya melihat satu-satunya adalah sosok Kiai As’ad Said Ali,” pungkasnya. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry