Tampak (dari kiri), Hari Cipto , Andi Mulya dan Nabbilah Amir saat hearing di DPRD Kota Surabaya. (FT/aziz)

SURABAYA | duta.co – Ketua Surabaya Coruption Watch Indonesia (SCWI) Hari Cipto Wiyono mengaku kecewa dengan DPRD Surabaya. Pasalnya, hearing tentang dugaan korupsi atas aset YKP (Graha Astranawa) di Kelurahan Menanggal, Kecamatan Gayungan seluas 3.600 M2 tak membuahkan hasil memuaskan.

Kepala Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah (DPBT) Kota Surabaya Maria Theresia Ekawati Rahayu, mengatakan, bahwa, permasalahan tanah Graha Astranawa itu, tidak pernah ada dalam data-data yang berkaitan dengan DPBT Kota Surabaya.  Artinya, tanah yang di atasnya dibangun Gedung Astranawa, itu bukan aset Pemkot.

“Kalau begitu, STHM yang dipegang Pak Anam, benar adanya. Karena Pemkot dalam hal ini YKP, mengakui tidak pernah menguasai dan memiliki tanah tersebut. Data di Pemkot juga tidak pernah ada yang bercerita tentang aset tanah seluas 3.600 m2 di kelurahan Menanggal, Kecamatan Gayungan,” jelas Hari Cipto Wiyono kepada duta.co usai hearing.

Hadir dalam hearing di Komisi A beberapa organisasi perangkat daerah (OPD) terkait di Pemkot Surabaya. Hearing seolah-olah dilaksanakan secara normatif, tanpa adanya target penyelesaian atau solusi atas masalah senkget Graha Astranawa. Ini bisa dipahami, karena obyek tanah tak ada kaitannya dengan Pemkot.

“Ya, saya kecewa, karena, ternyata, ini bukan aset Pemkot. Maka, hearing yang selama ini kita nantikan, tidak ada solusinya. Komisi A DPRD Kota Surabaya, mau pun Pemkot  meminta sengketa tanah seluas 3.600 M2 untuk dikembalikan di jalur hukum. Pemkot dan YKP tidak tahu menahu,” lanjutnya.

Kepala Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah (DPBT) Kota Surabaya Maria Theresia Ekawati Rahayu, juga mengatakan, bahwa, permasalahan tanah yang saat ini ditempati Graha Astranawa, itu tidak ada data-data yang berkaitan dengan DPBT Kota Surabaya.

“Berdasarkan data yang ada di YKP pada tahun 2000. Pak Sunarto (wali kota, red) waktu itu menjabat Ketua pengurus YKP menerbitkan surat persetujuan kepada Pak Sartono,” ungkapnya.

Hanya Persetujuan

Yayuk, sapaannya, menjelaskan, dalam surat persetujuan itu intinya adalah memberikan persetujuan terhadap tanah di area YKP yang terletak di Kelurahan Menanggal Kecamatan Rungkut seluas 3.825 M2, bukan kecamatan Gayungan.

“Nah, sekarang, berdasarkan data sudah ada sengketa di PN Surabaya nomer 86 perdata tahun 2016. Selanjutnya hasil keputusan lainnya menolak dari pemohon kasasi terhadap Choirul Anam dan sudah dilaksanakan eksekusi,” tukasnya sambil menegaskan, bahwa, itu bukan urusan Pemkot.

Ketua Komisi A DPRD Kota Surabaya Pertiwi Ayu yang memimpin rapat dengar pendapat meminta perwakilan SCWI agar menempuh jalur hukum. Sebab, sengketa lahan tersebut sudah berada di jalur hukum. Bukan masalah Pemkot.

“Bukan berarti (hearing) kita bisa membantu, karena sengketa lahan ini sudah berproses di pengadilan dan sudah bukan kewenangan DPRD lagi,” jelasnya serius.

Diakui Hari Cipto, bahwa, tujuan permintaan hearing itu adalah untuk menanyakan aset Graha Astranawa apakah itu punya Pemkot, YKP atau bukan. Kalau memang aset itu punya Pemkot, maka harus dikembalikan. Tetapi, nyatanya, Pemkot sendiri tidak merasa memiliki.

Padahal, lanjut Hari, dalam putusan PN Surabaya no 86 tahun 2016, dijelaskan bahwa tanah itu diberikan oleh YKP kepada salah partai politik (parpol) lantaran mendukung Cak Narto sebagai wali kota.

“Jadi keterangan sdr Musyafak itu tidak benar. Kalau benar, ini pelanggaran hukum. Kalau salah satu parpol mendapat tanah 3.600 M2, lalu partai lain mendapat berapa luas tanah dan di mana saja?” ungkapnya.

Apalagi, SCWI sendiri, tegasnya, di lapangan menemukan data baru, bahwa, tanah seluas 3.600 M2 di Kelurahan Menanggal, Kecamatan Gayungan itu milik warga dalam kuasa Drs Choirul Anam.

“Jadi jelas, STHM yang dipegang Pak Anam itu benar, karena Pemkot sendiri tidak pernah merasa memilikinya. Surat Persetujuan 024 yang dikeluarkan Cak Narto (YKP) bukan dalam arti memberi tanah, tetapi setuju tanah di area YKP itu dibangun kantor PKB oleh Pak Anam,” pungkasnya.

Sudah Jelas

Ikut mendampingi SCWI adalah Andi Mulya SH, MH dan Nabbilah Amir SH MH. Menurut Andi, apa yang disampaikan Pemkot itu sangat penting, bahwa, tidak pernah ada aset Pemkot di Kelurahan Menanggal, Kecamatan Gayungan yang di atasnya berdiri Gedung ASTRANAWA.

“Memang tanah Gedung Astranawa itu sudah berstatus STHM. Maka, tidak mungkin ada data sama bahwa itu aset YKP atau Pemkot. Surat 024 yang dikeluarkan YKP saat itu (tahun 2000) isinya persetujuan, bukan pemberian hak. Karena status tanah itu tidak bisa diubah dengan SP 024, itu jelas bukan alas hak atas tanah,” jelas Andi.

Hal yang sama disampaikan Nabbilah Amir SH MH. Menurutnya, hearing ini, memang, tidak akan bisa menyelesaikan masalah. Karena jelas bukan milik Pemkot. Tetapi, hearing ini mempertegas dan memperjelas status tanah ASTRANAWA sekaligus posisi SP 024 yang dikeluarkan YKP.

Apa yang disampaikan Pemkot, sangat jelas, bahwa, tanah yang di atasnya dibangun Gedung ASTRANAWA itu, tidak terkait dengan aset Pemkot atau YKP. Makanya, DPRD Kota Surabaya sebagai mitra Pemkot, pun tidak bisa menjawab selain menyarankan proses hukum.

“Jadi, jelas, STHM yang dipegang Cak Anam, itu sah. Surat Persetujuan  024 yang dikeluarkan YKP itu sebatas persetujuan, bukan pemberian hak. Jadi hearing ini mempertegas, bahwa, SP 024 itu bukan pemberian hak atas tanah,” jelas Nabbillah yang juga dosen hukum di Universitas Surabaya ini. (azi)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry