Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo. Keterangan gambar ISTIMEWA.

SURABAYA | duta.co – Nama mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo (GN) menjadi pembicaraan publik nasional maupun  internasional. Ini lantaran GN, dinilai berhasil memancing Neo PKI keluar kandang. Apalagi setelah ia menyebut dirinya diberhentikan dari jabatan Panglima setelah memerintahkan Nobar (nonton bareng) film G30S/PKI.

Sekarang, semua semakin jelas. “Setelah Pak Gatot buat pernyataan, anak DN Aidit, Ilham Aidit langsung menuding Film G30S/PKI manipulatif, muncul lagi sejarawan Asvi yang minta tak mengaitkan PKI dengan G30S,” kata Ketua Umum Forum Banten Bersatu (FORBAS) Rina Triningsih kepada suaranasional sebagaimana dikutip idtoday.co.

Menurut Rina, publik bisa melihat siapa saja Neo PKI setelah pernyataan Gatot Nurmantyo. “Pak Gatot tidak perlu menyebut, kini langsung muncul orang-orang yang membela PKI,” ungkapnya.

Kata Rina, aparat kepolisian harusnya berterima kasih kepada Gatot Nurmantyo yang berhasil memunculkan orang-orang Neo PKI. “Polisi bisa meminta keterangan orang-orang yang memberikan dukungan terhadap PKI,” jelas alumni Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) ini.

Rina mengatakan, rakyat sangat solid mendukung langkah Gatot Nurmantyo dalam meluruskan arah negara yang sudah bengkok ini. “Arah negara yang bengkok harus diluruskan. Jangan sampai meluruskan arah negara dituding makar,” pungkasnya.

Tak kalah tajam analisa Dr. (Cand) Anton Permana, yang menyebut dirinya anak kolong keluarga besar TNI. Ia justru mengaku geram ketika GN tenang-tenang saja dihina dengan kata-kata tak pantas oleh para pendemo di Surabaya. Menurut Anton, tidak sulit kalau GN mau melubas para pendemo yang jumlahnya hanya segelintir orang.

“Sebagai anak TNI, anak kolong keluarga besar TNI, terus terang panas dada saya. Bahkan para prajurit yang aktif pun geram dan marah melihat mantan Panglima dipersekusi bahkan sampai dilontari perkataan kotor. Ini sebenarnya sudah sangat keterlaluan,” demikian Anton sebagaimana dikutip portal-islam.id.

Seperti diketahui, Anton adalah alumni LEMHANNAS RI yang rajin mengkritisi kinerja pemerintah. Artikelnya bertajuk “Bubarkan BPIP, Waspada Penyebaran Pancasila Cita Rasa Komunis” di Media Online membuat LEMHANNAS harus membuat press release.

Biro Humas Settama Lemhannas RI mengakui bahwa Anton Permana adalah alumni Lemhannas RI PPRA 58 Tahun 2018.  Tetapi, terkait tulisan Anton Permana berjudul “Bubarkan BPIP, Waspada Penyebaran Pancasila Cita Rasa Komunis”, merupakan buah pemikiran dan tanggung jawab Anton sendiri sebagai warga negara yang memiliki hak berpendapat

“Tulisan tersebut, tidak ada hubungannya dengan Lemhannas RI sebagai institusi,” demikian bunyi klarifikasi singkat Lemhannas tertanggal 20 Februari 2020 sebagaimana diunggah www.nahimunkar.org.

Mayoritas Masyarakat Tidak Tahu Neo PKI

Ternyata, kebanyakan rakyat Indonesia tidak sadar, bahkan, tidak tahu kalau ada kebangkitan kembali PKI atau dikenal neo PKI. Rakyat lebih sibuk soal sulitnya memenuhi sehari-hari, sehingga mereka seakan ‘terlelap’, dan tidak mendengar gegap gempita di nusantara.

Hal itu terungkap dalam survei yang dilakukan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) secara nasional pada 23-26 September 2020. Dari survei yang dilakukan melalui wawancara via telepon terhadap 1203 responden, sebanyak 64 persen menyatakan tidak tahu atau tidak mendengar adanya kebangkitan PKI di Indonesia. Sebaliknya, warga yang tahu atau mendengar sekitar 36 persen.

Berdasarkan persentase responden yang mengetahui, mayoritas tidak percaya bahwa kebangkitan itu memang terjadi. Hampir 61 persen menyatakan tidak percaya bahwa ada kebangkitan PKI (atau 22% dari populasi). Sementara yang menyatakan percaya ada kebangkitan PKI hanya 39 persen (14% dari populasi).

Direktur Eksekutif SMRC Sirojudin Abbas mengatakan, survei ini dilakukan mengingat isu tentang PKI selalu menjadi perbincangan, terutama setiap bulan September. “Pertanyaan utamanya adalah seberapa banyak warga yang tahu tentang isu tersebut? Di antara yang tahu, seberapa banyak yang percaya dengan isu ini?” kata Abbas seperti diberitakan Kantor Berita RMOLSumsel, Rabu (30/9).

Survei SMRC menunjukkan persentase warga yang percaya dengan isu kebangkitan PKI tidak banyak berubah sejak 2016. “Temuan survei nasional Juni 2016-September 2020 memperlihatkan warga yang setuju dengan isu bahwa sekarang sedang terjadi kebangkitan PKI tidak banyak berubah, hanya berkisar 10-16%,” jelas Abbas.

Abbas mengingatkan bahwa di kalangan mereka yang percaya bahwa memang ada isu kebangkitan PKI, 79 persen menilai kebangkitan PKI itu merupakan ancaman. Yang percaya kebangkitan PKI itu belum menjadi ancaman hanya 13 persen, dan yang tidak percaya menjadi ancaman 6 persen.

Lebih jauh lagi, mayoritas (69%) warga yang menilai sudah PKI menjadi ancaman menganggap pemerintah kurang/tidak tegas sama sekali atas ancaman kebangkitan PKI tersebut. Sedangkan 30 persen merasa pemerintah sangat/cukup tegas. Kesadaran tentang isu kebangkitan PKI ini juga berbeda antara kelompok demografis.

Salah satu temuan terpenting adalah perbedaan antar tingkat pendidikan. Terdapat 62 persen warga yang berpendidikan tinggi mengetahui isu kebangkitan PKI, sementara 18 persen warga berpendidikan SD yang mengetahuinya. Begitu juga 32 persen warga berpenghasilan di bawah Rp 1 juta/bulan yang mengetahui adanya isu kebangkitan PKI, sementara 40% warga berpenghasilan di atas Rp 4 juta mengetahuinya.

“Ini mengesankan bahwa pembicaraan tentang isu PKI lebih banyak beredar di kalangan elite,” ujar Abbas. Survei nasional tersebut dilakukan pada 23-26 September 2020 dengan melibatkan 1203 responden yang diwawancara per telepon yang terpilih secara random. Margin of error diperkirakan kurang lebih 2.9 persen. (rmol.id)

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry