PRODUKSI : Sejumlah santri sedang mengerjakan pembuatan masker, yang diproduksi pesantren Nahdlatut Tholibin Al-Islamiyyin, Jatirogo-Tuban (duta.co/syaiful adam)

TUBAN | duta.co -Sejumlah santri Ponpes Nahdlatut Tholibin al-Islamiyyin (NTI) Desa Kebonharjo Kecamatan Jatirogo, Tuban. membuat masker secara mandiri. Hal tersebut dilakukan ditengah kelangkaan dan mahalnya harga masker dipasaran.

Sebelumnya para santri tersebut telah mendapatkan pelatihan keterampilan menjahit di Balai Latihan Kerja (BLK) atau laboratorium menjahit milik pesantren.

Ratusan masker yang telah selesai produksi itu langsung dibagikan secara gratis kepada seluruh santri, masker yang yang diproduksi santri ini pun dibagikan kepada puluhan ustadz-ustadzah yang mengajar di MTs dan MA Unggulan Ulumiyyah Kebonharjo, yang terintegrasi dengan Ponpes NTI.

Pengasuh Ponpes NTI Kebonharjo, KH Achmad Alam Farid saat dikonfirmasi. Minggu (29/3/2020) mengungkapkan ditengah maraknya berita covid-19 masker sangat sulit dicari di toko-toko, kalaupun ada lewat online shop itupun beberapa penjual mematok harga cukup tinggi, hingga akhirnya para santri berinisiatif memproduksi masker secara mandiri.

Memproduksi masker secara mandiri ini merupakan ihktiar pesantren untuk meningkatkan kewaspadaan dna pencegahan terhadap penularan covid-19. Masker-masker tersebut juga dibagikan kepada ratusan santri yang sementara waktu mulai hari ini dipulangkan kerumah masing-masing.

“Masker ini kami bagikan secara gratis kepada seluruh santri dan guru pengajar. Hari sabtu kemarin. Dan hari ini para santri kami pulangkan, yang dekat diantar menggunakan kendaraan. Sedangkan yang jauh dijemput keluarga menggunakan mobil pribadi. Mereka kami bekali masker,” terang Farid.

Sejatinya pihak pesantren berkeinginan memproduksi lebih banyak lagi masker untuk dibagikan gratis kepada warga. Namun, hal itu terkendala dengan banyaknya santri peserta BLK yang terpaksa pulang karena wabah covid-19

“Keinginan saya ingin membuat masker sebanyak-banyaknya untuk warga. Tetapi, saya lihat anak-anak dulu, mereka yang tergabung dalam kelas menjahit pulang atau tidak. Kami ingin pesantren bisa bersumbangsih membantu pencegahan covid-19,” ujarnya.

Dewi Masitoh salah seorang santriwati membuat masker mengaku baru pertama kali menjahit masker. Namun, ia tidak kesulitan untuk menyelesaikan satu masker dalam waktu hanya beberapa menit saja.

“Masker yang dibuat berbahan kain jenis wolly crepe. Satu masker bisa selesai hanya 5 menit saja. Justru yang butuh waktu lama adalah proses pemotongan kain. Kami lembur malam sampai dini hari untuk menyelesaikan ratusan masker,” pungkasnya. (sad)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry