Kholili, mahasiswa Pascasarjana UIN-SA Surabaya.

“Masalahnya, mengapa pemerintah masih takut lockdown atau karantina? Sementara di sisi lain, membiarkan rakyat dikejar-kejar polisi untuk masuk ke dalam rumah. Kasih rakyat, kasihan juga polisinya.”

Oleh Kholili*

SEMRAWUT! Sampai hari ini, ‘pasukan tempur’ kita melawan Covid-19, masih semrawut. Seperti perang tanpa penglima tempur. Kocar-kocir. Sampai Juru Bicara Covid-19, Achmad Yurianto tak bisa mengendalikan omongannya. Katanya: “…yang kaya melindungi yang miskin agar bisa hidup dengan wajar dan yang miskin melindungi yang kaya agar tidak menularkan penyakitnya….” Astagfhirullah!

Semua tahu, Indonesia memiliki populasi penduduk yang begitu besar. Tentu, ini mengharuskan kita, para pemimpin tentunya, berfikir tentang kemanusian dalam menghadapi virus corona. Selama ini yang kita lihat, pemerintah tidak begitu serius menangani Covid-19.

Barangkali kesan itu begitu vulgar, menyakitkan pemerintah. Bisa saja pemerintah merasa sudah berupaya dengan maksimal dalam mengentaskan pandemi tersebut. Walau keseriusannya dinilai rakyat jamak, masih hanya sebatas (ibarat) drama Korea.

Keseriusan pemerintah baru teruji, jika pemerintah sigap dan tegas melakukan lockdown atau Karantina menurut UU kita, seperti yang sudah dilakukan negara-negara maju. Lihat Korsel dan Ghana. Tetapi, yang terjadi, selama ini, pemerintah masih berfikir tentang defisit ekonomi ketimbang nasib kemanusian. Ataukah pemerintah tidak mampu, atau belum tahu bagaimana caranya untuk kembali memulihkan perkenomian?

Publik, rakyat, hari ini melihatnya seperti itu. Pemerintah memang tidak begitu paham, sehingga yang ada dimindset pemerintah selalu materi, bukan tentang nyawa rakyat Indonesia. Ini ironi. Ketika public sudah geger soal bahaya corona, pemerintah malah sibuk menyambut turis China. Sejumlah pejabat dengan gagahnya menyambut mereka.

Tetapi, hari ini, ‘nasi sudah menjadi bubur’. Masalahnya, mengapa pemerintah masih takut lockdown atau karantina? Sementara di sisi lain, membiarkan rakyat dikejar-kejar polisi untuk masuk ke dalam rumah. Kasih rakyat, kasihan juga polisinya.

Di sisi lain, penjelasan pemerintah masih simpang siur. Selama ini ada identifikasi seseorang akan terjangkit virus corona hanya 14 hari. Kalau itu benar, apa pemerintah tidak bisa melakukan karantina selama 14 hari atau paling lama 1 bulan. Ini tentu, dengan konsekuensi menyediakan jaminan hidup bagi rakyat.  Bisa jadi butuh triliunan rupiah, dan itu sangat kecil dibandingkan dengan nilai nyawa bangsa ini.

Selama karantina tidak boleh masyarakat Indonesia ke luar rumah, setidaknya 14 hari kecuali demi kebutuhan primer; beli makan dan vitamin, atau kesedian pagan dan vitamin dijamin langsung pemerintah selama 14 hari dengan mengunakan anggaran tadi. Apa susahnya? Sepanjang ada niat untuk itu.

Percayalah! Apabila pemerintah mengambil sikap seperti itu,  yakin pandemi virus corona ini akan segera berakhir dan lockdown yang dilakukan pemerintah akan berhasil seperti negara-negara lainnya. Tapi jika pemerintah tidak sigap. tentu, penambahan ODP,  PDP dan Positif covid akan terus bertambah. Jika membiarkan kondisi seperti ini, rakyat versus polisi,  maka pengadangan Covid-19 hanyalah omong kosong. Waallahu’alam. (*)

*Kholili, mahasiswa Pascasarjana UIN-SA Surabaya.

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry