SAFARI LUHUT: Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan dan Wakil Gubernur Jatim, Saifullah Yusuf saat safari ramadan ke Ponpes Al Falah pada 30 Maret 2016 lalu (duta.co/nanang)

KEDIRI | duta.co – Janji pemerintah melalui Jenderal TNI (Purn.) Luhut Binsar Panjaitan, ketika menjabat Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) dalam mengelar safari pondok pesantren di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Falah Ploso Mojo perlu dipertanyakan. Pernyataan Luhut yang kini menjabat Menko Bidang Kemaritiman, harus dipertanyakan seiring dengan maraknya kasus pelecehan agama.

Agus H.Kanzul Fikri, salah satu perumus dan panitia Bahtsul Masa’il Kubro XIX Se – Jawa dan Madura, lebih melihat sikap pemerintah yang tidak tegas.  Diberitakan sebelumnya, topik hangat dibahas dalam Bahtsul Masa’il digelar di Ponpes Al – Falah ini, membahas pidato Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarno Putri, dianggap memicu pro-kontra dan menimbulkan keresahan masyarakat.

Dijelaskan Gus Fikri, sebutan akrab cucu KH.Zainuddin Djazuli ini, mengutip Kitab Is’adurrofiq, bahwa apa yang disampaikan Ketua Umum PDIP ini, dengan mengistilahkan peramal masa depan, telah menciptakan keresahan khususnya Umat Islam.

“Kami selaku perumus di Komisi A, setelah dibahas oleh para Mushohih, memutuskan hukumnya haram. Atas perkataannya, mengakibatkan keresahan masyarakat dan adanya indikasi ke pemahaman pelecehan agama,” jelasnya.

Bila kemudian dianggap melecehkan agama, bagaimana dengan sikap pemerintah, Gus Fikri menegaskan harus bersikap tegas dan kewajiban bagi pemerintah untuk melakukan ta’zir (pencegahan, red).

“Sesuai referensi Kitab Ihya’ulumuddin, Kitab Hawasyi Assyarwani dan Kitab Asnal Matholib, dijelaskan tugas pemerintah untuk memperingatkan bila kemudian pemerintah telah menta’zir namun tidak dihiraukan, harusnya melakukan tindakan tegas,” jelasnya.

Acara yang dihadiri para delegasi santri se – Jawa dan Madura ini, mendapat dukungan penuh dari kyai sepuh yang juga pengasuh Ponpes Al – Falah, KH. Nurul Huda Djazuli yang hadiri memberikan sambutan dan menutup dengan doa.

“Saya lebih suka bertemu saudara-saudara itu di sawah membawa cangkul atau berdagang di pasar. Bukan saatnya kita hanya berdoa, namun harus menunjukkan kerja nyata. Kita kaum nahdliyin, harus mempersiapkan kiai dan pemimpin masa depan yang mampu bekerja selain ibadah yang merupakan kewajiban utama,” ucap Kyai Nurul Huda. (nng)

 

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry