PONOROGO | duta.co -Popularitas Gunung Beruk di Karangpatihan, Kecamatan Balong, Ponorogo yang ngetren dua tahun belakangan ini, dikomersialkan oleh Kepala Desa Karangpatih. Padahal, gunung kini menjadi salah satu destinasi wisata di Ponorogo ini, masuk wilayah Perhutani.

Yang membuat pihak Perhutani geram. Pihak desa menerapkan tarif bagi para pengunjung yang hendak berwisata menikmati pemandangan Gunung Beruk, yang terletak di wilayah Ponorogo bagian barat tersebut.

Kepala Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (KBKPH atau Asper) Ponorogo Barat, Khaidir, melayangkan surat kepada Kepala Desa Karangpatihan, Eko Mulyadi, pada 13 Maret lalu. Dalam suratnya nomor 10/044.3/PB/Lawu/Divre-Jatim, Khaidir mengingatkan, agar Kades Eko segera membuat surat perjanjian kerja sama (PKS) dengan Perhutani.

Sebab selama PKS belum dibuat, maka tidak dibenarkan melakukan pemungutan retribusi untuk pengunjung di kawasan hutan itu. Karena sebagai wisata rintisan, maka Gunung Beruk harus ada MoU antara LMDH (lembaga masyarakat desa hutan) dengan Perhutani.

“Di Perhutani ada wisata rintisan dan wisata yang sudah jadi. Karena Karangpatihan ini merupakan wisata rintisan, maka harus buat PKS. Karena rintisan, selama ini sudah jalan ada pengunjung, lalu Februari kemarin kami kumpulkan untuk buat PKS, tapi sampai sekarang belum. Makanya kemarin saya surati,” kata Khaidir, kemarin.

Khaidir menyayangkan pihak pengelola sudah menarik retribusi (komersil), padahal belum ada PKS. Karenanya, sikap pihak desa dianggap melanggar aturan.

Dikatakan Khaidir, penarikan retribusi itu ilegal. Kawasan wisata rintisan yang berasal dari hutan lindung, harus ada uji coba selama 3 bulan. Padahal wisata Gunung Beruk sudah beroperasi sejak 2015 lalu.

“Melanggar izin ya, karena belum ada PKS. Belum ada PKS, belum legal formal belum ada, penunjukkan belum ada aturan, belum bisa pungut apapun. Karena merupakan wisata rintisan jadi sementara break dulu, pengelola harus ajukan PKS,” imbuh Khaidir.

Pun soal komersialisasi Gunung Beruk dengan menggelar musik dangdut dengan mendatangkan artis dari ibu kota pada Minggu (12/3) lalu, juga tanpa izin atau pun surat pemberitahuan kepada Asper. Padahal untuk menikmati keindahan Gunung Beruk sambil menonton dangdut dipungut biaya dengan tarif Rp 10.000.

“Kalau ada dangdutan itu tidak dapat tembusan (surat), padahal tidak boleh pungut (uang) tiket masuk,” tegas Khaidir.

Sementara itu, Kades Karangpatihan, Eko Mulyadi, saat dikonfirmasi menyatakan, awalnya Gunung Beruk adalah kawasan hutan yang gersang. Lalu oleh masyarakat setempat, LMDH dan juga karang taruna dilakukan terobosan dengan membuat rumah pohon, agar masyarakat tertarik dan mau melakukan penghijaun. Ternyata trik dari mahasiswa UGM yang melakukan KKN di wilayah itu, terbukti, kawasan yang 2 tahun lalu dikatakan gersang kini sudah hijau penuh pepohonan.

“Jadi gini, kalau selama ini kita tidak ada permasalahan apapun dengan Perhutani, kalau peringatan itu untuk semua pengelola wisata di Ponorogo, termasuk dilarang menggunakan tiket dan lain-lain. Kalau masalah dangdutan itu juga tidak ada masalah. Sebelum ada cara kami koordinasi dengan Polhut, LMDH dan juga lainnya. Karena kita belum SPK tapi masih dalam proses,” kata kades Eko Mulyadi, kemarin.

Diakui Eko, memang sebelumnya ada pungutan untuk masuk ke kawasan wisata hutan lindung itu. Tapi sejak ada larangan maka pungutan itu ditiadakan, dan hanya berupa jasa penitipan sepeda oleh penduduk di kawasan rumah penduduk.

“ Di sini pungutan ada tapi jasa penitipan sepeda, besuk Senin kita ada rapat dengan Perhutan tentang masalah itu. Karena Gunung Beruk tahap ijin, dulu gersang, kering, selalu terbakar, lalu oleh masyarakat diubah jadi lahan pertanin,” uajrnya

Menurut Eko, dengan adanya rumah pohon maka menarik minat masyarakat setempat khususnya karang tauran untuk melakukan penghijauan,  dengan menanam puluhan  ribu pohon. Dan semua kegiatan diakui Eko selalu sepengetahuan Perhutani dan Polhut.

“Semua kegiatan ada dokumentasinya dengan Perhutani. Sehingga tidak benar kalau ada kerusakahn, berita itu tidak benar. Berapa ribu pohon yang sudah ditanam oleh karangtaruna, TNI dan lainnya. Tidak gagal, kalau bicara keuntungan tidak ada, dulu pernha bikin tiket masuk tapi setelah dilarang tidak lagi. Tinggal penitipan (sepeda motor)  oleh penduduk, pengelolaan oleh LMDH  kan kepanjangan  dari Perhutani,” terang Eko. sna

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry