Rachma Rizqima Mardhotillah, ST, MMT – Dosen Fakultas Ekonomi Bisnis Teknologi Digital

EKSISTENSIĀ  Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia terus meningkat, jenis usaha tersebut mendominasi sekitar 99 persen dari total usaha yang beroperasi di Indonesia.

Jumlah UMKM mencapai lebih dari 65 juta, dan jumlahnya selalu naik dari tahun ke tahun. Adapun jumlah tersebut didominasi oleh usaha mikro, dengan jumlah tidak kurang dari 64,6 juta yang terdata (Kemenkop UKM, 2021).

Tidak heran jika usaha mikro berperan besar dalam kontribusi ekonomi terhadap negara, terutama dalam hal penciptaan lapangan pekerjaan dan menggerakan roda perekonomian wilayah sekitar.

Sangat wajar jika para pengusaha mikro harus dilindungi, dibina dan didampingi agar usahanya terus berkembang dan dapat memberikan dampak sosial yang baik terutama bagi lingkungan sekitar dimana usaha tersebut beroperasi.

Pada semester 2/2022, patut disyukuri karena periode sulit pandemi sudah perlahan dilewati dan situasi ekonomi bisnis berangsur kembali normal.

Pandemi covid-19 secara signifikan telah berdampak besar dalam mendorong digitalisasi usaha, terutama yang dilakukan oleh para pengusaha besar, menengah, dan kecil, meski belum terlihat signifikan dilakukan oleh para pengusaha mikro.

Seperti halnya teknologi yang mendorong para pelaku usaha untuk adaptif, masyarakat pun demikian, mereka menginginkan layanan yang serba praktis dan cepat.

Misalnya, dalam hal transaksi, banyak masyarakat terutama generasi milenial yang saat ini menyukai sistem pembayaran digital seperti menggunakan e-wallet atau mobile banking.

Fenomena saat ini menunjukkan bahwa seseorang semakin sedikit dalam menyimpan uang cash dalam dompet/sakunya, tetapi mereka memindahkan sebagian uangnya ke dalam bentuk elektronik yang lebih praktis dan aman.

Permasalahan yang kemudian timbul adalah ā€œmengapa banyak para pengusaha mikro kesulitan beradaptasi ke digitalisasi usaha?ā€.

Tidak hanya permasalahan transaksi pembayaran dari uang cash ke uang elektronik saja, pencatatan usaha pun terlihat masih banyak yang menggunakan pencatatan manual dengan menggunakan buku besar.

Solusi pertama yang bisa diadopsi adalah mengubah pola pikir, dari fixed mindset menjadi growth mindset. Fakta di lapangan menunjukkan para pengusaha mikro terjebak dalam pola pikir fixed mindset.

Seringkali kita melihat kasus dimana banyak pengusaha mikro yang sudah berjalan dalam periode waktu yang lama, namun bisnisnya tidak kunjung berkembang. Sejak awal merintis bisnis, mereka pun menjalankan sesuatu dengan otodidak tanpa adanya pengetahuan bisnis yang memadai.

Karena terlalu lama berjalan sendirian dan minim pengetahuan, mereka menganggap bisnis yang dijalankan sulit untuk diubah atau di ā€œscale-upā€. Pola pikir seperti inilah yang sering menghambat adaptasi teknologi dan menolak segala jenis perubahan, karena mereka sudah terjebak dalam zona nyaman yang sebenarnya kurang baik bagi mereka.

Pemerintah, akademisi, maupun komunitas-komunitas bisnis harus mulai sadar bahwa segala bentuk pelatihan, pendampingan, dan pemberian fasilitas bantuan bagi para pengusaha mikro harus dilandasi dengan pembekalan prinsip growth mindset.

Growth mindset adalah pola pikir yang berprinsip bahwa sesuatu itu dapat diubah, tumbuh, dan dikembangkan menjadi lebih baik lagi. Kritik kepada program-program kewirausahaan yang dijalankan oleh kementerian, dinas, CSR perusahaan swasta/multinasional, atau dari akademisi seringkali hanya berfokus pada aspek teknis tanpa memikirkan aspek growth mindset.

Misalnya, sebelum pengusaha mikro dibekali pelatihan teknis mengenai digital payment, diperlukan terlebih dahulu pendalaman mengenai growth mindset agar mereka mampu menyerap ilmu yang diberikan dan dengan senang hati mengaplikasikan ilmu tersebut dalam bisnisnya. Mental block atau resistensi terhadap sesuatu yang bersifat baru, harus dibenahi terlebih dahulu.

Solusi kedua adalah pemberian insentif bagi usaha mikro yang mau melakukan digitalisasi usaha. Digitalisasi usaha akan berdampak pada kegiatan operasional, interaksi, dan transaksi yang dilakukan kepada pelanggan.

Diyakini para pelaku usaha mikro sadar bahwa transformasi digital sangat penting, tetapi karena tidak ada urgensi dan insentif, akhirnya mereka malas berubah. Padahal perkembangan zaman dan teknologi semakin pesat, usaha-usaha baru yang dirintis anak muda dan sukses, hampir seluruhnya sudah menerapkan digitalisasi usaha.

Digitalisasi usaha akan meningkatkan efisiensi operasional, kualitas bisnis, dan kelangsungan pertumbuhan bisnis. Sebagai contoh, jika usaha mikro mulai menerapkan model digital payment, semua transaksi masuk akan tercatat otomatis tanpa perlu mencatat manual pada buku besar seperti yang dilakukan hampir seluruh usaha mikro pada 1-2 dekade yang lalu.

Selain transaksi masuk, laporan penjualan pun akan otomatis dicetak oleh sistem setiap harinya. Hal ini membuktikan kesalahan manusia dalam pencatatan keuangan seperti yang banyak terjadi pada kebanyakan usaha mikro, dapat dieliminasi oleh konsistensi sistem.

Namun, insentif seperti apa yang cocok diberikan bagi usaha mikro yang sukses melakukan digitalisasi usaha? Ada beberapa hal yang bisa dilakukan, misalnya insentif materiil seperti pembebasan pajak usaha mikro, bantuan hibah/pinjaman modal usaha, dan pemberian fasiltas-fasilitas administrasi bisnis yang gratis.

Bentuk insentif materiil lain yang bisa dipertimbangkan adalah pemberian diskon/fasilitas gratis dari provider atau penyedia aplikasi digitalisasi usaha mikro. Jangan sampai para pelaku usaha yang berminat untuk melakukan digitalisasi terhambat oleh biaya yang timbul, harus ada insentif yang dapat dirasakan dan signifikan.

Ingat ketika bagaimana masyarakat Indonesia secara masiv menggunakan aplikasi ojek online? Hal tersebut tidak terlepas dari adanya insentif materiil yang signifikan yang diberikan oleh provider jasa aplikasi (diskon besar-besaran, gratis coba, dll).

Selain itu bisa juga dipertimbangkan insentif moriil, seperti pemberian fasilitas pelatihan, pendampingan, dan mentoring gratis bagi pelaku usaha yang sudah go digital, ataupun pemberian award atau sertifikat kepada mereka yang telah sukses melakukan digitalisasi.

Kesimpulannya, insentif dapat secara efektif mendorong para usaha mikro untuk melakukan digitalisasi usaha dan secara langsung memperbaiki proses bisnis yang dilakukan. Pemerintah juga mestinya sudah mulai bisa memetakan pengusaha mikro yang sudah melakukan digitalisasi dan yang belum.

Sehingga program-program ke depannya dapat lebih tajam dan tepat sasaran. Harapannya, model-model pengelolaan bisnis dengan metode manual dan out of date perlahan bisa mulai ditinggalkan dan beralih ke metode yang lebih canggih, efektif dan efisien. *

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry