Gus Yasin (kiri) dan , Direktur Pencegahan BNPT Brigjen R Ahmad Nurwakhid (FT/IST)

SURABAYA | duta.co – Ketua Harian Pergerakan Penganut Khitthah Nahdliyyah (PPKN), H Tjetjep Muhammad Yasin, SH, MHum merasa heran dengan pengakuan Direktur Pencegahan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme)  Brigjen R Ahmad Nurwakhid, pernah terpapar paham radikal hingga membuatnya hampir berangkat ke Afganistan.

“Begini kok bisa menjadi Direktur Pencegahan BNPT. Gimana kalau kambuh. Siapa jamin dia tobat terus? Ini berbahaya, soal ideologi, pemerintah jangan main-main merekrut orang yang pernah terpapar paham radikal. Kalau sekedar untuk menjadi mitra, boleh,” demikian Gus Yasin panggilan akrab alumni Pesantren Tebuireng, Jombang ini kepada duta.co, Selasa (5/10/21).

Seperti diberitakan detik.com, Direktur Pencegahan BNPT Brigjen R Ahmad Nurwakhid mengaku pernah terpapar paham radikal hingga membuatnya hampir berangkat ke Afganistan. Seperti apa ceritanya?

“Memang saya juga pernah terpapar paham radikal, sampai saya juga mau berangkat ke Afganistan,” kata Ahmad Nurwakhid dalam acara webinar ‘Mencegah Radikalisme dan Terorisme untuk Melahirkan Keharmonisan Sosial’ di YouTube TVNU Televisi Nahdlatul Ulama, Selasa (30/3/2021).

Ahmad Nurwakhid bercerita awal mula dia terpapar paham radikal ketika mendengar ceramah-ceramah dengan paham Salafi Wahabi di salah satu masjid di Solo. Sejak saat itu, ia mulai sering menghadiri kajian.

“Meskipun saya dilahirkan di lingkungan NU dan kemudian di sekolah Muhammadiyah sudah dikenalkan doktrin-doktrin al-wala wal-bara, setelah saya jadi Kapolsek di Solo Banjarsari kami sering mendengarkan ceramah di Al Mu’min Ruki di situlah berkenalan dengan Salafi Wahabi takfiri, akhirnya kami sering idat, sering liqo,” ujar Ahmad Nurwakhid.

Ia menyebut, pada sekitar 1995-1996, pemerintah saat itu belum mewaspadai soal terorisme. Kemudian, setelah peristiwa bom Bali pada 2002, negara baru memiliki UU Terorisme sehingga Nurwakhid mulai berpaling dari paham radikal.

“Baru setelah 2002, ketika terjadi bom Bali negara baru peduli tentang radikalisme, alhamdulillah saya sudah mulai sadar, transisi sampai ketemu ideologi pengganti. Tercabutnya ideologi takfiri yang berawal dari pemahaman atau mazhab Salafi Wahabi takfiri tadi itu akan hilang jika terganti dengan ideologi Islam yang kaffah,” ungkap Nurwakhid.

Tidak Hanya Islam

Pengakuan ini membuat Gus Yasin heran. Pertama, apa benar kalimat itu keluar dari seorang perwira polisi yang tumbuh di keluarga NU dan sekolah di Muhammadiyah? “Kalau dia seorang perwira, mestinya paham, bahwa, radikalisme itu tidak hanya ada di Islam. Dan Islam justru melawan radikalisme itu sendiri. Saya jadi heran, kok semudah itu dia terpapar paham radikal,” jelas lelaki yang berprofesi sebagai pengacara ini.

Kedua, lanjutnya, kalau benar dia pernah terpapar radikalisme, kenapa tidak dari dulu bicara, sehingga bisa menjadi saksi di Pengadilan. Kenapa baru sekarang di momen hari Kesaktian Pancasila yang seharusnya dia bicara soal radikalisme PKI, kebrutalan PKI dalam pengkhianatan kepada NKRI dan Pancasila yang gagal. Kenapa?

Ketiga, posisi dia sebagai Dir BNPT, ini bisa berbahaya bagi masa depan negara. Terbukti dia hanya sibuk menggebuk Islam, menutupi radikalisme di kelompok lain. Padahal, kita tahu, di agama lain ada perorangan atau kelompok yang radikal. Bahkan sampai menembak mati orang Islam yang sedang salat Jumat. Nah, kenapa dia (Ahmad Nurwakhid) hanya menyinggung Islam?

Gus Yasin memberikan acungan jempol kepada Dr Hidayat Nur Wahid, Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI. Bahwa, sebagai Dir BNPT, saat rakyat memperingati hari Kesaktian Pancasila, mestinya dia bicara kekejaman PKI. “Saya khawatir ini semua bagian dari skenario menjelekkan Islam,” pungkasnya. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry