TOT: Training of Trainer (ToT) perdana Gerakan Nasional Pemberantasan Buta Membaca (Gernas Tastaba) hari ini, Sabtu, 31 Agustus 2021.

JAKARTA | duta.co – Guru Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah menempati peran strategis dalam memajukan literasi bangsa. Peran itu hanya bisa dijalankan oleh guru yang menjadi pembaca aktif.

Demikian antara lain kesimpulan yang mengerucut pada perbincangan guru Sekolah Dasar dalam Training of Trainer (ToT) perdana Gerakan Nasional Pemberantasan Buta Membaca (Gernas Tastaba) hari ini, Sabtu, 31 Agustus 2021.

Sebanyak 20 guru dari Ambon, Pontianak, Batam, Riau, Bandung, Depok dan Jakarta mengikuti dengan antusias sesi pertama dari enam sesi ToT secara daring yang berlangsung dari pukul 10 pagi sampai tiga sore. Sesi-sesi selanjutnya akan dilaksanakan setiap hari Sabtu pada jam yang sama. Sesi pertama dipandu dua fasilitator, Dhitta Puti Sarasvati, Dosen Fakultas Pendidikan Universitas Sampoerna dan Itje Chodidjah, Ketua Presidium Gernas Tastaba.

Dalam pelatihan yang dirancang dengan bentuk diskusi interaktif itu, para peserta bertukar pikiran dan pengalaman. Fasilitator Puti memantik diskusi dengan pertanyaan tentang pengalaman membaca paling berkesan sejak masa kecil, dalam rangka membangun perspektif menuju pembahasan substantif tentang membaca.

Itje Chodidjah, Fasilitator ToT, yang juga Ketua Presidium Gernas Tastaba mengajak para peserta untuk berefleksi dengan pertanyaan mendasar, mengapa guru SD/MI harus menjadi pembaca aktif? Apa itu pembaca aktif, dan apa bedanya dengan pembaca biasa? “Peran utama guru SD/MI adalah membangun alat untuk belajar. Itu lebih penting dari penyampaian pengetahuan (knowledge) dan konten pembelajaran,” kata Itje dalam paparannya.

Kerena itu, menurut dia, guru SD/MI memiliki peran penting dalam memajukan literasi nasional. Peran itu, kata Itje lebih lanjut, harus dijalankan oleh para guru pembaca aktif. Dalam hal ini, Puti menambahkan para guru SD/MI harus mengambil banyak sekali keputusan penting sebelum melaksanakan proses pembelajaran, karena menyangkut hal-hal krusial dari aspek kesesuaian level maupun aspek sosial dan moral. Misalnya, pemilihan bahan ajar atau bahan bacaan. “Bisa dibayangkan bila itu dilakukan dengan sambil lalu,” ujarnya.

Itje mengakui, walau sudah cukup lama dirancang, ToT perdana Gernas Tastaba ini masih akan mengalami penyempurnaan-penyempurnaan. Namun, dia optimistis gerakan ini terus membesar dan memberi dampak yang berarti bagi ikhtiar memajukan literasi nasional.

Lenny Herlina, seorang guru SD dari Pontianak, Kalimantan Barat, menyatakan sangat senang bisa bergabung dalam ToT Gernas Tastaba. “Setelah melihat tujuan tadi, menyimak segala hal yang tadi didiskusikan, saya semakin termotivasi untuk terus menjadi pembaca aktif, agar bisa meningkatkan kualitas peserta didik,” tulisnya dalam ruang chat di akhir ToT perdana.

Sependapat dengan Lenny, Winyarti Lestari dari Jakarta mengemukakan bahwa guru harus mencari sumber-sumber bacaan yang relevan dan kontekstual. Selain itu, katanya, guru harus memberi keteladanan kepada siswa.

 

Gernas Tastaba

Sejak Januari 2021, Gerakan Nasional Pemberantasan Buta Matematika (Gernas Tastaka) memandang kemerosotan kompetensi anak Indonesia juga terjadi pada kompetensi membaca. Untuk itu, para aktivis Gernas Tastaka  memandang perlu segera  dibuat Gerakan Nasional Pemberantasan Buta Membaca (Gernas Tastaba). Gernas Tastaba kemudian diluncurkan pada 1 Juni 2021 untuk menjawab tantangan besar kemerosotan kompetensi membaca anak Indonesia.

Studi  Programme for International Student Assessment (PISA) pada tahun 2018 mendefinisikan kecakapan membaca sebagai kapasitas untuk memahami, menggunakan dan merefleksikan teks tertulis untuk mencapai beragam tujuan, mengembangkan pengetahuan dan potensi (diri), dan berpartisipasi di masyarakat.  Partisipan studi ini adalah siswa berusia 15 tahun dari 76 negara, termasuk Indonesia.

Berdasarkan studi tersebut rata-rata skor kecakapan membaca siswa-siswa Indonesia merupakan salah satu yang terendah (peringkat ke-71 dibandingkan 76 negara). Selain itu, ada banyak sekali siswa yang kecakapan membacanya rendah (di bawah  level 2). Indonesia memperoleh salah satu peringkat tertinggi terkait banyaknya siswa yang kecakapan membacanya rendah (peringkat ke-5 dari 76) negara). Sedangkan, persentase siswa yang memiliki kemampuan membaca sangat baik (kecakapan Level 5 atau 6) adalah salah satu yang terendah  (peringkat ke 70 dari 76 negara). rls

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry