Ketua FKUB Jawa Tengah, H. Taslim Sahlan didampingi Dai Ahmadiyah Semarang, Syaifullah Ahmad Al-Faruq saat menyerahkan Piagam Watu Gong kepada Wakil Ketua II FKUB Jakarta Barat, Nyoman Widiwisnawa seusai dialog di markas Jemaat Ahmadiyah Semarang (ft/rif)

SEMARANG | duta.co –Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jawa Tengah menggunakan Gerakan Kebangsaan Watu Gong (Gerbang Watu Gong) sebagai terobosan baru dalam mengakomodir semua penganut agama dan kepercayaan untuk hidup berdampingan secara rukun di Jawa Tengah.

“Gerbang Watu Gong ini solusi yang tidak bisa terstrukturkan di FKUB,” kata Ketua FKUB Jawa Tengah, H. Taslim Sahlan saat menerima rombongan FKUB Jakarta Barat di markas Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) daerah Semarang, Jalan Erlangga, Kota Semarang, Selasa (8/3) siang.

Menurutnya, rumus membina kerukunan antar berbagai pemeluk agama dan kepercayaan di Jawa Tengah tidak muluk-muluk, sangat sederhana, yaitu menjadikan agama sebagai perekat, bukan penyekat, dan tidak menghakimi keyakinan orang lain, “Beda keyakinan atau beda cara beribadah, tidak ada yang kami hukumi sesat. Semua kita rangkul untuk kumpul bersama menjaga Jawa Tengah,” urainya.

Dengan adanya Gerbang Watu Gong, lanjutnya, persoalan keberagamaan di Jawa Tengah bisa terus disikapi dengan bijaksana. Dia sebut diantaranya kasus pendirian gereja yang disengketakan, dan stigma terhadap JAI, “Semua bisa kita dudukkan dengan damai,” ungkapnya.

Gerbang Watu Gong juga terapresiasi oleh Ustadz Syaifullah Ahmad Faruq selaku muballigh JAI daerah Jawa Tengah Zona 3. Menurut dia, gerakan tersebut luar biasa dan terobosan baru yang layak di contoh daerah lain, “Gerakan Kebangsaan Watu Gong ini sangat luar biasa, barang kali sejauh yang saya kenal di beberapa daerah saya bertugas, ini mungkin hal yang baru di Indonesia,” ungkapnya.

Dia melanjutkan, Gerbang Watu Gong mampu mengakomodir semua elemen yang berbeda dengan baik sehingga menciptakan tatanan masyarakat yang toleran terhadap berbagai perbedaan keyakinan, “Gerakan Kebangsaan ini mengakomodir lintas agama, lintas madzhab, lintas keyakinan. Pokoknya ini luar biasa, ini bukan hanya majlis agama. Bahkan dari penghayat pun ikut bergabung di dalamnya. Ini menjadi gerakan sosial yang luar biasa,” akunya.

“Kalau bisa ini kita copy di tempat lain (selain Jawa Tengah),” imbuhnya menandaskan.

Ustadz Saifullah, sapaan akrabnya pun memaparkan pengalaman selama aktif bersama berbagai tokoh lintas agama dan penghayat kepercayaan, “Paling tidak ini menjadi problem solving dari permasalahan kebangsaan kita pada hari ini. Kita pada umumnya sangat bangga dengan identitas kedaerahan, agama, dan sebagainya. Nah di gerakan kebangsaan ini kita tidak menghilangkan identitas itu, tapi kita mencoba mensejajarkan semua yang berbeda ini untuk duduk bersama, ngobrol bersama untuk membicarakan hal yang sama-sama inginkan, sama-sama kita rindukan, kedamaian, kerukunan dan seterusnya. Ini luar biasa,” urainya.

Ustadz Saifullah menilai Gerbang Watu Gong telah terbukti berhasil membangun persaudaraan anat pemeluk agama dan kepercayaan di Jawa Tengah sebagaimana salah satu isi dalam Piagam Watu Gong, “Sesuai dengan tiga isi Piagam Watu Gong yang salah satunya membangun solidaritas kebangsaan. Nah tentu solidaritas kebangsaan ini kan cakupannya sangat luas,” katanya.

Dia sebut saudara sesama bangsa Indonesia yang teraniya atau terdzalimi oleh situasi tertentu dapat didudukkan secara damai, “Gerbang Watu Gong bukan hanya teori, tapi sudah berhasil memecah kebuntuan-kebuntuan itu,” ungkapnya.

Hal itu, lanjut dia termasuk pula stigmatisasi terhadap Ahmadiyah yang tertuduh beda syahadah, beda Nabi, dan beda tempat haji, “Pengalaman kami di Ahmadiyah, kami berjejaring di beberapa elemen yang tadinya sangat barang kali tidak menyukai yang mungkin karena informasinya sangat minim dan kurang lengkap. Tapi setelah ada mediasi oleh Pak Yai Taslim sebagai penggagas Gerbang Watu Gong ini akhirnya kami clear, selesai, bisa bertabayun,” jelasnya.

Dia pun berharap Gerbang Watu Gong bisa berjalan di daerah lain sebagai salah satu solusi untuk mengikis masalah identitas kebangsaan. Sebab, perbedaan tidak akan bisa kita pahami jika tanpa klarifikasi “Harapan saya hal-hal semacam ini menjadi satu gerakan yang massif. Kemudian menjadi jalan keluar untuk masalah kebangsaan yang sering terjadi di Indonesia,” harapnya.

Hal senada terungkap dari Wakil Ketua II FKUB Jakarta Barat, Nyoman Widiwisnawa. Dia menilai kerukunan antarpemeluk agama dan kepercayaan di Jawa Tengah sangat menarik, “Jadi ketuanya ini bersifat merangkul, tidak memukul, tapi baik dengan seluruhnya,” ucapnya.

Dia pun mendukung langkah FKUB Jawa Tengah dalam membina kerukunan. Langkah tersebut menurutnya hampir sama dengan FKUB Jakarta Barat yang sering melakukan rapat di rumah pengurus.

“Kalau di Jawa Tengah ini sangat toleran karena sumber-sember sastra yang ada di zaman dulu adanya di Jawa,” ujarnya.

Termasuk semboyan Bhineka Tunggal Ika asalnya dari Jawa, “Jadi artinya kita harus rukun, damai. Apapun agama kita yang penting kemanusiaan kita terjamin rukun dan damai,” pungkasnya. (rif)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry