SURABAYA – Pertemuan aliansi mahasiswa dari berbagai Perguruan Tinggi di Surabaya dengan Gubernur dan Forum Pimpinan Daerah (Forkompimda) Jatim di Gedung Negara Grahadi Surabaya, Selasa (8/10/2019) malam tak berjalan sesuai harapan, bahkan terkesan gagal total.

Yang menarik, gagalnya pertemuan itu justru  dipicu masalah yang sepele, yakni jamuan makan malam sebelum acara dimulai. Awalnya mahasiswa yang hadir sebagian sudah mengambil berbagi menu makanan yang sudah tersaji rapi.

Namun secara tiba-tiba, salah seorang mahasiswa yang diketahui bernama Zamzam Syahara mendatangi microphone yang ada dan mengomando rekan-rekan mereka supaya tidak makanan terlebih dulu. Sebab tujuan  kedatangan adalah untuk audensi dengan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dan Forkopimda yang hadir yakni Kapolda Jatim Irjen Pol Luki Hermawan dan Pangdam V/Brawijaya Mayjen TNI Wisnoe Prasetja Boedi.

“Teman-teman kita kesini bukan untuk makan-makan tapi audensi dengan Gubernur. Jadi selagi apa yang kita perjuangkan belum berhasil, jangan makan dulu,” ujar Zamzam Syahara mengkomando rekan-rekannya sekaligus mengajak meninggalkan ruangan jamuan makan di taman belakang Grahadi.

Sontak, puluhan mahasiswa yang hadir meninggalkan taman dan saat melalui ruang utama Grahadi, salah seorang dosen Unair Surabaya, Airlangga Pribadi mencoba membujuk mahasiswa dan menfasilitasi pertemuan di salah satu ruangan yang ada di gedung negara Grahadi.

Namun, pertemuan itu gagal menemui kata sepakat. Bahkan beberapa mahasiwa yang ada di ruang utama justru membeber spanduk sehingga coba ditenangkan oleh dosen Unair yang lain dan meminta mereka segera bubar meninggalkan ruangan gedung negara Grahadi Surabaya.

Saat keluar puluhan mahasiswa tidak langsung pulang tapi berkumpul di pinggir lapangan Grahadi. Juru bicara mahasiswa dari elemen Domnesia, Zamzam Sahara mengatakan bahwa makan atau tidak makan itu hak kami. “Tapi masalah dialog, itu kita memang menyepakati saja,” jelas Syahara.

Aksi 10 Oktober

Ia mengakui diatara elemen mahasiswa masih ada problem sendiri namun hal itu tidak bisa disampaikan ke publik maupun kepada Airlangga Pribadi sebagai fasilitator mahasiswa dengan Gubernur Jatim sehingga problem itu muncul di saat pertemuan baru dimulai.

Disinggung soal kaitan pertemuan dengan rencana aksi pada tanggal 10 Oktober mendatang, Iqbal mahasiswa lainnya  menegaskan bahwa pihaknya masih akan mengkonsolidasikan kembali dengan kekuatan sipil yang pernah menggelar aksi tanggal 26 Agustus lalu karena yang hadir ini hanya beberapa perwakilan saja.

“Jadi sebenarnya pertemuan ini bukan untuk menghambat tapi justru melegitimasi kalau memang harus ada aksi turun ke jalan lagi. Karena ketika kita ditolak di DPRD Jatim dan Grahadi maka legitimasi kita akan melakukan aksi kembali itu semakin kuat. Yang jelas dalam pertemuan malam ini kita tidak diajak dialog,” tegas Iqbal.

Senada, ketua BEM Unair Surabaya, Agung Tri   Putra menambahkan dialog yang diharapkan terjadi dalam pertemuan dengan Gubernur Jatim gagal dilaksanakan. Karena itu pihaknya akan mengkonsolidasikan kembali dengan teman-teman aliansi yang lain.

“Kalau dari BEM Unair tetap akan mengawal baik dalam aksi maupun literasi entah itu dalam bentuk audensi atau lainnya karena perjuanga mengawal revisi UU KPK belum selesai,” jelas Agung.

Bentuk pengawalan yang dilakukan BEM Unair bisa saja dilakukan melalui aksi, literasi atau Judicial Review. Namun diakui Agung  Tri Putra ada miskomunikasi antar elemen mahasiswa sehingga terkesan perjuangan hanya terfokus pada gerakan aksi turun ke jalan.

“Yang penting itu, UU yang bermasalah jangan disahkan, UU yang memang diperlukan disahkan, seperti masalah UU KPK itu Perppu-nya segera diterbitkan atau melalui Judicial Review,” ungkapnya.

Sementara itu, Airlangga Pribadi selaku fasilitator pertemuan silaturrahim antara elemen mahasiswa dengan Gubernur Jatim dan Forkompimda mengatakan bahwa kegiatan silaturrahim ini adalah kegiatan rutinan yang dilakukan oleh Forkompimda Jatim dengan elemen mahasiswa dan kebetulan sekarang gilirannya Gubernur Jatim.

Dijelaskan Angga sapaan akrab dosen FISIP Unair, elemen mahasiswa memang minta dikomunikasikan  kepada Gubernur melalui dirinya untuk bisa berdialog terkait dengan apa yang mereka selama ini serukan dalam aksi.

“Nah sepertinya ada miskomunikasi sehingga sebetulnya kami sendiri minta maaf kepada Gubernur, kepada Kapolda dan Pangdam  terkait dengan peristiwa ini. Tapi saya pikir bahwa ini bisa diperbaiki karena persoalannya itu ada miskomunikasi yang memang perlu dikelola lebih baik bahwa hubungan antara Gubernur sebagai kepala daerah dengan rakyatnya terutama dengan kalangan mahasiswa, saya pikir akan tetap bisa dijalankan secara harmonis,” tutur Airlangga.

Dalam konteks ini, tentunya mahasiswa juga bisa introspeksi diri bahwa dalam proses dialog dan undangan itu selain pada terkait dengan iu  atau wacana-wacana yang ditawarkan harus jelas dan juga yang paling penting adalah keadaban dalam berdialog, yang mana itu adalah bagian dari kebudayaan Indonesia, bahkan tidak budaya dunia.

Artinya bahwa kalau terkait ada orang datang ke setiap rumah atau tempat itu biasanya akan disuguhi makanan dan minuman itu adalah hal yang biasa sebetulnya. Dan bagi pihak tamu juga seharusnya menghormati.  “Kita masih perlu melakukan pembelajaran dalam berpolitik yang santun dan beradab dan pembelajaran demokrasi,” beber Airlangga Pribadi.

“Kehadiran Kapolda dan Pangdam dalam proses dialog karena mereka memang siap hadir dalam dialog tersebut dan tidak ada tendensi tidak ada presiden bahwa Gubernur menolak dialog,” jelasnya.

Perlu Belajar Politik?

Sementara terkait dengan penghormatan, saya pikir bahwa kalau kita lihat dari istana sampai di gubuk, dari orang kaya sampai orang miskin, kalau ada misalnya seseorang datang ke sebuah rumah siapa pun yang disediakan makanan pasti dimakan dan diminum karena itu adalah bagian dari keadaban.

“Keadaban di Indonesia atau di negara-negara yang lain di dunia juga seperti itu. Itu adalah undangan silaturahmi bahwa dalam  silaturahim itu juga ada proses kesediaan gubernur untuk berdialog dengan mereka, tidak ada penolakan sama sekali untuk berdialog dengan mereka dalam silaturahim tersebut,” tegas Angga.

Ia mengakui teman-teman mahasiswa sebelumnya meminta syarat-syarat untuk  disediakan dalam silaturrahim. Dan ketika kita lihat di belakang dalam pertemuan semua syarat telah dipenuhi. “Artinya bahwa sebetulnya komitmen itu berusaha diperjuangkan oleh kepala daerah provinsi,” tambah Airlangga Pribadi.

Lantas apakah pertemuan ini ada kaitan dengan rencana aksi mahasiswa tanggal 10 besok? Dengan diplomatis Airlangga menyatakan kurang tahu persoalan soal itu.

“Saya pikir pertemuan ini adalah upaya yang dilakukan untuk mencari proses-proses dialog. Artinya bahwa Ibu Gubernur sendiri peduli terhadap mereka, maupun terhadap tuntutan aksi,” dalihnya.

Gubernur beberapa kesempatan Gubernur Jatim juga berstatement mengucapkan  berterima kasih kepada mahasiswa yang telah melakukan aksi secara damai, secara kondusif tanpa adanya korban jiwa, tanpa adanya persoalan-persoalan yang meresahkan

“Pada awalnya kami anggap mahasiswa juga menyadari dan menghormati hal itu karena mereka adalah mahasiswa yang sudah dewasa dan berilmu. Dan ini sebetulnya yang kami pikir  tidak tahu kalau ada miskomunikasi seperti ini,” beber Angga.

Kegagalan pertemuan malam ini, tentukan akan dipertimbangkan oleh Gubernur untuk digelar kembali, tentu dalam situasi dan kondisi yang lebih nyaman dan lebih dialogis serta saling menghormati satu dengan yang lain. Selain itu mahasiswa juga perlu terus belajar berpolitik secara beradab dan belajar berdemokrasi dengan baik.

Perwakilan yang hadir dalam pertemuan di Grahadi sebetulnya terdiri dari diperwakilan perguruan tinggi, perwakilan BEM, perwakilan dari aktivis mahasiswa, dan perwakilan dari karyawan. “Sebetulnya kalau kita lihat dari undangan-undangan tersebut itu cuma sebetulnya hanya beberapa kalangan saja yang menampilkan suasana yang tidak nyaman,” pungkasnya. (ud)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry