Firman Syah Ali, Keponakan Mahfud MD siap maju pada Pilwali Surabaya 2020

“…NU itu ada yang ori, naturalisasi, rehabilitasi, reboisasi dan imitasi. NU Ori adalah orang yang asli NU, keturunan NU, keluarga NU dan sejak kecil aktif ngurus IPNU atau IPPNU.”

Oleh: Firman Syah Ali*

DI SEBUAH grup WA IKA PMII Madura, di mana saya jadi admin di situ, tampak seorang kader muda NU berdebat dengan sesama NU. Mereka berdebat tentang seorang pelaku dinasti politik yang tau-tau dibanserkan. Dalam perdebatan tersebut sampai keluar kata-kata “menjijikkan”.

Bagi orang yang aktif di NU sejak kecil, sejak IPNU, memang, diam-diam kesal hatinya jika ada figur publik yang sedang punya hajat politik di tahun politik, lalu tau-tau di-NU-kan, diseragami Banser dan sebagainya. Mereka juga diam-diam menggerutu jika ada orang yang jelas-jelas NU, tiba-tiba divonis bukan NU, gara-gara kontestasi politik.

Ada sebuah guyonan bermutu, bahwa, warga NU itu ada yang ori, naturalisasi, rehabilitasi, reboisasi dan imitasi. NU Ori adalah orang yang asli NU, keturunan NU, keluarga NU dan sejak kecil aktif ngurus IPNU atau IPPNU.

NU Naturalisasi adalah orang yang baru kenal NU dan ingin banget jadi pengurus NU. Ia pingin berkhidmah, mengabdi sama kiai NU. Entah ada kepentingan apa di balik semua itu, hanya Allah SWT yang tahu.

NU Rehabilitasi adalah orang yang dulunya tidak suka sama NU, sering posting dan nge-share berita yang menyudutkan NU, tiba-tiba insaf dan berubah menjadi pembela NU.

NU Reboisasi adalah keturunan, keluarga dan amaliyah NU, namun tidak pernah aktif di organisasi NU. Tiba-tiba ingin aktif ngurusi NU.

NU Imitasi adalah Orang NU yang gampang terbawa kelompok luar NU. Tidak teguh pendirian. Kadang ijo, kadang putih, kadang hitam. Ada yang NAHRABI (Nahdliyyin Rasa Wahabi), ada yang NAHRASYI’ (Nahdliyyin Rasa Syi’ah) dll.

Wajar jika warga NU Ori, kadang iri kepada NU Naturalisasi, Rehabilitasi, NU Reboisasi dan NU Imitasi.  Bahkan menurut saya, kadang itu bukan bentuk iri hati, tapi bentuk kewaspadaan yang tinggi akan nasib NU ketika dikuasai oleh kaum Non Ori.

NU non ori atau mendadak NU biasanya muncul pada tahun-tahun politik, atau di luar tahun politik bagi yang sedang rebutan jabatan birokrasi  pemerintahan (Kepala Dinas) terutama di daerah-daerah yang kepala daerahnya berlatar-belakang NU.

Saya termasuk yang jijay terhadap sutradara dan aktor mendadak NU, namun saya tetap moderat, siapa tahu sebagian diantara mereka “mendadak” lahirkan manfaat yang besar untuk NU. Campuran antara jijay dan legowo ini enaknya dibungkus dengan istilah apa ya? Waallahu’alam bis-shawab.

*Penulis adalah Pengurus Harian LP Ma’arif NU Jatim/Majelis Alumni IPNU