Tampak persidangan yang digelar di PN Surabaya, Rabu (7/4/2021). Henoch Kurniawan
SURABAYA|duta.co – Ariel Topan Tubagus, terdakwa dugaan pemalsuan Akta autentik mengajukan pledoi atau pembelaan atas tuntutan 3 tahun 6 bulan penjara, Rabu (7/4/2021).
Dalam pledoinya, menyatakan bahwa Ariel tidak terbukti membuat surat palsu sebagaiamana dimaksud dalam surat dakwaan alternatif pertama, kedua dan ketiga.
Fahmi Bahmid selaku Penasehat Hukum terdakwa Ariel, membeberkan sejumlah kejanggalan diantaranya petunjuk adanya dugaan rekayasa untuk memaksakan kasus ini untuk diproses.
“Dimana jelas terlihat dengan adanya P-19 sebanyak 5 kali dari Jaksa Penuntut Umum ke penyidik, yang mana tidak ada bukti yang memberatkan terdakwa, akan tetapi dipaksakan naik oleh penyidik dan jaksa,” ujar Fahmi.
Padahal, berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Bersama Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor : 099/KMA/SKB/V/2010, Nomor : M.HH-35.UM.03.01 tahun 2010, Nomor : KEP-59/A/JA/2010, Nomor : B/14/V/2010 Pasal 2 huruf d jelas diatur untuk menghindari penyalahgunaan wewenang dalam proses penegakan hukum.
“Dimana lampirannya pada angka 8 menyebutkan masalah pengembalian berkas perkara antara Penyidik dan JPU, disatu pihak Penyidik merasa sudah berusaha maksimal untuk memenuhi petunjuk JPU, namun di pihak lain JPU tetap beranggapan bahwa berkas perkara tersebut belum lengkap, maka perlu dilakukan sebuah tindakan,” ungkap Fahmi.
Tindakan yang dimaksud tersebut, antara lain mengoptimalkan koordinasi antara Penyidik dengan JPU, dan apabila berkas perkara sudah 3 kali diajukan oleh Penyidik dan dikembalikan oleh JPU, maka perkara dinyatakan tidak layak atau tidak dapat dilanjutkan.
“Dengan demikian jelas terlihat bahwa apabila P-19 sebanyak 3 kali, maka kasus tersebut harus dihentikan penyidikannya (SP3), akan tetapi fakta hukumnya berbeda karena dipaksakan dan adanya dugaan rekayasa kasus sebagaimana Bukti T-20 sampai dengan T-23, hal ini terlihat jelas dengan audit yang dilakukan secara tidak sah karena bertentangan dengan Penetapan Pengadilan Nomor : 170/Pdt.P/2019/PN.JKT.PST tanggal 23 Juli 2019 yang telah inkracht,” tambah Fahmi.
Terlebih, Kang Hoke Wijaya dinyatakan telah terbukti melakukan tindak pidana Penggelapan dalam jabatan dan Pencucian Pidana yang sudah diputus Kasasi dan inkracht. Ia dihukum pidana 9 tahun penjara serta denda Rp2 miliar.
Sedangkan, Akta Notaris Kusrini yang dikatakan palsu oleh Kang Hoke Wijaya secara jelas dipakai oleh Kang Hoke Wijaya untuk menguntungkan dirinya sendiri dalam perbuatan hukum membuat dan menandatangani Perpanjangan Perjanjian Kredit di Bank Mandiri pada tanggal 31 Maret 2016 dalam kapasitasnya selaku Komisaris PT Hosion Sejati tanpa sepengetahuan dan persetujuan terdakwa selaku pemegang saham dan Ahli Waris Alm Susiana.
“Dan uang tersebut dicairkan di rekening bank atas nama pribadi Kang Hoke Wijaya dan bukan rekening perusahaan PT Hosion Sejati, uang tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi dan bukan untuk kepentingan perusahaan,” beber Fahmi.
Berdasarkan pledoinya tersebut, PH terdakwa meminta majelis hakim membebaskan Ariel Topan dari segala tuntutan serta memerintahkan jaksa membuka blokir rekening BNI 3398161688 atas nama PT Hosion Sejati. eno
Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry