Arif Fathoni, mantan Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Bhayangkara (UBHARA) Surabaya tahun 2016 saat menjadi pembicara dalam ‘Pengenalan Kampus Mahasiswa Baru UBHARA Surabaya Tahun Akademis 2019/2010, Selasa (20/8/2019).

SURABAYA | duta.co – Sistem pendidikan saat ini cenderung mendukung tersebarnya virus pragmatisme dan apatisme, dimana hanya membentuk mahasiswa yang pintar dan terampil serta berorientasi kerja untuk memenuhi permintaan pasar.

“Padahal  virus ini telah berhasil ‘membunuh’ atau setidaknya mampu ‘membonsai’ karakter khas mahasiswa, yakni idealisme dan daya kritis,” ungkap Arif Fathoni, mantan Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Bhayangkara (UBHARA) Surabaya tahun 2006 saat memjadi pembicara dalam ‘Pengenalan Kampus Mahasiswa Baru UBHARA Surabaya Tahun Akademis 2019/2010, Selasa (20/8/2019).

Tony, panggilan akrabnya, lantas berusaha memberi gambaran banyak mahasiswa yang akhirnya terasing dari masyarakatnya, berusaha lulus cepat, namun hanya untuk mengisi barisan pencari kerja, tidak peduli dengan masalah-masalah sosial kemasyarakatan, individualistis, bahkan politik.

“Dari sinilah dibutuhkan sebuah rekayasa sosial yang konseptual dan sistematis untuk melakukan pencerahan moral dan politik terhadap mahasiswa, sehingga mereka menyadari tanggung jawabnya yang bukan sekadar tanggung jawab akademis saja,” ujarnya saat berbicara dengan tema “Mewujudkan Mahasiswa Baru UBHARA Surabaya yang Unggul, Kompetitif, dan Etis dengan Pedoman Tri Dharma Perguruan Tinggi’ ini.

Karenanya di depan ratusan mahasiswa baru (Maba) UBHARA Surabaya, Tony berusaha mendorong  mahasiswa untuk memahami bahwa tugas pokok seorang mahasiswa adalah menjadi pembawa pembaruan yang bermanfaat bagi masyarakat. Seorang mahasiswa lanjutnya, semestinya tak hanya belajar di ruang kelas, tapi juga mampu menembus batas jendela-jendela kelas dan masuk ke dimensi lebih luas dari arti tanggung jawab sosialnya.

“Betul memang, kita ada di kampus untuk melaksanakan tanggung jawab akademik sebagai prioritas utama, dan yang pasti semua setuju akan hal ini. Orangtua menitipkan kita ke kampus untuk menimba ilmu sebanyak-banyaknya sehingga apapun jalan yang kalian pilih nantinya, harus bermanfaat bagi sekitar,” ujar Ketua Forum Masyarakat Cinta Damai (Formacida) Jawa Timur ini memberi semangat.

Tony lantas berusaha pamer, dunia kampus ibarat miniatur bernegara. Mahasiswanya ada yang menjadi aktivis pergerakan dan belajar mengembangkan kepemimpinan, ada juga yang condong lebih mengedepankan akademis.

“Namun saran saya jadilah aktivis mahasiswa, terdepan dalam pergerakan mahasiswa. Ingat ya saya bisa menjadi seperti sekarang ini karena gemblengan kampus. Dari kampus kita bisa belajar menjadi pemimpin, juga melatih public speaking. Dengan mengikuti organisasi kampus, seorang mahasiswa aktivis biasanya akan memiliki sikap dan karakter yang lebih aktif dibanding mereka yang tidak ikut organisasi. Karena akan lebih banyak terlatih dalam mengutarakan pendapat di hadapan orang lain, ataupun menggerakkan dan mengarahkan teman-teman sesama anggota ketika organisasi sedang mengadakan suatu acara,” pamer pria yang akan dilantik menjadi Anggota DPRD Kota Surabaya ini.

Selain menurutnya, dengan menjadi aktivis kampus juga mengasah kemampuan sosial. Seseorang yang bergabung dalam organisasi biasanya secara sosial akan lebih aktif. “Kita akan terlatih berinteraksi dengan berbagai macam tipe orang, bukan hanya teman-teman satu jurusan, tapi juga dari program studi lain. Hal itu tentu akan semakin memperluas pemahaman kita akan berbagai karakteristik orang. Manusia adalah individu yang unik. Jadi, semakin luas pergaulan kita, maka pemahaman kita akan manusia dapat semakin kaya,” tegasnya.

Selain dengan banyak berinteraksi dengan orang-orang yang memiliki beragam karakter membuat kita lebih memahami cara mengatasi suatu permasalahan.

Dan terakhir ini yang terpenting, memperluas pergaulan dan jaringan. “Dengan mengikuti organisasi dan kegiatan non-akademik lainnya, kita akan bertemu dengan orang baru dan mengenal lebih banyak orang. Kita pun memiliki lebih banyak teman. Selain itu, kita juga bisa bertemu dengan orang-orang penting melalui jejaring yang kita miliki,” tandasnya.

Sementara Andi Setiawan, Presiden BEM UBHARA Surabaya  mengungkapkan, pengenalan kampus bagi Maba kali ini sengaja dibuat lebih berbeda. Ide awal agar Maba memiliki pemikiran kritis, dengan kemampuan menganalisa isu-isu terkini, kemudian merumuskannya menjadi gerakan mahasiswa.

“Kita intinya ingin membagikan kesadaran roh mahasiswa dengan pola pikir kritis juga humanis kepada Maba UBHARA kali ini baru,” ujarnya.

Dan yang utama tentunya menekankan pada Maba untuk tidak perlu menjauhi dunia pergerakan mahasiswa. “Mahasiswa adalah intelektual karena mahasiswa orang-orang yang mempunyai ilmu pengetahuan, mahasiswa adalah simbol perubahan, mahasiswa adalah manusia-manusia yang mempunyai moral tinggi serta menjaga nilai-nilai tradisi yang baik, sehingga mampu membawa perubahan positif di masyarakat,” tandasnya. rum

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry