H Agus Solachul Aam Wahib (Gus Aam Wahib)

SURABAYA | duta.co – Ancaman (somasi) Muannas Alaidid, pengacara juga politisi PSI (Partai Solidaritas Indonesia) terhadap pendiri Yayasan Zamrud Khatulistiwa, notabene jurnalis senior Farid Gaban, terkait kritiknya ke Menteri Koperasi-UKM Teten Masduki, ramai di media sosial.

Dukungan terhadap Bang FG, panggilan Farid Gaban, terus berdatangan. H Agus Solachul Aam Wahib (Gus Aam), ikut berkomentar. Ia mengaku heran menyaksikan pejabat sekarang yang mudah tersinggung, kuping tipis. Sedikit-sedikit lapor polisi.

“Yang disampaikan Bang FG, itu sebuah kewajaran, bahkan kepedulian. Mestinya pejabat justru berterima kasih. Kalau ada yang perlu disampaikan, sampaikan saja dengan baik. Tidak perlu bikin somasi, apalagi ancaman lapor polisi,” tegas Gus Aam kepada duta.co, Selasa (26/5/2020) usai membaca kabar somasi dan akan dilaporkannya FG terkait postingan di twitternya.

Masih menurut Gus Aam, pejabat itu tidak boleh kuping tipis. Kalau ada yang mengingatkan, bersegeralah terima kasih. Artinya masih ada orang yang ingin menyelamatkan dia. “Jangan terpedaya laporan ABS (asal bapak senang red.) jangan pula kuping tipis. Karena pejabat itu mengemban amanah rakyat. Pertanggtungjawaban akhiratnya sangat berat,” tegas Gus Aam sembari berharap orang seperti Farid Gaban, harus didukung agar rakyat tidak takut bersuara.

Seperti ramai di medsos, FG juga sudah menyampaikan adanya ‘kado lebaran’ politisi PSI yang berupa somasi dan ancaman laporan polisi. Dalam catatan FG bertajuk  ‘SAYA, PAK TETEN DAN SOMASI’ ditegaskan, bahwa, somasi itu terkait kritiknya di Twitter tentang kerjasama Menteri Koperasi-UKM Teten Masduki dengan Blibli (Djarum Group).

“Lebaran ini saya mendapat kado istimewa: surat ancaman (somasi) dari Muannas Alaidid, pengacara/politisi PSI (Partai Solidaritas Indonesia) dan Ketua Umum Perhimpunan Cyber Indonesia. Muannas mengancam melaporkan saya ke polisi jika tidak mencabut kritik saya di Twitter tentang kerjasama Menteri Koperasi-UKM Teten Masduki dengan Blibli (Djarum Group),” tulis FG.

Lalu? “Saya menolak mencabut kritik itu. Pertama, kritik terhadap kebijakan publik adalah hak setiap warga negara terhadap pemerintahnya (dalam hal ini menteri). Kedua, saya punya dasar untuk menyebut kerjasama tadi akan merugikan publik dan kepentingan negara kita,” lanjutnya.

Menurut FG, kritiknya itu berkenaan dengan peristiwa pada 20 Mei lalu, ketika Menteri Teten Masduki dan CEO Blibli Kusumo Martanto meluncurkan kerjasama membentuk “KUKM HUB” di toko online yang dimiliki oleh raksasa bisnis Grup Djarum itu.

Pertanyaan yang muncul: Mengapa dengan Blibli? Mengapa bukan Tokopedia, Bukalapak atau Shopee? Mengapa bukan Gudang Garam atau Sampoerna Retail? Apakah karena Blibli menang tender? “Tapi, saya mau melewatkan pertanyaan itu, karena bagi saya tidak penting. Kerjasama itu tidak layak dilakukan dengan toko online atau jaringan ritel (eceran) swasta yang manapun,” urainya.

Menteri Teten mengatakan, kerjasama itu akan mendorong pengembangan UKM di Indonesia, yakni ketika yang besar membantu yang kecil. Apalagi di masa pandemi sekarang, ketika banyak usaha hanya bisa mengandalkan perdagangan online. Ini yang menjadi bahan diskusi.

“Saya tak memungkiri manfaat toko online. Aplikasi digital via mobile phone memudahkan kita bertransaksi jual-beli, tak dibatasi ruang maupun waktu.  Tapi, mengapa Kementerian tidak mengembangkan toko online sendiri? Apakah tidak punya biaya? Bukankah membuat aplikasi toko online itu sangat mudah dan murah, bahkan bisa gratis menggunakan platform open source?,” tanya FG.

Sejak 2007, tulisnya, Kementerian sudah punya Gedung Smesco (Small and Medium Enterprises and Cooperatives) yang megah dan mewah di Jalan Gatot Subroto, Jakarta. Gedung itu dilengkapi dengan ruang pamer dan pasar produk UKM. Kenapa tidak meningkatkan marketplace yang sudah ada itu (lengkap dengan database yang dimiliki) ke level digital?

Ketimbang dengan swasta, Kementerian juga semestinya bisa menjalin sinergi dengan dua badan usaha milik negara, sekaligus menghemat dana publik: dengan PT Sarinah yang menyediakan pasar produk UKM lokal, serta PT Telkom yang menyediakan platfom toko online Blanja.com (dengan syarat Telkom mendepak partner multi-nasional Ebay dulu).

Apalagi, membangun digital-marketplace besar saja tidak cukup hanya dengan menyediakan aplikasi. Ini juga memerlukan manajemen dan sistem pengelolaan. Jika Kementerian lagi-lagi mengeluh tak punya sumberdaya, kita perlu mempertanyakan kemana dan untuk apa anggaran serta pegawai yang banyak selama ini dikerahkan.

“Menurut saya, Kementerian perlu memiliki marketplace UKM sendiri. Mengapa? Agar bisa mengendalikan tujuan untuk benar-benar mengembangkan dan memberdayakan UKM lokal. Tujuan seperti itu tidak bisa diharapkan pada toko online swasta. Toko online memang berjasa memperbesar omset dan transaksi jual-beli. Masalahnya: barang dari manakah yang dijual?,” tanya FG yang belakangan berprofesi sebagai petani ini.

FG juga menyertakan pendapat para pejabat. Misalnya, Miftahul Choiri, pejabat Bank Indonesia, belum lama lalu menyebut bahwa mayoritas barang yang dijual di toko online adalah barang impor. Dengan kata lain, toko online menguntungkan produsen asing ketimbang lokal; serta memperparah defisit perdagangan nasional kita.

Bhima Yudhistira, pengamat ekonom Indef (Institute for Development of Economics and Finance),  memperkuat pernyataan Choiri. “Sekitar 93 persen barang yang dijual di marketplace adalah barang impor. Produk lokal hanya 7 persen,” kata Yudhistira.

Toko-toko online berkontribusi meningkatkan impor barang konsumsi, yang pada 2018, misalnya, naik 22 persen. “Kita tahu, toko-toko online Indonesia belakangan ini disuntik dana investasi asing besar-besaran untuk menjadi menjadi unicorn/decacorn. Investor asing bisa masuk ke perdagangan ritel online berkat kebijakan liberal Pemerintahan Jokowi. Pada 2016 dan 2018, pemerintah membuka kepemilikan 100% investasi asing di 95 bidang usaha, salah satunya di bidang ritel online,” jelasnya.

Baik Choiri maupun Yudhistira menyebut bahwa banjir investasi asing pada unicorn/decacorn toko online bertanggungjawab atas defisit perdagangan, yang pada gilirannya memicu defisit neraca berjalan (CAD), dan secara laten memperlemah nilai rupiah.

Jadi, toko-toko online swasta unicorn itu hampir tidak ada manfaatnya dalam pengembangan UKM lokal. Sebaliknya, dalam praktek justru membahayakan kondisi ekonomi negeri kita, serta menciptakan ketergantunan negeri kita atas barang impor.

“Kondisi itu relevan dengan apa yang dikeluhkan oleh Presiden Jokowi sendiri beberapa waktu lalu: ‘kenapa bahkan cangkul pun harus kita impor dari luar negeri’. Menurut saya, sangat ironis, jika Menteri Teten (tanpa menimbang hal-hal di atas) justru menjalin kerjasama dengan toko online seperti Blibli. Kerjasama itu juga akan lebih menguntungkan Blibli ketimbang UKM yang ingin dibela oleh Pak Menteri Teten,” urainya.

Terkait somasi? “Saya berharap dia mengurungkan niat mempolisikan saya. Bagaimanapun, itu terserah dia. Jika berlanjut, saya siap menyambut Pak Polisi yang datang mengetuk rumah saya,” tegas FG sambil menyertakan referensi tulisan.

Sementara, Ketua Umum Perhimpunan Cyber Indonesia Muannas Alaidid kepada republika.co.id membenarkan somasinya. Ia mengatakan, somasi tersebut karena Farid diduga menyebarkan berita bohong. “Soal dugaan menyebarkan berita bohong karena belum diadukan. Tunggu saja sikap dia 2-3 hari ini (Selasa 26/5 red.) ,” kata Muannas, Senin (25/5).

Muannas mengatakan, Farid belum membaca perjanjian kerja sama yang dilakukan Kementerian Koperasi dan UKM dengan Blibli. Namun, Farid diduga menghasut dengan menyebut penguasa membantu pengusaha dalam kegiatan peluncuran program tersebut.

Menurut Muannas, yang betul pemerintah justru minta pengusaha sukarela membantu UMKM yang terpuruk akibat situasi pandemi ini dengan meminta investor membantu industri kecil memasarkan produknya secara daring. “Kegiatan itu tidak dibiayai sepeser pun dari pusat,” ujarnya.

Apapun, inilah yang disoal Gus Aam, mengapa pejabat negeri ini takut kritik. Kalau ada yang tidak benar, mengapa tidak dijelaskan baik-baik ke publik. “Bukankah yang disampaikan FG seperti dalam twitternya, lebih pada bertanya: Gimana Nih Kang Teten? Sebagai rakyat kita memiliki hak bertanya,” pungkas Gus Aam. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry