DIVONIS MATI: Terdakwa pembunuh dan pemerkosa Enno Parihah, Rahmat Arifin (kiri) dan Imam Hapriyadi (kanan) dikawal polisi usai divonis mati dalam sidang di PN Tangerang, Banten, Rabu (8/2). Eno Parinah tewas karena gagang cangkul menembus kemaluannya hingga paru-paru. (NTR)
DIVONIS MATI: Terdakwa pembunuh dan pemerkosa Enno Parihah, Rahmat Arifin (kiri) dan Imam Hapriyadi (kanan) dikawal polisi usai divonis mati dalam sidang di PN Tangerang, Banten, Rabu (8/2). (NTR)

TANGERANG | duta.co – Dua terdakwa pembunuhan sadis terhadap Eno Parihah, yakni Rahmat Arifin (24) dan Imam Hapriyadi (24) divonis hukuman mati oleh Majelis Hakim di Pengadilan Negeri (PN) Tangerang, Rabu (8/2).

Dalam amar putusannya, Ketua Majelis Hakim M Irfan Siregar mengatakan, terdakwa diganjar Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana jo pasal 55 ke 1 KUHP. Untuk tersangka Rahmat Arifin dijerat tambahan dakwaan alternatif pasal 285 KUHP tentang perkosaan.

“Menyatakan terdakwa Imam Hapriyadi terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan berencana. Menyatakan Rahmat Arifin bersalah melakukan pembunuhan berencana dan perkosaan. Menjatuhkan pidana kepada Imam Hapriyadi dan Rahmat Arifin pidana mati,” ungkap Irfan Siregar.

Adapun menjadi petimbangan yang memberatkan perbuatan terdakwa termasuk keji, menimbulkan luka terdalam kepada keluarga korban, terdakwa tidak mengakui perbuatannya dan sedikitpun tidak menunjukkan penyesalan. “Sedangkan yang meringankan tidak ada,” katanya.

TEWAS MENGENASKAN: Eno Parinah tewas karena gagang cangkul menembus kemaluannya hingga paru-paru. (IST)

Mendengar putusan hakim, kedua terdakwa hanya tertunduk diam. Sementara keluarga Eno tampak puas dengan putusan.

Hakim mempersilakan terdakwa untuk menerima atau pikir-pikir untuk mengajukan banding terhadap putusan tersebut. Lalu keduanya berkonsultasi dengan kuasa hukum. “Kami mau pikir-pikir dulu,” kata Imam Hapriyadi.

Vonis mati terhadap dua terdakwa sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) pada sidang 25 Januari lalu.

Sebelumnya, Pengadilan Tinggi Banten menolak upaya hukum banding RA (15), siswa SMP yang divonis 10 tahun bui dalam kasus pembunuhan Enno Parihah. Meski demikian, kuasa hukum RA, Alfan Sari justru kecewa dengan putusan tersebut.

“Iya dikalahkan banding kami pada 1 Agustus 2016 lalu, jadi sudah inkracht. Aneh sih karena prosesnya tidak diketahui, tahu-tahu kami dikabari oleh orang tua bahwa banding kami ditolak,” ujar Alfan, Jumat (9/9/2016) lalu.

Alfan menduga putusan banding tersebut dibacakan tanpa menghadirkan pihak-pihak terkait, termasuk dirinya sebagai pengacara RA. Menanggapi kondisi seperti itu, Alfan dan RA sepakat untuk terus melakukan berbagai upaya hukum. Mulai mengajukan kasasi dan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA). saat ini, pihaknya sedang berusaha menempuh upaya kasasi.

Awal Pemerkosaan Itu

Kasus pemerkosaan dan pembunuhan terhadap Eno Parinah (19) jadi perbincangan banyak orang. Tak sedikit yang ingin tahu bagimana kisah pertemuan pelaku dengan Eno Parinah hingga terjadi pembunuhan sadis itu.

Berdasarkan keterangan pelaku kepada polisi, Eno Parihah pertama kali bertemu dengan pelaku RA sebulan sebelum kejadian. Kabarnya, siswa SMP yang baru berusia 15 tahun itu pacaran dengan Eno Parinah.

Namun, kabar itu dibantah Direktur Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Krishna Murti ketika itu. Krishna mengatakan, Eno Parinah dan RA belum resmi pacaran, baru sebatas pendekatan (PDKT). Menurut Krishna, RA bertemu dengan Eno Parinah di jalan. Mereka kenalan dan saling bertukar nomor telepon. Eno Parinah dan RA lantas melakukan komunikasi intens.

RA melancarkan rayuan mautnya dan tak segan mengungkapkan perasaan sayang dan cinta kepada Eno Parinah. Rupanya, Eno Parinah memberikan sinyal jika dia juga suka dengan RA.

Sejak awal kenalan, Eno Parinah tak memberitahukan jika nama dia yang sebenarnya adalah Eno Parinah. Eno hanya mengaku sebagai Indah. Karenanya, RA mengenal gadis berkulit putih mulus itu sebagai Indah, bukan sebagai Eno Parihah.

Eno Parinah dan RA akhirnya janjian untuk bertemu pada malam Jumat. Namun, Eno meminta RA datang tengah malam agar tidak diketahui satpam dan penghuni kamar lain. Untuk bisa masuk ke kamar Eno di mes PT Polyta Global, RA harus melalui pintu besi di samping bangunan yang langsung terhubung dengan gang musala.

Sebelum RA datang, Eno Parinah sudah membuka pintu tersebut tanpa sepengetahuan satpam dan penghuni lain. Selain itu, Eno Parinah juga tidak mengunci kamarnya.

Eno Parinah berpesan kepada RA agar langsung masuk saja. RA pun mengikuti instruksi Eno. RA lantas masuk ke kamar Eno Parinah jelang tengah malam, tepatnya pukul 23.30 WIB. Saat itu, para penghuni mes sudah terlelap tidur, sehingga mereka tidak mengetahui kedatangan RA.

Saat RA masuk ke kamar Eno, dia menyaksikan gadis cantik itu hanya mengenakan celana pendek dan baju seksi. Karena sudah melakukan komunikasi mesra sebelumnya, RA pun langsung memeluk dan mencium mesra Eno Parinah.

Eno Parihah dan RA terlibat ciuman panas. Bahkan, tangan RA sudah blusukan ke bagian intim Eno Parinah. Tiba-tiba, Eno Parinah langsung menutup celananya dan menolak berhubungan badan karena takut hamil.

Pertemuan dengan Tersangka Lain

Penolakan Eno Parihah membuat RA sakit hati. Pasalnya, nafsu birahinya sudah sampai di ubun-ubun. Akhirnya, RA keluar dari kamar Eno Parinah dan merokok di pinggir jalan. Saat itulah, muncul tersangka lain, yakni Rahmat Arifin  dari dalam mes pria. Rahmat menghampiri RA dan menananyakan apa tujuannya datang ke mes tengah malam.

RA mengaku baru ketemu Indah di mes perempuan. Rahmat heran karena di dalam mes perempuan tidak ada wanita bernama Indah. Keduanya lalu berdebat karena kamar yang ditunjuk RA adalah kamar Eno Parinah. Di saat keduanya berdebat, muncul tersangka lain, yakni Imam Hapriadi menggunakan sepeda motor.

Rahmat lantas menantang RA masuk lagi ke kamar dan membuktikan jika Indah yang dimaksud adalah Eno Parinah. Mereka bertiga masuk ke mes wanita dan langsung ke kamar korban. Rupanya benar, Indah yang dimaksud RA adalah Eno Parinah. Rahmat yang sebenarnya juga suka kepada Eno Parinah akhirnya melampiaskan birahinya.

Rahmat Arifin memperkosa korban. Sedangkan Imam terus membekap wajah Eno dengan bantal agar tidak bisa teriak. RA lalu disuruh pergi cari pisau untuk membunuh korban.

RA pergi ke arah dapur yang terletak di samping kamar. Namun dia tak menemukan pisau. RA lantas berjalan ke luar. Di depan rumah penduduk, tak jauh dari mes, ia melihat cangkul.

Cangkul itu ia ambil dan dibawa ke kamar. Rahmat dan Imam lalu mengangkat kedua paha Eno Parinah dan membukanya lebar-lebar. RA memasukkan gagang cangkul tersebut ke dalam kemaluan korban.

Saat itu, korban masih hidup dan menjerit kesakitan. Namun, para pelaku tak peduli. Setelah gagang cangkul masuk sedikit, RA lantas mendorongnya dengan tendangan hingga cangkul sepanjang 65 cm tersebut masuk sampai ke bagian dada korban. Gagang cangkul itu merusak hati dan bagian paru-paru korban.

“Korban patah tulang leher akibat dipukul gagal cangkul, luka pipi dan rahang akibat ditusuk garpu. Luka robeknya sampai ke bagian hati dan merusak paru-paru,” ujar Krisna.  hud, net

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry