SURABAYA | duta.co – Kehidupan wong cilik, khusus warung kelontong, kian hari kian terjepit. PC PMII (Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) Surabaya melakukan audiensi dengan Disperindag (Dinas Perindustrian dan Perdagangan) Surabaya.

Ini sekaligus mempertanyakan kinerja Disperindag dalam pengawasan dan penataan toko swalayan di Surabaya yang kian menjamur. Disperindag dinilai tak becus mengamankan warung kelontong wong cilik dari serbuan swalayan nakal.

Hari ini, warung kelontong milik wong cilik semakin terjepit. Konglomerasi datang dengan berbagai macam ancaman. Sudah begitu, tidak ada regulasi yang tegas, tidak ada pengawasan yang ketat, sehingga toko-toko wong cilik menjadi sekarat.

Untuk itu, sejumlah mahasiswa yang tergabung di PMII Surabaya mendatangi kantor Disperindag Kota Surabaya yang beralamat di Jl. Tunjungan Gedung Siola atau Mal Pelayanan Publik, Surabaya. Selasa (10/12/2019).

Derida Sulthon, Ketua Bidang Eksternal PC PMII Surabaya, mempertanyakan kinerja Disperindag yang terkesan lambat. “Kita merasa Disperindag tidak tegas dan seolah membiarkan mininarket menjamur dan buka 24 jam seenaknya sendiri,” demikian mahasiswa UINSA jurusan Hukum Tata Negara itu.

Dengan membawa data pendukung dan Berkas Peraturan Daerah mengenai penataan toko swalayan di Kota Surabaya. Sulthon dan beberapa anggotanya disambut langsung Kepala Disperindag Kota Surabaya Wiwiek Widayati. Bersama jajaran Disperindag lainnya, Wiwiek mendengar keluhan wong cilik yang disampaikan Sulthon.

Menurut Sulthon, ada banyak swalayan yang buka tidak sesuai pasal 6 tentang zonasi pada pasal 13 mengenai jam operasional sesuai Peraturan Daerah (perda) Kota Surabaya nomor 8 tahun 2014 tentang penataan toko swalayan di Kota Surabaya.

Menunggu Keseriusan Disperindag

Wiwiek Widayati menyambut baik. “Kita intens melayangkan surat peringatan. Melalui teman-teman, ini penting untuk penegakan Perda sesuai tatib (tata tertib),” jawabnya sambil menjelaskan dan menyadari masih banyaknya swalayan yang melanggar aturan, bahkan dalam tahap ke arah penutupan.

Mendengar ini, Sulthon menyuguhkan fakta lapangan. Sembari memberikan bukti struk swalayan yang buka tidak sesuai aturan. “Lalu, apa kerja Disperindag Kota Surabaya mengenai penutupan swalayan yang tidak sesuai aturan di Surabaya?” tanya Sulthon.

Desakan mahasiswa ini diamini Disperindag. “Artinya kita punya proses bertahap untuk menindak swalayan-swalayan tersebut, ada peringatan 1 peringatan 2 peringaran 3. Jadi tidak bisa langsung menutup seenaknya sendiri,” ujar Wiwiek.

Mahasiswa lain tak kalah serius. “Selama lima tahun, dari 2014 sampai sekarang, apa yang dilakukan Disperindag Kota Surabaya? Ini tidak sesuai dengan kesan yang ditangkap selama ini tentang kinerja pemerintah Kota Surabaya yang cepat dan tanggap,” timpal Sukron Obin mahasiswa UINSA yang bertada di samping Sulthon sembari bernarasi.

Pada akhir audiensi Sulthon menyampaikan: “Bahwa ini menjadi rapor merah bagi Disperindag Kota Surabaya. Mahasiswa sedang menunggu, ada tidak perubahan kinerja?” tandasnya.(zoa)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry