SEMARANG | duta.co – Ada orangtua yang mengira anaknya yang lama hilang sudah meninggal dunia, namun anak tersebit berhasil dipertemukan kembali dengan orangtuanya oleh Tim Penjangkauan Dinsos (TPD) Kota Semarang.

“Orangtuanya tahunya anaknya sudah meninggal. Jadi keluarganya di Cilacap sudah melakukan tahlil (doa bersama) untuk anaknya,” kata Kepala Bidang (Kabid) Rehabilitasi Sosial (Rehabsos) Tri Waluyo.

Tri Waluyo mengungkapkan salah satu keberhasilan reunifikasi (istilah pemulihan hubungan keluarga di bidang Rehabsos,-red) saat memimpin rapat koordinasi penanganan Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) bersama Camat se-kota Semarang di ruang rapat Dinsos Semarang, Rabu (19/1/2022) pagi.

“Ketika diantar oleh TPD, keluarganya menangis terharu,” lanjutnya.

Tri Waluyo juga menyebut TPD ikut mendampingi kasus perempuan (warga luar Jawa Tengah) yang ditelantarkan oleh suaminya, “Orangtuanya tidak tahu kalau anaknya ditelantarkan di Semarang. Tahunya ya ikut bersama suaminya, bahagia dengan suaminya,” bebernya.

Kasus lain, sambungnya, orangtua telantar yang jumlahnya mencapai sekitar 150 kasus dalam beberapa bulan ini. Tri Waluyo lantas mengungkapkan, dari proses reunifikasi yang gagal disebabkan beberapa hal.

Lebih jelas Tri Waluyo menuturkan yang melatarbelakangi fenomena orangtua telantar di perkotaan, khususnya di Kota Semarang. Menurut dia, selain persoalan keluarga juga terdapat kurangnya pemahaman tentang agama dan budaya.

“Jadi ada masalah keluarga seperti kurang perhatian dengan anaknya saat kecil sehingga anaknya tidak mau menerima kembali dan mengakui (orangtuanya),” jelasnya.

Selain itu, lanjutnya, pada umumnya keluarga tersebut kurang mendapatkan pendidikan agama dan tidak memahami budaya jawa.

Terkait kasus pengemis di kota Semarang, Koordinator TPD, Dwi Supratiwi mengungkapkan bahwa pada umumnya warga luar kota Semarang. Ironisnya, salah satu kasus yang dia tangani pelaku memiliki rumah mewah di desanya, dan keluarganya banyak yang sukses sebagai tokoh masyarakat, “Keluarganya kita hubungi dan mau menjemput ke Semarang dengan Fortuner,” ungkapnya.

“Jadi, keluarganya tidak tahu. Anaknya bilang bapaknya kerja di Semarang, tidak mengemis. Ngakunya punya toko elektronik di (super market) Rame, padahal mengemis di depan (super market) Rame,” urainya.

Sementara, Kepala Seksi (Kasie) Tuna Susila dan Perdagangan Orang (TSPO), Bambang Sumedi menambahkan, tujuan gerak bersama di tingkat kecamatan dan kelurahan dalam menertibkan pengemis, gelandangan, dan orang telantar (PGOT) adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Bambang juga menyebut beberapa kasus pengemisan maupun modus pengemisan di kota Semarang. Oleh karena itu dia mengajak adanya inovasi untuk bergerak bersama menjangkau PPKS, “Mari, khususnya Kasie Trantib untuk berinovasi, mengaktifkan dan meningkatkan peran masyarakat,” ajaknya.

Dalam kesempatan itu dia berharap Camat dapat mengoptimalkan pilar-pilar kesejahteraan sosial dan melibatkan Polsek dan Babhinkamtibmas serta Koramil dan Babinsa, “Jadi kalau penertiban ini di tingkat kecamatan akan lebih enak, kita bisa patroli, memberikan edukasi masyarakat,” ujarnya.

Dengan begitu, lanjut dia, Dinas Sosial dapat mengidentifikasi berbagai permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat untuk mendapat solusi terbaik, “Harapannya, kita bisa mengurangi, menekan angka kemiskinan di kota Semarang,” harapnya. (rif)

Keterangan foto; Rabu (19/1/2022), Kabid Rehabsos, Tri Waluyo dan Kasie TSPO Bambang Sumedi saat rapat penanganan PPKS di ruang rapat Dinsos Semarang (rif)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry