Ketua Harian Pergerakan Penganut Khitthah Nahdliyyah (PPKN), H Tjetjep Muhammad Yasin, SH, MH.

SURABAYA | duta.co – Setelah dijelaskan, pidato Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj yang mengatakan ‘Tanpa Pasukan China Tidak Ada Indonesia’ ternyata, dinilai semakin tidak jelas. Menurut Ketua Harian Pergerakan Penganut Khitthah Nahdliyyah (PPKN), H Tjetjep Muhammad Yasin, SH, MH pidato seperti itu, tidak perlu dijelaskan.

“Itu kalimat sesat. Arahnya sudah jelas, memuji-muji, menyanjung China. Kalau ditarik lebih jauh, kita disuruh tunduk kepada China, kan gitu. Syukur-syukur kita mau membenci Arab. Itu maunya.  Jadi arahnya jelas,” demikian Gus Yasin panggilan akrabnya kepada duta.co, Sabtu (8/5/2021).

Pernyataan Kiai SAS ini sempat menggegerkan jagat media sosial di Tanah Air. Yang disoal kalimat ‘Tanpa Pasukan China Tidak Ada Indonesia’. Untuk itu, Wasekjen PBNU Masduki Baidlowi, sempat menjelaskan maksud pernyataan Kiai Said tersebut.

Video Kiai Said Aqil sendiri di-posting di Twitter oleh akun @_K1n9f4tRa7a, Jumat (7/5/2021). Saat dilihat pukul 17.30 WIB, video tersebut sudah dilihat oleh 14 ribu lebih pengguna Twitter. Dalam videonya, Said Aqil terlihat memakai kemeja berwarna oranye dan peci hitam. Said Aqil menjelaskan perihal sejarah berdirinya negara Indonesia

“Tanpa ada 17 Agustus 45 tidak ada negara Indonesia, tanpa Sumpah Pemuda tidak ada semangat satu nusa, satu bangsa, satu bahasa. Tanpa Sumpah Palapa tidak akan ada Sumpah Pemuda, tanpa Majapahit tidak akan ada Sumpah Palapa, tanpa pasukan China tidak akan ada Majapahit. Artinya, tanpa pasukan China tidak ada Indonesia,” demikian Kiai Said Aqil.

Lalu bagaimana penjelasan Wasekjen PBNU? “Kan begini, konteksnya ini kan kita kalau lihat di media sosial ada pro kontra. Saya ingin menjelaskan supaya tidak terjadi pro kontra. Karena yang dimaksud dari pidatonya Kiai Said itu lebih punya latar belakang bagaimana Kiai Said ingin menjelaskan bahwa ini majemuk,” ucap Masduki saat konfirmasi detik.com.

“Karena, majemuk itu harus saling menghargai antara satu suku dengan suku yang lain, integrasi antara satu dengan yang lain. Karena itu maka, dalam sejarah pun juga, satu majemuk, yang kedua memang tidak lepas dari sebab akibat,” imbuhnya.

Dalam pidatonya, Kiai Said menyebut kerjaan Majapahit tidak akan ada tanpa pasukan China. Masduki menerangkan berdirinya kerjaan Majapahit tidak terlepas dari kedatangan Khubilai Khan. Sebab, sebut Masduki, pasukan Khubilai Khan berhasil menghancurkan kerjaan Kediri. Kemudian pasukan pasukan Raden Wijaya menghancurkan tentara Khubilai Khan, hingga akhirnya berdirilah Majapahit.

“Sebab akibatnya itulah yang dijelaskan. Angle (sudut pandang) sejarah itulah, angle sebab akibat yang dijelaskan oleh Kiai Said bahwa berdirinya kerajaan Majapahit itu tidak lepas dari kedatangan Khubilai Khan, yang ingin menyerang Singasari. Ternyata Singasarinya sudah kalah perang dengan Kediri, maka Khubilai Khan kemudian disuruh menyerang Kediri, hancur Kediri. Tentara Khubilai Khan bahkan kemudian Raden Wijaya sendiri yang menghancurkan tentara Khubilai Khan. Jadi akhir di situlah berdiri kerajaan Majapahit,” papar Masduki.

“Itulah yang dimaksud oleh Kiai Said, kausalitas, sebab akibat. Jadi artinya negara Majapahit itu ada karena adanya tentara China. Ya sama saja, negara Indonesia itu ada karena ada kolonialisme Belanda. Kalau tidak ada kolonialisme Belanda kan tidak ada teritorial seperti yang Indonesia ada,” imbuhnya.

Penjelasan Sekjen PBNU ini ‘dimentahkan’ Gus Yasin. Menurut Gus Yasin, nalar seperti itu tidak logis disampaikan di tengah bangsa ini semakin rapuh dalam berkebangsaan. “Kalau kausalitas, sebab akibat ini yang dijadikan referensi, maka, seperti disampaikan Sekjen PBNU, tanpa Belanda tidak ada Indonesia. Ini kalimat menyesatkan,” jelasnya.

Mestinya, jelas Gus Yasin, bangsa ini ditumbuhkan semangat kedaulatannya. Bukan malah dilemahkan. Darah dan nyawa telah dikorbankan oleh para pendahulu negeri ini. “Misalnya, tanpa darah para pejuang kemerdekaan, Indonesia yang kita cintai ini, tidak ada. Tanpa usulan Habib Idrus Salim Al Jufri, tidak ada Merah Putih. Tanpa Bung Karno tidak ada proklamasi, ini mestinya. Jangan justru sibuk cari muka ke China,” pungkasnya. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry