Niken Savitri Primasari, SE.,MM.,Ak.

Dosen Fakultas Ekonomi Bisnis Teknologi Digital (FEB TD)

BUKAN  rahasia lagi jika Covid-19 telah menjadi akselerator di era digital. Digitalisasi dan footprint-nya akan menjadi isu vital yang harus dicermati dan dilindungi, termasuk di bidang keuangan, terutama dalam fenomena pertumbuhan berbagai teknologi di sektor keuangan yang biasa kita sebut dengan financial technology (FinTech).

Suka atau tidak suka, pada akhirnya gelombang FinTech akan mengubah sistem lembaga keuangan dalam skala global. Lembaga keuangan hanya memiliki dua pilihan: mengadopsi teknologi atau bangkrut.

Penetrasi teknologi di bidang keuangan membawa ancaman dan tantangan baru ke dunia maya. Pesatnya perkembangan teknologi finansial global mendorong kelompok cybercriminal (peretas) untuk membidik kejahatan.

Namun, perlu diperhatikan bahwa tidak hanya kejahatan dunia maya yang berasal dari peretas, namun pelaku di sektor keuangan itu sendiri yakni berupa celah kecurangan finansial dan pelaporannya.

Regulatory technology (RegTech) dan Supervisory Technology (SupTech) merupakan salah satu cara antisipasi pelanggaran pada industri fintech dengan memanfaatkan teknologi seperti basis data atau data base, kecerdasan buatan atau artificial intelligent hingga blockchain. Sehingga, pengawasan terhadap tata kelola, transaksi, kepatuhan hingga kewajiban pelaporan dapat lebih cepat dan mudah.

Selain Fintech, penerapan RegTech dan SupTech juga merupakan hal  krusial pada sector perbankan yang sangat pro-aktif  tumbuh dalam penerapan layanan digitalisasi, terutama di era new normal life ini, termasuk para pelaku usaha yang menggunakan strategi pembayarannya secara online.

Sektor jasa keuangan penyedia online payment gate harus mematuhi segala ketentuan yang berlaku khususnya dalam menerapkan kepatuhan dan perlindungan konsumen. Terlebih lagi cross border e-commerce yang dimungkinkan akan berkembang semakin pesat di 2021 ini, di mana konsumen lokal dapat berbelanja produk-produk “asing” yang tidak secara langsung dipasarkan di dalam negeri.

Begitupun dengan konsumen dari negara lain yang bisa berbelanja produk di Indonesia, tanpa harus mengunjunginya.

RegTech digambarkan sebagai penggunaan teknologi, dalam konteks pemantauan peraturan (regulatory monitoring), pelaporan (reporting) dan kepatuhan terhadap peraturan (compliance) yang lebih efisien, RegTech didukung tekonologi-teknologi lainnya seperti big data analytics dan artificial intelligence.

Selama ini, prosedur di perusahaan-perusahaan seperti reporting, monitoring, maupun compliance masih menggunakan cara-cara konvensional dengan tenaga manual. Proses-proses manual memang memiliki kelebihan yaitu dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan sistem khusus perusahaan, namun proses ini seringkali tidak dapat mengintegrasikan aturan dan konfigurasi baru.

Ditambah lagi, beberapa proses manual memakan waktu dan biaya yang lebih banyak, misalnya penandatanganan yang mengharuskan adanya tatap muka. Tak jarang penandatanganan dokumen oleh suatu perusahaan jumlahnya terlampau banyak, sehingga untuk menyelesaikan penandatanganan saja memakan banyak waktu.

Kehadiran RegTech mengisi celah ini untuk meningkatkan efisiensi dari proses-proses di atas juga untuk memudahkan transaksi tanpa perlu bertatap muka. Sangat dimungkinkan bila dalam waktu yang akan datang, tanda tangan di dasarkan pada bentuk verifikasi retina konsumen melalui smartphone masing-masing.

Lalu bagaimana dengan SupTech?

Suptech merupakan salah satu bentuk monitoring yang dapat dilakukan dengan pengumpulan data dan analisis data, contohnya untuk menarik data langsung dari system bank data, validasi dan konsolidasi data otomatis dan chatbots untuk menjawab keluhan atau pengaduan dari public semua dengan bentuk terukur yang jelas seperti halnya kita melakukan rating pada suatu layanan jasa. Dalam analisis data misalnya di perbankan, aplikasi digunakan untuk pengawasan pasar, analisis pelanggaran, serta pengawasan mikroprudensial dan makroprudensial.

Lebih singkatnya lagi bentuk penerapan RegTech diantaranya yakni know your customer (KYC) atau Customer Due Diligence (CDD), reporting, fraud detection, regulatory compliance dan risk management dilakukan secara digital oleh pelaku usaha. Sementara, SupTech seperti data analytics, reporting, tax reporting mining, customer support tech dan blockchain e-licensing dilakukan oleh regulator.

Regulasi yang tepat oleh otoritas dan pemerintah sangat diperlukan agar dapat memproteksi konsumen dan juga bisnis-bisnis lokal agar tidak tergilas oleh para pemain dari luar.

Terkait sistem pembayaran, dengan difasilitasi oleh teknologi digital tidak hanya ditekankan pada simplicity dan ketersingkatan waktu saja, tapi juga perlu perlindungan penuh pada regulasi baik untuk penyedia layanan jasa keuangan perbankan, fintech, jasa keuangan dan investasi, e-commerce dan tentu para konsumen.

Kita harus betul-betul siap untuk menyongsong masa depan yang penuh dengan perubahan digital. Siapkan diri anda untuk tidak tergilas dan lepas di era penuh digital ini. Selamat datang digital challenge.*

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry