JOMBANG | duta.co – Puluhan orang yang tergabung dalam Paguyuban Penghuni Rumah Tanah Negara (PPRTN) Jombang, mendatangi gedung DPRD Jombang. Kedatangan mereka terkait adanya dugaan intimidasi yang dilakukan oknum yang mengatasnamakan PT Kerata Api Indonesia (KAI) daerah operasi 7, pada warga penghuni tanah yang diklaim milik PT KAI. Kedatangan warga tersebut disambut langsung oleh DPRD Jombang dari Komisi A, Kamis (16/12).

Moch Mochtar Jamali, Ketua PPRTN Jombang, mengatakan, kedatangan PPRTN Jombang ke gudung wakil rakyat, akibat akumulasi dari dugaan tindakan intimidatif yang dilakukan oleh PT KAI terhadap warga Penghuni Tanah Negara.

Menurutnya, tindakan semena-mena itu sudah terjadi pada tahun 2010. Sejak saat itu, dua oknum PT KAI meminta kenaikan sewa tanah sebesar 10persen dalam tiap tahun dan mengklaim tanah konsesi yang dihuni oleh ribuan Kepala Keluarga (KK) adalah milik PT KAI. Dan itu dasar instruksi dari direksi PT KAI.

“Warga menghuni tempat ini sudah sejak tahun 1952, dan konflik dengan PT KAI mulai terjadi tahun 2010. Dan untuk meminta uang sewa, mereka melibatkan aparat setempat dengan dalih jika tidak bayar, maka rumah akan dibongkar dan diganti oleh orang lain. Serta, uang sewa yang diminta bervarisi dari kisaran Rp5 juta hingga Rp40 juta per tahun. Padahal, sesuai dengan Instruksi Direksi no 32/JB.311/KA-2013, tarif sewa lahan yang dijadikan rumah tinggal ditetapkan minimal Rp.1.000m2/bulan,” kata Moch Mochtar Jamali, Ketua PPRTN Jombang, saat diwawancarai awak media Duta Masyarakat, Kamis (16/12).

Dijelaskan, bahwa sejak PT KAI mengklaim tanah pemukiman hampir tidak ada perlawanan dari warga, baru di tahun 2010 warga mulai mempertanyakan hak dan wewenang PT KAI sebagai pemegang konsesi.

Ditanya soal progres dari upaya yang dilakukan PPRTN Jombang, ia memaparkan, bahwa pihaknya selama ini sudah dua kali melakukan hearing dengan PT KAI, bahkan sudah melaporkan hal ini pada Menteri Sekretaris Negara, namun upaya itu tidak ada titik temu penyelesaian.

“Kita sudah mendapatkan surat balasan dari Mensekneg. Dan saya sendiri sudah menyampaikan surat pada beberapa instansi terkait, namun tidak ada tanggapan,” jelasnya.

Ia berharap Pemerintah Kabupaten Jombang, DPRD Jombang, bisa menjembatani agar bisa melakukan pemanggilan terhadap pihak terkait yakni PT KAI, hingga terjadi komunikasi yang baik antara pihak PT KAI dan warga.

“Kami mengharap kesediaan DPRD dan Pemerintah daerah untuk menjembatani persoalan ini. Serta, terbitnya suatu SPPT, karena di wilayah Jombang selatan, sudah terbit SPPT dan tidak ditarik sewa kontrak. Dan kenapa di wilayah Jombang utara tidak bisa, harapan kami harus bisa. Karena ini tanah negara, bukan milik PT KAI,” tandasnya.

Terpisah, Andik Basuki Rahmad, Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Jombang, menguraikan, bahwa penarikan-penarikan yang dilakukan oleh oknum yang mengatasnamakan PT KAI, itu tidak legal. Karena pada waktu melakukan penarikan, tidak disertai dengan kuitansi yang ada dan berlaku.

“Ini seharusnya tidak boleh terjadi. Dan saran kami, mereka harus melibatkan pro aktifnya kepala desa. Karena tanah-tanah itu ada desa, sehingga sebagai pemangku wilayah harus bertanggung jawab. Dan kami sudah mengundang dari PT KAI, namun tidak hadir dengan alasan harus koordinasi dulu. Padahal, biasanya mudah hadir dan mengatasnamakan PT KAI, ini kok tidak bisa hadir,” pungkasnya.

Adapun empat desa tersebut yakni Desa Losari, Rejoagung dan Bedahlawak, Kecamatan Tembelang. Serta, Desa Kedungrejo, Kecamatan Megaluh. (dit)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry