Keterangan foto youtube

SURABAYA | duta.co – Gus Nawawi, punggowo channel blak-blakan @Amazing Pasuruan, nyaris satu jam (52 menit 36 detik) ‘mencecar’ Felix Siauw dalam video youtube bertajuk ‘GUS NAWAWI TABAYUN KHILAFAH DENGAN USTAD FELIX SIAUW’. Video ini diunggah 5 Agustus, terlihat duta.co, Minggu (9/8/2020).

“Tidak perlu basa-basi, terbuka, tanpa tedeng aling-aling. Pada kesempatan ini saya akan tabayun kepada antum. Pertama, Ustad Felix ini dituduh sebagai pengusung khilafah. Ini digambarkan sebagai momok yang menakutkan. Pertanyaannya: Benarkah Anda pengusung khilafah? Dan khilafah yang seperti apa? Tafadlol Ustad?,” demikian Gus Nawawi membuka pertanyaan.

Felix kemudian menjelaskan terlebih dulu, apa itu ideologi. Karena khilafah yang ditangkap para penentangnya, dipahami sebagai bentuk ideologi bernegara. Padahal, menurut Felix yang disebut ideologi itu adalah mabda’, sesuatu yang bersifat menyeluruh.

“Jadi ideologi adalah sebuah aqidah yang memancarkan sebuah sistem. Dalam kajian saya hanya ada tiga jenis ideologi di dunia (yang tersisa) saat ini. Pertama kapitalisme (sekulerisme), kedua sosialisme atau komunisme (di mana kedua ideologi ini dibuat oleh manusia) dan, ketiga adalah ideologi Islam (datang dari Allah swt). Dalam Alquran disebut dengan dien, konsep kehidupan yang menyeluruh,” jelasnya.

Nah, tambah Felix, khilafah itu sendiri bukan sebuah ideologi. Tetapi bagian dari pembahasan ajaran Islam. Dalam kitab-kitab (Islam), masuk dalam bahasan fikh, atau minimal masuk bahasan sejarah. Maka, kalau disebut ideologi khilafah, kurang tepat.

“Sama dengan istilah ideologi Pancasila. Kita juga bertanya-tanya, karena Pancasila tidak menyediakan cara pandang yang khas, dalam seluruh aspek kehidupan. Mungkin kalau dikatakan sebagai prinsip-prinsip dasar bernegara, berbangsa, itu bisa,” tambahnya.

Apakah saya mengusung khilafah? “Ya, karena khilafah adalah bagian dari ajaran Islam. Kalau kita bahas Islam, pasti akan bersinggungan dengan khilafah. Misalnya, ketika Sulaiman Rasyid menulis bukun tentang Islam, maka, bagian-bagian akhir, dia juga menulis soal khilafah. Karena itu bagian dari Islam,” urainya.

Gus Nawawi lalu melanjutkan pertanyaannya. “Kalau bagian dari ajaran Islam, lalu mengapa menjadi menakutkan. Bahkan, bagi sebagian umat Islam sendiri, seakan menjadi momok yang menakutkan? Tanggapan Antum?,” tanyanya.

Felix kemudian menjelaskan, bahwa, isu khilafah memang sengaja didesain untuk menakut-nakuti umat non-muslim. Celakanya, umat Islam ikutan takut. “Ini sebenarnya sudah terjadi lama. Saat ini, banyak ajaran Islam yang di-framing (diciptakan) sesuai kepentingannya (lawan Islam).”

 Misalnya, tegas Felix, orang berzina dengan orang berpoligami, dikesankan orang berpoligami itu jauh lebih ngeri dibanding berzina. Fakta, ada artis yang berzina, perzinaannya dipublish ke khalayak, setelah itu (dia) bisa melaksanakan pekerjaannya dengan happy dan segala macam.

“Tapi, kalau poligami seakan-akan menjadi kejahatan yang luar biasa, melebihi zina. Hukuman sosialnya juga lebih ngeri dari orang berzina. Inilah framing,” jelasnya.

Contoh lain, masih kata Felix, bicara soal jihad. Jihad juga di-framing. Orang-orang Barat mengaitkan Jihad dengan sesuatu yang sadis. Padahal kalau kita bicara soal pembunuhan sadis, itu ada buku yang berjudul Amarican Holocaust karya David E Stannard.

Buku ini menceritakan bahwa pembunuhan terbesar di dunia, ini bukan terjadi pada saat perang dunia satu atau perang dunia kedua. Tetapi, terjadi ketika Amerika menguasai tanah-tanahnya yang sekarang ditempati, itu dulu dihuni oleh orang-orang India. Di sini ada sekitar 100 juta orang dibunuh, di tanah Amerika ini.

“Lha perang dunia kedua saja, kalau saya tidak salah baca, cuma 25 juta orang terbunuh, atau perang  dunia pertama yang berjumlah sekitar 15 juta orang. Atau kita lihat perang-perang di China, atau perang saudara di Amerika, ini semua mengerikan. Tetapi mengapa tiba-tiba jihad dikesankan lebih ngeri dari semua itu,” tegasnya sambil tersenyum.

“Ada orang Amerika yang cukup adil. Dia berkata, kita bicara soal nine one-one (911) tragedi WTC (World Trade Center) Amerika, itu korbannya cuma beratus orang di gedung itu. Tetapi, kita membiarkan pembunuhan rakyat kita sendiri dengan membiarkan senjata beredar bebas. Kejahatan bersenjata ini mengakibatkan berlipat-lipat dibanding kasus terorisme. Kalau terorisme itu masalah besar, maka, senjata yang diberikan bebas kepada rakyat, adalah lebih mengerikan lagi. Inilah framing. Umat Islam dibuat takut dengan ajarannya sendiri.”

Gus Nawawi langsung menyela. “Jadi, intinya dibuat framing jahat yang mempengaruhi pola pikir umat Islam sendiri, sehingga ikut-ikutan phobia (cemas red.) terhadap Islam, termasuk dalam memahami khilafah yang sesungguhnya, itu bagian dari ajaran Islam.

Tetapi, jelas Gus Nawawi, saya mencoba memahami mereka yang phobia tadi. Bahwa, Negara Indonesia ini sudah jadi, sudah ada kesepakatan bersama, ada Pancasila dari pendiri bangsa. Lalu ada khilafah konsep bernegara juga, bagaimana dengan kesepakatan ini? Bukankah Pancasila juga tidak bertentangan dengan Islam? Apakah tidak cukup dengan NKRI harga mati. Ini akhirnya dibenturkan antara khilafah dengan Pancasila sebagai dasar negara kita?

“Ini pertanyaan bagus. Pertama, kita harus mengklarifikasikan, bahwa, kalau ada fitnah atau sebuah framing tadi, yang mengatakan bahwa, oh orang atau kelompok pengusung khilafah, itu orang yang anti Pancasila, atau mengatakan pemerintah dan Pancasila itu toghut. Saya sampaikan, itu tidak betul. Karena saya sampai sekarang, tidak pernah membuat statemen seperti itu,” jawab Felix.

“Sebentar saya potong? Apakah Antum pernah mengatakan Pancasila Toghut , Mengkafirkan NKRI dan mensyirikkan Indonesia?,” tanya Gus Nawawi.

“Tidak pernah sama sekali saya mentoghutkan Pancasila, mengkafirkan NKRI, atau pun menganggap bahwa Pancasila itu toghut. Itu tida pernah sama sekali. Bahkan kami berkali-kali menyampaikan kepada khayalak umum, bahwa, saya merasa sangat kagum dengan kehebatan kepintaran ulama-ulama pada zaman dulu itu, ketika mereka berhasil menyisipkan password password tertentu di dalam Pancasila.”

Jadi, lanjut Felix, kalau kita cermati Pancasila, dari segi susunan, itu juga diperdebatkan, dari segi diksi, juga demikian,. Kita tahu, waktu itu, panitia sembilan, ada 4 orang ulama mewakili aspirasi kaum muslimin di Indonesia. Mereka berhasil menyisipkan password yang hanya bisa dipahami dengan bahasa Alquran.

“Bahkan dengan bahasa Arab (sekalipun) tidak cukup. Ini yang kemarin kita bahas tentang hikmah, yang kemudian ramai di mana-mana,” jelasnya.

“Saya katakan, bahwa, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksnaan, itu tidak bisa diartikan dengan bahasa Indonesia, karena ini bukan bahasa Indonesia. Tidak bisa diartikan dengan bahasa Arab, karena ini bukan bahasa Arab. Tetapi membahas soal hikmat, ini harus menggunakan bahasa Alquran. Baru kita tahu maksudnya hikmah dan kebijaksaan.

Contohnya lagi, Kemanusiaan yang Adil dan Bersdab. Kenapa ini menjadi sila kedua, setelah Ketuhanan Yang Maha Esa. Lalu mengapa Persatuan Indonesia nomor tiga. Semua ini mengandung banyak sekali pengertian. “Semakin kita bahas, kita semakin tahu, bahwa ulama-ulama dulu ketika menyusun Pancasila, ini tidak main-main dan memang ada upaya serius supaya tidak diambil alih oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab.”

Tahun 50-an, jelas Felix, Pancasila sempat diambil alih, dalam tanda kutip. Diaku-aku oleh orang PKI, makanya orang-orang PKI sampai menulis buku Membela Pancasila, mereka menganggap dirinya paling pancasilais. Pada titik itu mereka melakukan upaya untuk mengatakan selain dia, tidak pancasilais. Tokoh-tokoh seperti Buya Hamka, Moh Natsir seolah-olah tidak pancasilais.

“Bagaimana mungkin tokoh tokoh Islam disebut antipancasila, bahasa Pancasila saja banyak diambil dari bahasa Arab, bahkan bahasa Alquran. Dan di Indonesia ini hanya Islam yang mengakui qul huwallāhu aḥad, Tuhan itu Satu, Esa.”

UUD 1945 juga sama, ada kalimat Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa. Bangsa ini dibangun dan merdeka atas berkat Rahmat Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa. Ini menunjukkan betapa kuat dan kental jiwa-jiwa ulama kita dengan Islam yang, kemudian dituangkan dalam Pancasila serta UUD 1945.

Kalau ini disebut kesempakatan, jelas Felix, maka, kita juga menghormati kesepakatan. Selain itu harus diingat, bahwa, ketika Indonesia merdeka, tanggal 17 Agustus 1945, selepas itu, tanggal 18 Agustus ada kejadian penting, ketika sila pertama diubah, dihilangkannya Piagam Jakarta.

“Ada tujuh kata yang hilang dan ini juga disepakati oleh para ulama. Jadi negeri kita ini, negeri tempat kita berdakwa, negeri tempat kita tinggal, hidup di sini. Jadi tidak mungkinlah kita mengatakan negeri ini kafir, Pancasila itu toghut,” tambah Felix. (mky)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry