Wakil Ketua DPRD Jatim, Anik Maslachah

SURABAYA | duta.co –  Merebaknya wabah virus corona disease (covid-19) di Jatim, dimana sampai 23 Maret 2020 tercatat 41 orang postif terinfeksi, 125 orang PDP (pasien dalam pengawasan) 1.405 orang ODP (orang dalam pengamatan) membuat pimpinan DPRD Jatim prihatin.

Angka ini meningkat secara dratis dari sebelumnya, sekitar 88 orang PDP, 999 orang ODP. Setiap hari, bahkan setiap jam atau detik akan terjadi perubahan data terkait dengan penyebaran Covid-19 di Jawa Timur.

Wakil Ketua DPRD Jatim, Anik Maslachah menegaskan jika ada beberapa kota/kabupaten di Jawa Timur sudah memasuki fase darurat penyebaran Covid-19. Jumlah persebaran itu dikhawatirkan akan terus meningkat jika pemerintah dan pihak terkait tidak segera membuat langkah-langkah antisipatif persebaran sekaligus penanganan Covid-19.

“Dapat dibayangkan jika 1 pasisen Covid-19 menularkannya ke 5 orang, lalu 5 orang menularkannya ke 25 orang, 25 orang menularkannya ke 125 orang, secara eksponensial? Dari 125 pasien tersebut, 4 diantarnya meninggal dunia. Maka dapat dibayangkan jika Covid-19 itu menular pada 1 juta orang atau 10 juta orang.

Langkah yang harus dilakukan adalah memutus  mata rantai persebaran Covid-19 agar kurva jumlah orang terinfeksi tidak semakin meningkat. “Selain penanganan penderita Covid-19 yang selama ini sudah dilakukan oleh pemerintah dan pihak terkait, terutama menyiapkan sejumlah rumah sakit sebagai rujukan pasien terindikasi Covid-19, maka diperlukan suatu langkah serius dalam rangka memutus persebaran Covid-19 di dalam masyarakat,” tambah politisi asal PKB dalam siara persnya,  Selasa (24/3/2020).

Perlu Kompensasi

Hal-hal penting yang dapat dilakukan, tambah politisi asal Sidoarjo ini diantaranya himbauan gubernur agar masyarakat melakukan social distancing atau melakukan jarak social dengan menghindari kegiatan bersama, baik kegiatan social ekonomi maupun keagamaan sebagai kewajiban (imperative kategoris) yang memaksa dan mengikat setiap warga di Jatim disertai sanksi social, administrasi, bahkan hukum bagi yang mengabaikannya.

“Konsekuensi logisnya, masyarakat dihimbau secara ketat untuk sementara waktu berdiam di rumah, kecuali melakukan aktivitas penting seperti belanja, memeriksakan kesehatan, dan aktivitas perkantoran yang berhubungan dengan layanan public secara terjadwal dan ada pembatasan,” tandasnya.

Dalam rangka kewajiban mengikuti perintah tersebut, lanjut Anik maka pemerintah wajib memberikan kepastian stok kebutuhan pokok di masyarakat tetap tersedia, dan memberikan sanksi bagi penimbun kebutuhan pokok dan pedagang yang menaikkan harga secara sembarangan demi keuntungan pribadi.

Sebaliknya, dalam rangka kewajiban mengikuti perintah tinggal dirumah,  maka pemerintah (pusat maupun daerah) perlu memberikan dana kompensasi kepada masyarakat yang tidak dapat beraktivitas ekonomi untuk memenuhi kebutuhan pokoknya.

Kriteria yang bersangkutan dapat menggunakan kriteria penerima PKH, atau dana social lainnya oleh pemerintah. Dan pemerintah harus mengalokasikan anggaran secara optimal bagi upaya memaksimalkan pencegahan persebaran Covid-19 melalui,  Pengurangan anggaran pemerintah untuk konsultasi kajian / penelitian yang outputnya dokumen.

Pengurangan anggaran pemerintah untuk perjalanan dinas dan rapat-rapat, yang hasil pengurangan anggaran-anggaran tersebut diatas digunakan untuk biaya penanganan Covid-19, berupa pemberian stimulus ekonomi dan kompensasi.

Selanjutnya uang  kompensasi di fokuskan pada pekerja harian lepas, pedagang kecil, buruh tani, buruh ternak, outsourcing atau kelompok masyarakat lainnya yang dianggap tidak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya (kerjasama dengan pemerintah desa/RT/RW untuk memberikan usulan nama KK yang dianggap pelru mendapatkan bantuan).

Galakkan Zakat

Disisi lain, pemerintah harus secara tegas membatasi arus keluar masuk dari dan ke Indonesia (jika belum berani melakukan kebijakan Lockdown), serta memaksimalkan thermal detector untuk pengawasan suspect yang akan masuk dan menekan sumber penularan Covid-19, baik dari luar negeri atau antar daerah yang selama ini dianggap sebagai wilayah dengan potensi persebaran Covid-19

“Selain itu, pemerintah bekerjasama dengan pemerintah desa (termasuk RT/RW) untuk aktif memantau aktivitas public di sekitar lingkungannya masing-masing, sekaligus diberikan akkses pada PUSAT INFORMASI atau Call Center Pusat Krisis Covid-19 yang telah ditetapkan, baik mengakses informasi maupun melaporkan jika ada kondisi-kondisi penting untuk dilaporkan.

Termasuk di dalamnya adalah menggunakan APBDES atau juga Dana Desa untuk kegiatan-kegiatan penanganan Covid-19. Agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan penggunaan, maka pemerintah desa wajib berkonsultasi dengan pihak terkait.

“Selanjutnya, menggalakkan Zakat Infaq dan Sodaqoh kepada masyarakat yang beruntung secara ekonomi, termasuk semua ASN, wakil rakyat dan birokrat lainnya untuk menyisihkan sebagian penghasilannya khusus dalam rangka membantu penangangan Covid-19 secara tersentralisasi, termasuk dengan tokoh agama,” pungkasnya. (ud)

Express Your Reaction
Like
Love
Haha
Wow
Sad
Angry